1 Tragedi Stroberi

Hembusan angin malam menerbangkan tirai jendela kamar yang terbuka. Namun sepertinya sang pemilik kamar nampak tidak terusik dari tidurnya.

Terbukti dengan keadaannya sekarang yang masih tidur terlelap di bawah selimut tebal berwarna biru dengan motif awan miliknya. Menutupi tubuh toplesnya dalam kehangatan diantara dinginnya malam hari yang sunyi.

Hari ini adalah Kamis malam. Malam yang selalu Hyukjae tunggu -tepatnya pada pukul satu dini hari. Sepulang dari kelas tarinya, tak lupa makan malam -karena hal itu wajib, Hyukjae bergegas mandi lalu tidur.

Hyukjae tidak sabar menanti sesuatu yang biasa menyapanya. Seperti biasa, tidak lupa ia membuka lebar jendela kamarnya dan melepas pakaian atasnya -toples sebelum beranjak tidur.

Waktu hampir menunjukkan pukul satu dini hari. Udara yang menerbangkan tirai kamar Hyukjae perlahan mereda. Hingga pada pukul satu tepat, angin itu hilang entah kemana. Seperti tidak ada angin yang berhembus kencang sebelumnya.

Perlahan, Hyukjae merasakan dingin menyapa dada telanjangnya. Seperti ditumpahi cairan dingin nan lengket, Hyukjae terperanjat dari tidurnya. Inilah saatnya. Jantungnya berdebar lebih cepat namun terasa menyenangkan.

Bergegas ia duduk didepan meja belajar yang didepannya ada jendela yang mengarah langsung pada jalan setapak.

Langit malam saat ini cukup cerah. Bintang-bintang dan bulan mengisi kosongnya langit. Hyukjae tersenyum. Hal ini adalah yang ia tunggu selama sepekan suntuk. Wajahnya berbinar dan terlihat sangat bahagia.

"Hei..."

Bisikan itu, bisikan yang terbang bersama angin sepoi-sepoi yang berhembus. Menerpa wajah putih Hyukjae yang damai. Hyukjae tersenyum cerah, menampilkan gummy smileynya hingga gusinya nampak.

"Pakai bajumu, sayang..."

Bisikan itu menyapa pendengaran Hyukjae lagi. Namun ia tak bergeming. Bukan menuruti apa yang bisikan itu ungkapkan, Hyukjae malam diam ditempatnya.

Masih meresapi rasa dingin dan lengket yang menjalar di dadanya. Cairan tak kasat itu, rasanya menyenangkan, Hyukjae menyukainya.

"Jangan membantahku, Lee Hyukjae!" Ujar sosok itu, nada suaranya tak mengenakkan di telinga Hyukjae.

Jika sosok itu memanggil menggunakan nama lengkapnya, maka artinya perintahnya mutlak.

Sebuah kaus lengan panjang berwarna biru tua tersaji di depan Hyukjae, di meja belajar. Itu kausnya, seharusnya kaus itu berada di lemari. Entah bagaimana bisa berada di depannya sekarang.

Hyukjae tak mau pusing-pusing memikirkannya. Karena sungguh, hal seperti itu sudah sangat akrab baginya.

"Pakai kaus itu agar kau tidak sakit, sayangku..." Nadanya kembali melembut.

Hyukjae segera mengenakan kaus yang ada didepannya, tak ingin membuat sang pemilik suara marah dan tidak mau mengobrol dengannya seperti 2 bulan lalu. Dan Hyukjae menangis karena itu.

Hyukjae tidak tau apa yang selalu mendatanginya pada Kamis malam itu. Sosok apa dia, bagaimana wujudnya, siapa namanya, dan bagaimana rupanya.

Namun sosok itu berhasil membuatnya nyaman, dengan segala perhatiannya dan kelembutannya. Bahkan untuk beberapa tahun terakhir... bagaimana Hyukjae menjelaskannya?

Bisakah ini disebut dengan, jatuh cinta?

Awalnya Hyukjae tak yakin. Namun sepertinya memang itu yang ia rasakan. Pada sosok yang sama sekali tidak Hyukjae mengerti.

Hingga akhirnya Hyukjae yakin bahwa ia sedang jatuh cinta. Tak peduli makhluk seperti apa 'dia'. Hyukjae telah buta, itu semua karena 'dia'.

Sekarang Hyukjae percaya pada istilah 'cinta datang karena terbiasa'.

Bertahun-tahun lamanya Hyukjae hidup dengan bayangan itu. Sejak ia lahir mungkin... Entahlah. Yang hyukjae tau, sosok itu selalu ada dimanapun ia berada. Mengawasinya, menjaganya, melindunginya.

Dari Hyukjae kecil, dirinya selalu merasa diawasi dan di lindungi. Namun baru pertengahan sekolah dasar kemarin sosok itu mau mengenalkan diri. Yah, walau hanya sebatas suara.

Namun Hyukjae senang, sang malaikat pelindungnya mau berbicara padanya.

Malaikat pelindung, ya? Selama ini Hyukjae beranggapan seperti Itu.

"Sebentar lagi usiaku genap sembilan belas tahun..."

Hyukjae berbisik pada angin. Tak ada sahutan, hanya terpaan angin sepoi yang menerbangkan poninya, "Aku ingin hadiah darimu..." Lanjutnya.

"Apa yang kau inginkan dariku, sayang?"

Hyukjae tersenyum mendengarnya.

.

.

.

"MAMA..."

"Jagan berteriak, Hyukjae. Masih pagi," Tanpa mengalihkan pandangan dan pekerjaannya -memasak sarapan pagi untuk keluarga kecilnya, Min Seyeon-ibunda Hyukjae berujar.

"Mama, aku ingin membeli stroberi di kedai penghujung jalan, ya, Ma..." Stroberi itu buah favorit Hyukjae. Ia rela ditinggal Seyeon kerja sampai pagi asalkan ada sekeranjang penuh stroberi di lemari es nya. Tapi hal itu belum pernah terjadi. Mana mungkin ia bisa tidur tanpa kecupan selamat tidur dari Seyeon.

Yah, kecuali pada Kamis malam. Ia akan berusaha tidur secepat mungkin agar nantinya ia bisa leluasa mengobrol tanpa merasa mengantuk sebab kurang tidur.

Awalnya Seyeon merasa aneh dengan itu. Namun setelah di pikiran, jadwal Hyukjae hari Kamis adalah yang paling padat. Jadi mungkin Hyukjae merasa lelah dan ingin cepat-cepat tidur.

Seyeon mendengus, "Sarapan dulu Hyukjae, sudah hampir selesai. Lagipula makanan asam tidak baik untuk lambung di pagi hari." Ujarnya.

"Ah, Mama... Pengunjung kedai itu ramai sekali, Hyukjae tidak mau jika sampai kehabisan stoberinya, yaa?" Rengeknya.

"Sarapan dulu, Hyuk"

"Mama Seyeon yang cantik, biarkan anak kesayangan membeli stoberi sebentar lalu pulang. Hyukjae janji, Ma..." Dengan andalan pupy eyes nya dengan kedua tangan yang ditangkupkan, Hyukjae memohon pada Seyeon.

Seyeon hanya memutar bola matanya malas, "Terserah" ujarnya pasrah.

"Yee! Terimakasih Mama" Hyukjae memekik girang lalu mengecup pipi kiri Seyeon.

Namun Hyukjae belum juga beranjak, membuat Seyeon heran. Seyeon menoleh ke arah anak semata wayangnya dan mendapati anak itu tengah menengadahkan kedua tangannya, "Apa lagi?" Tanya Seyeon.

"Uangnya, Ma. Hehehe..."

Dengan tampang tanpa dosanya, Hyukjae menyengir ria, menampakan gigi dan gusinya. Sedangkan Seyeon mendengus.

Dirinya mengira jika Hyukjae yang memaksa membeli, maka dirinya sendiri juga yang akan membayar. Ternyata tetap saja, namanya Hyukjae kalau masalah uang, susah membuat uang itu keluar. Meskipun untuk dirinya sendiri...

Seyeon menunjuk ruang keluarga menggunakan dagunya. Lebih tepatnya pada rak kecil di samping televisi. Di rak itu biasanya ada uang receh, uang receh kembalian belanja harian.

Seyeon biasa menaruhnya disana karena menurutnya merepotkan jika menyimpan uang receh di dalam dompet. Dan uang receh itu sering digunakan oleh Hyukjae untuk sekedar jajan, seperti sekarang ini.

Hyukjae mengikuti arah dagu ibunya. Melihat tempat uang receh yang sangat ia hafal lalu menghampirinya. Mengambil beberapa uang yang sekiranya cukup lalu mengantonginya.

Hyukjae memakai sepatu putihnya lalu berjalan keluar, membeli buah favoritnya sepanjang masa. Membayangkan saja membuatnya meneteskan liurnya.

Hyukjae menapaki jalanan sempit, jalan setapak yang mengarah langsung dari jendela kamarnya. Tempat ia biasanya duduk dan mengobrol saat Kamis malam.

Mengingat obrolan malam kemarin, Hyukjae tersenyum. Ia akan segera bertemu dengan sosok itu.

Malaikatnya.

Malaikat yang selalu ia tunggu, sosok yang ia cintai.

Ketika Hyukjae mengucapkan keinginannya malam itu, malaikatnya itu menyanggupinya.

Dan Hyukjae sangat bahagia hingga ia menangis semalaman.

"Aku ingin kita bertemu disaat hari ulang tahunku,

Aku ingin melihatmu dan memelukmu"

Hening. Hyukjae menggigit bibir bawahnya resah, ia tidak berharap banyak. Sudah berkali-kali Hyukjae meminta malaikatnya itu untuk bertemu, namun ia selalu menolaknya.

Selalu dengan alasannya, alasan yang sama.

Yaitu,

"Belum saatnya kita bertemu, sayang..."

Selalu saja seperti itu.

Namun kali ini berbeda. Dia menyetujuinya, "Baiklah, kita akan segera bertemu... Tunggu aku sebentar lagi, sayangku..." Katanya. Hyukjae terkejut tentu saja.

Itu akan menjadi kado ulang tahun yang paling menyenangkan, pikirnya.

Saat Hyukjae memikirkan percakapan kemarin malam, ia sudah tiba di depan stand penjual stroberi. Seperti biasa, kedai yang buka pada akhir pekan itu ramai dengan para pembeli.

Hyukjae mengantri dibarisan paling belakang karena ia yang datang paling akhir. Ia mendengus melihat panjangnya antrian. Itu berarti masih sangat lama, dan ia bahkan tidak yakin apa dia masih kebagian stroberi kegemarannya itu. Jika tidak Hyukjae akan menangis saat itu juga.

Setelah sekian lamanya Hyukjae mengantre, gilirannya sampai. Mata Hyukjae berbinar melihat masih ada stroberi yang tersisa.

Penjual stroberi itu tersenyum melihat binar bahagia salah satu pelanggan tetapnya, "Kau beruntung, Nak. Ini adalah stok terakhir hari ini," ujarnya.

Namun Hyukjae sepertinya tidak mendengar ucapan bibi penjual stroberi itu.

Ia sekarang sedang sangat sibuk memandangi stroberi favoritnya itu, dengan mulut mengangganya jangan lupa. Bahkan Hyukjae hampir meneteskan liurnya.

Sebelum melayani Hyukjae, bibi penjual yang berusia sekitar pertengahan abad itu meminta maaf pada pembeli lainnya yang masih mengantre dibelakang Hyukjae dan mengatakan jika buah dagangannya telah habis.

Setelah itu, bibi penjual membungkus kan stroberi untuk Hyukjae, "Karena kau adalah salah satu pelanggan setiaku dan kau juga sudah sabar mengantre, bibi memberikan sedikit tambahan buah untukmu. Ini ambillah..." Ujar bibi itu sambil menyodorkan sekantung buah stroberi pada Hyukjae.

Mendengar itu, Hyukjae senang tentu saja. Ia memekik dan tak henti mengucapkan terimakasih pada bibi penjual itu. Tak lupa ia memberikan uang untuk membayar barang beliannya.

.

.

.

Hyukjae berjalan ria sambil bersenandung menenteng sekantung stroberi di tangan kanannya. Akhir-akhir ini adalah hari keberuntungan, pikirnya.

Sebelumnya ia mendapat nilai ujian yang sangat memuaskan, kemudian hadiah dari malaikat yang dicintanya, dan sekarang bonus buah stroberi dari bibi penjual yang baik hati.

Apa yang paling menyenangkan dibanding itu?

Ia berjalan sambil bersenandung ringan, tak jarang pula menyapa tetangganya yang ia temui. Selain cantik, Hyukjae adalah sosok yang ramah dan murah senyum. Karena itu ia banyak disenangi oleh orang-orang.

Saat tengah senang-senangnya Hyukjae berjalan riang, -BRAK!

Ada seorang laki-laki yang tidak sengaja menabraknya. "Aw!" Ringis Hyukjae.

Buah stroberi yang baru saja ia beli berserakan di jalanan. Hyukjae masih meringis kesakitan merasa lututnya sakit. Mungkin disana juga ada luka kecil, namun rasanya sungguh menyakitkan.

Hyukjae menatap nanar pada stroberi kesayangannya. Sungguh ia ingin menangis rasanya.

Kakinya sakit dan buahnya jatuh. Padahal baru saja ia merasa bahagia bagai di surga.

Beda hal nya dengan laki-laki yang menabrak Hyukjae tadi. Laki-laki yang memakai jaket dan masker hitam itu malah diam saja melihat seseorang yang ditabraknya.

Dasar tidak punya hati, pikir Hyukjae.

Hyukjae mulai bangkit dengan wajah merahnya, menahan sakit dan marah meneriaki laki-laki barusan, "Ya! Bisakah kalau berjalan lihat-lihat?!! Oh, stroberi ku yang malang,"

Masih sambil mengomel, Hyukjae memungut stroberi yang kiranya masih layak di konsumsi, selebihnya ia tinggal saja disana.

"Hei! Kau tidak berniat membantuku?! Meminta maaf setidaknya?!" Namun lelaki tadi terus diam, memperhatikan gerakan-gerakan yang sibuk memilah stroberi.

"Aish! Kau ini, benar-benar tidak punya adab sama sekali!" Dumalnya. Lelaki tadi terus diam, tak mengeluarkan suara sama sekali.

Setelah selesai memungut stroberi, Hyukjae menghela nafas sedih. Buah stroberi yang bisa ia kumpulkan tidak ada dari separuh yang dia beli tadi.

Sungguh Hyukjae ingin menangis saat ini juga. Matanya sudah mulai berembun.

"Sroberiku" Gumamnya memandang stroberi yang beresekan di jalan.

Wajah Hyukjae semakin memerah melihat itu, ia mendongakkan kepalanya dan menatap sengit sang tersangka tragedi penabrakan barusan.

"YAK! BAGAIMAN KAU HANYA TERUS DIAM SAJA SEMENTARA-"

/CUP/

Kalimat Hyukjae terpotong karena sebuah tragedi baru saja ia rasakan. Tragedi yang baru pertama kali ia alami.

Itu adalah first kiss nya.

Laki-laki tadi baru saja mencium bibir ranum Hyukjae. Bibir yang terasa sangat dingin itu menempel cukup lama di bibir Hyukjae.

Hyukjae mematung, ia terlalu terkejut. Matanya melotot lucu.

Sejak kapan laki-laki itu membuka maskernya? Hyukjae sama sekali tidak melihat pergerakan lelaki itu.

Dapat Hyukjae lihat mata lelaki itu berubah menjadi merah menyala, namun setelahnya kembali menghitam.

Mata yang indah.

Hyukjae juga melihat tanda aneh di bawah mata kanan laki-laki tersebut. Apa laki-laki itu memiliki tato? Tapi kenapa bentuk dan tempatnya sedikit aneh?

Laki-laki tadi menggenggamkan sebuah kantung plastik di tangan kiri Hyukjae. Masih dalam posisi bibir yang saling menempel. Saat merasa nafasnya habis, Hyukjae memukul pelan dada lelaki itu.

Lelaki itu mengerti dan melepaskan ciumannya. Hyukjae menunduk sambil mengatur nafasnya. Namun setelah Hyukjae mengangkat kepala, tak ada seorangpun disana.

Kemana perginya laki-laki barusan?

Hyukjae menyentuh bibirnya, terasa dingin. Kemudian ia menengok ke bawah, tepatnya ke tangan kirinya.

Ada sebungkus stroberi yang masih utuh, itu bukan milik dirinya. Stroberi milik Hyukjae ada di kantung plastik yang ia genggam di tangan kanan. Yang hanya ada setengah dari yang ia beli tadi.

Dari mana laki-laki tadi mendapat stroberi? Setau Hyukjae laki-laki itu tidak membawa satu barang pun ditangannya. Dan juga, laki-laki itu juga datang berlawanan dari Hyukjae. Dimana penjual stroberi di kawasan ini hanya ada satu, yaitu yang ada di penghujung jalan tadi.

Lalu apa ini?

Bulu kuduk Hyukjae mulai berdiri. Apa itu tadi?

Tanpa aba-aba Hyukjae berlari sekencang-kencangnya. Sungguh ia merasa sangat janggal dan ketakutan.

Dan bodohnya Hyukjae tetap membawa stroberi misterius dari lelaki yang juga misterius barusan.

Terlalu sayang untuk di buang.

avataravatar
Next chapter