3 Bab 3 Kesakitan

Selamat membaca💙

🌼👑🌼

"Mau menyiapkan geriatera Aalona?" goda Alena kala tangan sang putri menata gaun pernikahan berbahan dasar bunga teratai.

"Bukan Bunda, Lona hanya melihat saja," elaknya yang membuat sang Bunda mengangguk tersenyum. "Ah iya, kenapa Bunda belum tidur?"

Senyum yang semula manis kini memudar. Raut wajah cemas tak bisa ia tutupi dari penglihatan Aalona. "Bunda menunggu Ayah. Apa putri Bunda mengantuk?"

Aalona menggeleng. Ia malah menuntun sang Bunda untuk keluar dari kamarnya. Tangan kanannya yang memeluk pinggang Alena ia eratkan bersama tangan kiri yang menggenggam pergelangan sang Bunda. Membuat Alena mengikuti gerak-gerik anaknya namun juga terheran-heran.

"Aalona akan temani Bunda tidur di kamar. Setelah Ayah datang, Aalona akan kembali. Apa Bunda keberatan?" ya, Aalona tak ada niatan untuk memberikan informasi apapun untuk sang Bunda tentang hilangnya Raja Avi.

Senyumnya kembali terbit. Rasa sayang yang dalam, menguar dari tubuh Alena. "Sama sekali tidak. Terima kasih sudah menjadi putri satu-satunya Bunda dan Ayah yang penurut dan tumbuh menjadi anak yang baik. Maafkan Ayah dan Bunda karena sering mencemaskanmu secara berlebihan sejak Aalona lahir."

"Aalona tau Bunda, Lona tahu, itu adalah salah satu bentuk kasih sayang Ayah dan Bunda. Aalona mengerti."

"Terima kasih Aalona."

"Aalona yang seharusnya mengatakan kata itu Bunda. Terima kasih."

Kenapa saat-saat ini bukannya membuatku terharu tapi malah membuat hatiku semakin sakit? siapapun katakan padaku kalau sesuatu yang buruk menjauh dariku ataupun keluargaku. Aku tidak bisa keluar dari zona menegangkan dalam benakku saat ini. Siapapun tolong aku...

Alena melingkarkan kedua tangannya pada pinggang sang putri. Ia kecup kepala Aalona dengan penuh rasa sayang dan bangga. Namun tak lama, perasaan asing menusuk ke dalam hatinya begitu kakinya masuk ke dalam kamar.

"Sudah puluhan tahun yang lalu aku tak merasakannya. Sekarang aku sadar. Ya... perasaan menyakitkan ini. Perasaan yang membuat air mata sulit kuhentikan. Apakah aku harus merasakannya lagi? setelah..." ratu Alena memegang dada. "Setelah mereka meninggalkanku selamanya," gumam Alena yang masih bisa didengar Aalona.

"Bunda... meninggalkan Bunda? untuk selamanya? mereka siapa? Bunda merasakan sesuatu? Bunda? Bunda baik-baik saja, bukan?" bukan tanpa alasan Aalona menanyai sang ratu secara beruntun. Tubuh Alena mendadak lemas di dalam rengkuhannya. Didudukkannya sang Bunda pelan-pelan ke ranjang.

"Perasaan Bunda sulit dijelaskan. Yang pasti, ini sakit." suaranya terdengar serak. "Sa-sangat s-saki-ith, Aalo-na." Air matanya pun menetes.

"Bunda tenang, semuanya akan baik-baik saja."

Tapi Aalona tidak berjanji. Hanya ini yang bisa Aalona katakan. Aalona pun sama, rasanya begitu menusuk hati Aalona. Entah apa yang terjadi. Aalona berharap pada Sang Pencipta untuk tetap memberikan Bunda dan dirinya kekuatan.

"Bunda ha-rap ju-ga... seperti itu--uhhh..." kalimatnya yersendat-sendat akibat menahan rasa sakit di hatinya. Keringat membasahi pelipis dan dahi Alena, membuat sang putri semakin ketakutan.

"Aalona ambilkan aimas, Bunda. Bunda harus tenang."

Alena yang memejamkan matanya sambil berbaring hanya bisa mengangguk. Cuma itu yang bisa sang ratu lakukan. Aalona, dia cepat-cepat ke dapur istana untuk mencari pegawai di sana. Menginginkan aimas ---minuman dari madu bercampur bubuk bunga teratai--- secepatnya.

"Terima kasih."

"Sama-sama Putri Aalona. Apa lagi yang perlu saya berikan atau lakukan?"

"Doa. Minta pada Juru Takdir untuk memberikan kerajaan Teratai kekuatan. Aku merasakan kesedihan dan ketakutan sekarang. Lakukanlah itu agar aku tetap kuat menjalani takdir yang tidak kuketahui nanti."

"B-baik Putri Aalona." Ia tidak berani bertanya lebih. Meskipun di dalam otaknya penuh pertanyaan. Ia sadar bahwa dirinya hanya bawahan.

"Terima kasih Bibi Mely."

"Apapun untuk kerajaan kita."

Setelahnya Aalona kembali ke kamar Ibunda dengan langkah tegap. Kalimat penyemangat 'kuatkan diri dan hatimu Aalona' tak pernah luntur selama perjalanan dari dapur ke kamar Alena. Ia selalu diajarkan sang Ayah untuk menjadi putri yang tangguh.

Aalona tidak mau ajaran Ayahnya itu hanya angin lalu. Sebaliknya, ia ingin mewujudkannya menjadi nyata. Dirinya tak tahu kenapa bisa seperti ini, yang ia tahu sesuatu yang buruk bahkan mungkin sangat buruk itu akan terjadi. Segera.

"BUNDA!" buru-buru di letakkannya gelas berisi aimas di meja dekat tempat tidur. Terkejut karena Alena berbaring di pinggir ranjang dengan mata terpejam dan tak bergerak.

🌼👑🌼

Gimana?

Stay Safe ya!

See You

Gbu :*

avataravatar
Next chapter