1 Prolog

Shanna bergegas menaiki anak tangga pada sebuah apartemen sederhana yang saat ini menjadi tempat tinggalnya bersama sang kekasih, Alena. Dadanya menggebu setiap kali deru langkahnya bergemuruh. Ini akan menjadi pertemuannya yang pertama kali dengan Alena setelah libur semester berlalu beberapa bulan. Tentu saja Shanna sangat merindukan Alena. Ujung bibir indah itu menarik diri, membuat garis kontur yang disebut "senyuman" tatkala Shanna teringat pada kenangannya saat pertama kali bertemu Alena. Baru kali itu, Shanna benar-benar menjatuhkan dirinya dalam lautan perasaan yang entah harus disebut apa. Cinta kah?

Shanna mengenal Alena saat mereka secara kebetulan duduk di kursi yang berdampingan dalam perjalanannya ke Kota Praga dengan kereta. Rupanya Alena berasal dari kota yang sama dengan Shanna. Merasa cocok karena dari latar belakang kota yang sama, Shanna dan Alena segera saja akrab.

Rupanya takdir Tuhan memang tidak bisa ditebak. Kebetulan-kebetulan berikutnya menjadi jalan indah bagi Shanna dan Alena. Tak hanya dari kota yang sama, mereka juga hendak menuju dan menetap di kota yang sama pula untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Shanna mengambil jurusan jurnalistik sementara Alena merupakan mahasiswi teknik.

Rasanya, baru kali itu, Shanna merasa perjalanannya begitu singkat. Mungkin karena Alena yang kini duduk di sampingnya. Mereka habiskan waktu perjalanannya dengan obrolan yang masih terkesan basa-basi dan kaku sampai pada obrolan layaknya sahabat dekat.

Shanna mengetuk pintu apartemennya. Dan dengan segera, pintu itu terbuka. Alena muncul dari balik pintu dengan wajah yang berseri. Shanna menjatuhkan tubuhnya dalam dekapan Alena tanpa dikomando. Kemelut rindu yang sempat mereka tangguhkan, kini telah melebur dan membaur bersama kepulan udara. Mereka tak perlu lagi menggilai sakitnya merindu.

Alena mengecup bibir tipis Shanna dengan lembut. Tapi tidak dengan Shanna, dia membalasnya dengan lebih bergairah. Tak lagi menghiraukan satu koper yang Shanna bawa, dia mendorong tubuh Alena ke dalam kamarnya setelah sebelumnya menutup pintu. Itu bukan lagi menjadi ciuman yang lembut. Mereka menjatuhkan diri di atas ranjang yang telah rapi. Satu per satu kain yang menyelimutinya mulai jatuh dengan lunglai ke lantai. Kain itu terlihat dengan syahdu mendengar dan menyaksikan dua wanita yang tengah memadukan cinta yang sempat terjeda.

Malam itu, Shanna tersenyum melihat kekasihnya yang terlelap dengan masih tanpa memakai sehelai kain untuk menutupi tubuh mulusnya. Shanna mengambil selimut untuk menghangatkan tubuh Alena sebelum akhirnya Shanna mengambil pakaian yang sedari sore tadi tergeletak di lantai. Dia mengenakan pakaian yang ada dalam lemari. Shanna teringat akan kopernya yang masih dia tinggal di luar pintu apartemen. Dia bergegas mengambil kopernya. Shanna membuka pintu apartemennya, bersyukur kopernya masih tetap berada di tempat yang sama.

Dekat dari kamarnya, Shanna samar-samar melihat siluet seorang perempuan yang melangkah dengan pijakan gontai diiringi dengan batuk saat menaiki tangga. Shanna berusaha melihatnya lekat-lekat untuk mengenali sesosok wanita itu. Namun, Shanna tak juga mengenalinya, dia berpikir mungkin saja penghuni baru apartemen. Dilihatnya, langkah kaki wanita itu semakin lunglai. Merasa kasihan, Shanna berjalan setengah berlari untuk menolongnya.

"Are you okay?" tanya Shanna sembari berusaha memanggul lengan wanita itu untuk berdiri.

"I'm okay, hanya lelah karena bekerja. Terima kasih telah membantuku," jawab wanita itu.

"Oh sama-sama. Setelah ini kau harus beristirahat," kata Shanna.

"Eh iya pasti. Uhuk-uhuk," jawab wanita itu dengan terbatuk-batuk.

"Nah ini kamarku, bisakah kau membantuku mencari kuncinya. Aku pikir dia ada di tasku bagian depan," pintanya setelah sampai di depan kamar dengan nomor 20.

"Ah tak masalah," kataku yang kemudian tanganku bergerak mencari kunci di tas yang dia selempangkan di lengan kanannya, sementara itu tangan kirinya tengah menahan beban tubuhnya. Shanna berpikir bahwa wanita ini benar-benar tidak sedang baik-baik saja.

"Yah ketemu," kata Shanna setelah berhasil menemukan kunci pintu tersebut.

"Masuklah," kata Shanna setelah membuka pintu kamar itu. Shanna membawa wanita itu menuju ranjang tidurnya. Wanita itu terbatuk sampai mengeluarkan beberapa darah dari mulutnya. Shanna mencari tisu untuk menyeka bekas darah dari sekitar mulut wanita yang masih belum dikenalnya.

"Segeralah tidur, jangan lupa untuk meminum obat. Aku harus segera kembali ke apartemenku, maaf karena tidak bisa menemanimu lebih lama," kata Shanna kemudian setelah membantu wanita itu membersihkan darahnya dan membantu membaringkan wanita itu di atas ranjangnya.

"Terima kasih, kau sudah sangat membantuku," katanya. Shanna segera membalikkan badan dan menuju pintu. Dia berjalan menuruni tangga setelah sebelumnya dia menutup pintu kamar wanita yang ditolongnya tadi.

Shanna masuk ke dalam apartemennya dan mengunci pintu dari dalam. Shanna baru menyadari terdapat percikan darah bekas wanita yang ditolongnya tadi di tangannya. Shanna mengamati darah itu karena warnanya yang sedikit berbeda dari kebanyakan darah manusia pada umumnya. Namun, Shanna buru-buru membuang pikirannya itu, dia bergegas menuju wastafel yang terletak di dapur untuk membersihkan tangannya dari bekas darah yang menempel.

avataravatar