1 Dia Kembali

"ibu, apa aku boleh menganggap mu sekarang sedang ada di sampingku ? Aku merindukanmu"

Sosok laki-laki berprawakan sedang itu bergumam dengan suara yang begitu halus, mungkin terdengar seperti sedang memohon sesuatu. Matanya tak bisa lepas memandang suatu foto. Foto wanita berambut perak bermata agak kebiruan, yang berdiri dengan anggunnya dala foto itu

Tangannya begitu halus menyeka pipinya yang sedang di lewati oleh butiran air mata. Walau begitu, ekspresi wajahnya begitu datar. Tak tersirat tanda atau emosi apapun. Walaupun begitu, matanya masih begitu deras mengeluarkan tetes demi tetes air mata.

"nanti kita bicara lagi bu. "

Dengan sekali usapan, ia segera menyeka seluruh aliran air mata yang akan segera lmeluncur menjelajahi pipinya. Ia kemudian berbalik, memunggungi foto yang sejak tadi ia tatapi dan segera menuju tempat tidurnya. Ia dengan santainya melepas tubuhnya hingga di tarik oleh gravitasi tempat tidurnya. Bekerja seharian membuatnya lelah, apalagi jika di tambah lembur, alhasil, ia pasti tidak akan akan bisa tidur sampai semua pekerjaannya selesai. Memang ia tidak terlalu menyukai pekerjaannya itu, tapi karna lumayan menghasilkan uang yang tinggi, ia antara rela dan tak rela menghabiskan waktu sehari-harinya untuk membaca berkas-berkas

"drrrttt….. ddrrttt… ddrrrtttt…. "

Matanya belum sempurna tertutup, smartphone miliknya yang ada di samping kepalanya mulai bergetar. ia begitu lelah lebih tepatnya malas untuk mengangkat panggilan telfon itu. Tapi smatrphone nya terus bergetar tampa henti, karna merasa terganggu, ia segera mengambilnya dan melihat nama di layar smartphone. "Miko". Itu yang terlihat. Dengan malas dan tak rela, ia akhirnya menerima panggilan telfon itu

"kau bodoh ??" Apa kau tak tau sekarang jam berapa ? Apa kau tak bisa menunggu besok ? Jangan

menggangguku"

"tut... tut....tut….."

Belum ada sepatah katapun dari orang seberang yang menelfon nya. Ia malah langsung mencecar dan langsung mematikan panggilan itu. Tak berselang lama, smartphone nya kembali bergetar, dan bisa di tebak. Orang yang menelfon adalah orang yang sama

"apa kau tak mengerti bahasa manusia ?"

Ia ingin segera menutup panggilan telfon yang lumayan menggangu waktu tidurnya itu, tapi belum sempat ia menekan tanda telfon merah. Orang di seberang telfon langsung berteriak sampai-sampai ia sedikit menjauhkan smartphone miliknya dari telinga

"jangan tutup dulu Hiromi bodoh, ada berita yang harus kau tau. terjadi pembunuhan di perumahan elite di daerah kanto"

Ia mulai mengerti kenapa orang di seberang mencoba menelfonnya berkali-kali dari tadi hingga menggangu. Yah mungkin ia sedikit paham

"oh…minta yang lain saja untuk menyelidiki, besok jadwal tidurku, aku berencana tidak pergi keluar. Aku tutup telfonnya"

"DIA kembali lagi" waktu seakan terhenti. Saat Hiromi mendengar ucapan dari orang yang di seberang, jarinya yang berencana akan mematikan telfon seakan berhenti sendiri.

"DIA ?" otaknya langsung berfikir sejenak dan sepertinya mengerti maksud dari kata dia.

"polisi sudah melakukan olah TKP. Aku membawakan beberapa hasil foto. bisa kau bukakan pintu apartemen mu, atau aku harus menendangnya dan membuat keributan di sini." Hiromia bisa di bilang sial karena mendapat rekan kerja yang memiliki sifat keras kepala

"tunggu…" mau tak mau, ia dengan bermalas-malasan bangkit dari surganya dan segera menuju ke arah depan, membukakan pintu untuk rekannya.

"berkasnya ??" tangannya langsung mengadah ke arah teman rekan kerjanya itu "dan kau langsung pulang saja"

"aku masuk…." Tampa memberikan berkas yang Hiromia minta, rekannya itu langsung saja masuk ke dalam apartemen milik Hiromi. Rambut hitam panjang milik rekannya itu sekilas menyentuh lengannya, begitu halus dan terawat. Khas rambut yang bisa di miliki oleh wanita wanita sosialita di luar sana.

Apartemen milik Hiromi itu tidak terlalu mewah. Terdiri dari 2 kamar tidur. Dapurnya berada di depan, tepat di sebelah pintu masuk. Ruang tamunya langsung menyambung dengan tempat tidurnya yang hanya di sekat oleh ukiran kayu. Perabotan yang tertata dengan rapi juga tak bisa di bialang mewah. Lebih kea rah sederhana. Tak lupa di dinding sebelah barat, ada lemari buku yang sudah terisi penuh.

Ruangan tidur kecil di samping lemari penuh buku di jadikan tempat ia bekerja dan tempat ia menyimpan berkas-berkas penting miliknya.

"Miko,,, hasil olah TKP" kembali tangannya mengadah pada rekan kerjanya yang sekarang sudah stand by di sofa ruang tamu. Hiromi biasa memanggilnya Miko. Karna ia ternyata adalah cucu seorang pendeta di salah satu kuil besar di daerah Kyoto.

"panggil dengan nama ku yang asli" pinta rekannya itu. Hiromi kembali meminta dan memanggilnya Miko, tapi hasil yang ia dapatkan sama. Sampai akhirnya Hiromi menyerah dan menghela nafasnya begitu berat.

"Suzumiya Tensura, berkasnya …" akhirnya Hiromi menyebut nama rekannya sambil tangannya masih mengadah ke arah Suzumiya.

"duduk dulu Hiromi-san" Suzumiya berlagak seperti pemilik dan mempersilahkan sang empunya rumah untuk duduk. "ini rumahku. Kenapa malah kau yang mempersilahkan ?" walaupun menggerutu, Hiromi segera duduk dan menghadap rekannya

Tak menunggu lama, Suzumiya segera merogoh sesuatu dari dalam ranselnya. Amplop berwarna coklat itu segera tersedia di atas meja, tepat di antara mereka berdua.

Hiromi memandang rekannya itu, mata kebiruannya memandang wajah putih bersih milik Suzumia. "apa ini sudah semuanya ?" sambil bertanya ia segera mengambil amplop pemberian Suzumiya, membukanya dan mengeluarkan semua isinya. Isinya hanya beberapa foto hasil oleh tkp. Terdiri dari 15 foto. 5 foto terdiri dari foto korban dan sisinya hanya keadaan sekitar.

Pelan ia mulai menyusun ke 15 foto itu, ia mulai berfikir, memeras otaknya kembali sambil melihat dan mendengar penjelasan dari rekannya.

"kejadiannya di salah satu perumahan elite di Kanto. Rumah bernomor 004. Pemilik atas nama Alexander Priontale. Warga jepang keturunan Italia. Korban adalah seorang investor di jepang. Di temukan oleh istrinya di ruang kerja korban pada pukul 9 malam." Jelas Suzumia. Ia sejenak memandang Hiromi yang masih lekat memandang foto korban yang ada di hadapannya.

"polisi mendapatkan laporan pada pukul 9:10 dan sampai di tkp pada pukul 9:25 malam dan lansung melakukan olah TKP" lanjut penjelasan Suzumiya

"apa tanda itu di temukan ?" wajah Hiromi langsung serius dan menatap wajah rekan di depannya. "Ia, tanda itu di temukan tepat di depan korban, yang ini.." jelas Suzumia sambil menunjuk salah satu foto yang ia berikan. Hiromi kembali menatap foto korban dengan seksama sambil kembali mendengarkan penjelasan dari rekannya.

"dari keterangan istri, korban tidak ada penyakit apapun. Dan sejak pukul 7 malam, korban sudah ada di dalam ruang kerjanya dengan alasan akan menyelesaikan pekerjaan. Tapi pukul 9 malam, sang istri ingin mengajak korban untuk makan malam. Dan keterangan dari sang istri bahwa saat akan mengajak suaminya makan malam, istri menemukan suaminya terduduk diam di kursi kerjanya, dan saat sang istri menyentuh korban, suhu tubuh korban sudah dalam keadaan dingin. Dan saat istrinya menyentuh dada sebelah kiri korban, sang istri tak merasakan detak jantung"

"hmmm…" suzumiya menarik nafas panjang. "sampai sekarang, polisi masih melakukan olah tkp. Tak ada yang aneh dengan ruang kerja koban, tapi jendela ruang kerja korban dalam keadaan tidak terkunci" jelas Suzumia sambil menujuk foto nomor 8.

"kaki korban dalam keadaan terangkat, kaki sebelah kanan berada di atas kaki sebelah kiri. Kedua tangan korban berada di setiap sisi kiri dan kanan kursi. Saat polisi melakukan oleh tkp, suhu tubuh korban ada di angka 23 derajat, di perkirakkan korban mati pada pukul 8 malam"

"ruangan kerja korban tidak menunjukkan adanya kerusakan apapun. Hanya saja." Jari Suzumiya menunjuk foto korban 1 persatu. "di tubuh korban, tak di temukan bekas memar, pukulan, cekikan, luka, bahkan tak di temukan darah sedikitpun"

Jari Suzumita berhenti dan menujuk 1 foto berkali-kali sambil memandang Hiromi. "yang di temukan hanya ada ini". Mereka berdua sambil berpandangan dan menunjukkan wajah serius.

"Hiromi-san, DIA kembali….."

avataravatar