1 Bab 1 Masalah

Selamat membaca💙

🌼👑🌼

Bunga teratai umumnya tumbuh di wilayah yang memiliki air tenang, bukan? contohnya seperti danau, rawa, kolam, atau sungai. Bukan di bawah guyuran air terjun yang ada di sebuah hutan, lumayan jauh dari pedesaan. Namun itulah bagian uniknya, dan pastinya jauh diterima akal kalau di dalam puluhan tumbuhan teratai itu menampung makhluk hidup yang berukuran kecil.

Makhluk kecil yang menyerupai manusia. Tetapi mereka kaum yang diciptakan lebih sempurna, terutama di bagian wajah. Kecantikan dan ketampanan, juga kebaikan hatinyalah yang melebihi manusia, jauh di atas manusia. Dialah makhluk mungil yang hidup dalam lautan bunga teratai, kaum 'mailnera' sebutannya. Masuklah ke dalam dunia mereka....

🌼👑🌼

Awan putih yang tebal tampak indah dipandang mata. Tentunya bagi mereka ---makhluk mini yang tinggal dalam tumbuhan teratai--- mailnera. Belum lagi jika dipadukan dengan banyaknya air yang terjun dari sisi tebing. Cipratan airnya membuat lautan bunga teratai tetap aman di dalam kungkungannya, daripada kekeringan.

Terlebih lagi kalau hujan tiba-tiba mengguyur. Nuansa dingin dan ramai membuat penghuni kerajaan Teratai merasa senang dan puas secara bersamaan. Seperti sekarang ini, hujan lebat mengguyur.

"Ayok main!" ajak salah satu mailnera bergaun pink tanpa lengan, bagian bawahnya mekar di atas lutut. Melihat hujan yang sepertinya akan bertambah lebat, jiwa kanak-kanaknya kian bangkit.

"Ayooo...!" sahut teman laki-lakinya tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Tanpa disadari, langkah yang melebar malah jadi meninggalkan teman perempuannya.

"Hei! cepatkan lari kalian! itu sih kalau kalian tak mau terlambat!" teriak anak laki-laki lainnya yang lebih dulu meninggalkan meuni ---tempat duduk berukuran besar terbuat dari daun teratai--- tempat anak-anak remaja tadi bersantai dan bercerita.

"Aku yang mengajak, aku juga yang ditinggal..." keluh Aalona dengan tampang herannya.

"Sudah, biarkan saja. Lebih baik kita lari. Buktikan ke mereka kalau kita kaum hawa itu kuat-kuat!"

"Elina?! bukannya kamu tadi bilang sibuk?" Bibirnya tertekuk. "Katamu, tidak mau ke meuni...."

"Karena urusanku sudah selesai Lona. Bundaku juga sudah pulang, istirahat. Jadi aku ke sini. Ayok!"

"Yesss...! okei, ayok kita buktiin!"

"Gitu dong... satu, dua, ti...."

"Lari!"

"Aalona-Aalona...." lirih Elina sembari mempercepat kaki. Karena sudah beberapa langkah tertinggal dari Aalona, maupun kedua teman laki-lakinya.

Deryl yang lebih dulu sampai, menyunggingkan senyum lebar dengan kepala menengadah. Kedua tangannya terlentang. Namun, kakinya masih saja menginjak daun teratai, belum ada niatan untuk masuk ke air. Pandangannya sesekali ke arah air terjun yang sangat besar. Bisa dibilang air terjun raksasa untuk para bangsa teratainya.

Tak lama, Berly yang baru datang itu menceburkan diri ke kolam. "Hei! apa kamu mau di situ saja Ryl? ini menyejukkan! sangat segar-rrr!"

Tak mau menanggapi sahabatnya, Deryl malah menatap air terjun sambil berteriak penuh permintaan, "AAAAA...! aku harap kerajaanku akan aman sejahtera!" kalimat terakhir sengaja ia kecilkan. Entah kenapa tiba-tiba perasaannya sedikit aneh, dan ia tak mau Berly mengetahuinya.

Berly pun mendongak. "Aku menyuruhmu turun ke sini, bukannya teriak-teriak tidak jelas!"

"Aku menunggu Aalona, apa dia aman kita tinggal?"

"Dia bisa mengurus diri! lagipula kawasan kita ini sangat aman. Mengingat Ayahnya seorang raja yang bijaksana, pasti tidak ada yang berniat mencelakai beliau, termasuk keluarganya. Tak terkecuali Aalona."

"YA! kamu benar, Ly."

"Bukannya dia sendiri yang lebih dulu meninggalkan Aalona? kenapa sekarang malah khawatir?" bisik Berly sebelum berenang dan tersiram air kolam akibat tubuh Deryl yang masuk dengan jahil.

BYUUUR...!

"DERY---" teriak Berly terpotong.

"DERYL, BERLY! aku benar-benar kesal dengan kalian!"

Sontak keduanya mengalihkan mata ke perempuan yang saat ini menyipit tajam pada mereka.

"Apa gara-gara hujan kalian sejahat itu? untung ada dia!" tunjuk Aalona ke arah belakang dengan ibu jari di samping bahu kanan.

Sedangkan dua laki-laki yang disebut itu, menatapnya bingung. Tak lama, sosok perempuan datang dengan napas tersengal-sengal. "Makasih El. Lihatlah, mereka asik berendam."

"Tidak masalah, kita kan teman."

"Bukannya kamu membantu Bibi Mely?" suara heran Berly membuat Deryl mengangguk.

"Aku dan Bunda sudah selesai. Bunda juga sedang istirahat, sekarang aku bebas."

"Tunggu apalagi?!" Dengan jahil, tangan kanan-kiri Deryl sangat cepat menangkup air kolam dan menyiprati kedua perempuan yang masih saja berdiri di daun teratai.

"DERYYYL...!" sahut Elina dan Aalona bersamaan. Tubuh keduanya pun lompat, dan berakhir meluncur ke kolam.

BYUUUR...!

Tawa Berly adalah tawa yang paling keras terdengar. Dalam hati ia berbicara, "tanpa membalas dan mengurangi tenaga, ulah Deryl sudah terbalas... dan tentunya, atas bantuan teman-teman cantikku. Kalau bisa, biarkan kepalanya masuk ke dalam air berjam-jam." Kekehannya keluar begitu Deryl meronta dan berusaha menggapai dirinya.

Laki-laki itu sudah terengah, beruntung ia tak sampai kehabisan napas. "Dasar! anak perempuan bertenaga pria dewasa!" pekik Deryl setelah terlepas dari penganiayaan. Tangan kiri dengan kasar meraup wajahnya sendiri yang basah berkali-kali.

Mendengar keluhan Deryl itu, bukannya kesal atau marah, Aalona dan Elina sama-sama tertawa dan saling berpelukan. Tak perlu bingung seberapa dalam air yang menggenangi tubuh mereka berempat, air hanya sebatas dada Aalona dan Elina. Dan untuk para lelaki, hanya sampai di perut bagian atas. Tak terlalu dalam bukan?

"Menyingkir dari sana!"

"Hei! jangan mendekat!"

"Lari!"

"Ayok cepat!"

Suara beberapa orang yang saling bersahutan membuat keempat mailnera remaja itu saling berpandangan.

"Sepertinya ada masalah." Aalona yang lebih dulu peka dari teman-temannya beranjak pergi dari kolam. Membuat ketiga temannya mengekor.

Mata Aalona membola begitu melihat beberapa warga berhamburan untuk menjauh dari tempat yang kini ia pijak. "Tunggu, Paman!" seru Aalona. Tangannya dengan refleks menepuk pundak salah satu penyelamat warga.

"E-eh, Putri? kenapa ke mari? sebaiknya lari, kita harus pergi!"

"Ada apa Ayah?" tanya Berly yang kebetulan sudah sampai dan memandang dengan bingung sekaligus khawatir, membuat sang Ayah menoleh ke arahnya.

Di belakangnya ada Deryl yang menggandeng Elina. Tangan Elina yang lain menempel di dagu. Ia cukup takut melihat orang-orang yang berlarian dan mendengar beberapa tangisan anak-anak kecil dalam gendongan sang Bunda.

"Jangan banyak tanya Ly, sebaiknya kamu bawa Putri Aalona pergi sekarang! ini darurat!"

Tak mau banyak tanya, Berly mengangguk. "Ayok!" tangannya sudah bergerak dan menyentuh pergelangan tangan Aalona.

Sebelum membantah Berly, satu bentakan yang tiba-tiba masuk ke telinga, membuat nyali Aalona melemah. "Pulang atau Ayah takkan mengijinkan putri satu-satunya, keluar dari istana selamanya?!" Ia menghela napas sejenak, meringankan volume agar putrinya itu tak ketakutan. "Aalona bisa mendengar?"

"Baik Ayah...."

"Berly, Deryl, Elina. Tolong temani Aalona. Kalau perlu menginap, kalian menginaplah. Jangan pernah merasa sungkan."

"Baik, Raja." sahut Deryl dan Berly.

"Baik, Raja Avi." Senyum dan anggukkan Elina tegerakan. Sedangkan sang raja, menganggukkan kepala sebelum tubuh tegapnya menghilang dari balik tangkai-tangkai. Tepat setelah teman Aalona dan sang anak pergi dari hadapannya.

"Aku berharap, malam ini bisa tidur dengan lelap," gumam raja Avi sebelum benar-benar meninggalkan wilayah kekuasaannya.

🌼👑🌼

Gimana? aku baru belajar nulis fantasi nih :D for the first time :V

Jaga kesehatan selalu :*

See you

Gbu

avataravatar
Next chapter