1 Part 1

Pagi itu aku terbangun dari tidur ku setelah mendengar suara peringatan darurat dari hp ku. Setelah mengecek hp ku peringatan itu berisi "Masuk ke dalam rumah segera dan tetap di dalam sambil menunggu instruksi lebih lanjut." Selama tinggal hampir lebih dari beberapa belas tahun di daerah sini, aku hanya pernah menerima peringatan itu hanya beberapa kali. Itupun hanya percobaan untuk mengetes sistem secara umum.

Aku menjalani hidupku dengan santai dan tidak menganggap kehidupan terlalu serius. Sayangnya untuk ku, ini berarti aku bukan tipe orang yang akan mempersiapkan segala sesuatu untuk hal-hal terburuk untuk terjadi yang dimana sedikit ku sesali sekarang. Aku berpikir sejenak dan memutuskan lebih baik mencegah daripada mengobati. Jadi, setelah beranjak dari kasur aku segera berjalan menuju kebawah dan memastikan kedua pintu depan dan belakang ku tertutup rapat serta terkunci.

Aku tinggal sendiri dan selalu mengunci pintu ku. Tapi aku perlu memastikan nya demi menenangkan batin ku. Aku tinggal di sebuah rumah yang cukup besar dengan dua lantai yang kudapatkan dengan keringat dan air mata. Jendela di lantai bawah, seluruhnya ditutupi oleh besi-besi penghalang yang berarti aku tidak perlu menguncinya lagi.

Setelah mengamankan seluruh rumah, aku kembali ke atas dan masuk kedalam kamar ku. Aku segera mencoba menghubungi orang, awalnya aku menghubungi atasan ku terlebih dahulu. Hei, kalian tidak mungkin berharap libur kerja tanpa menjelaskan situasinya dulu bukan? Panggilan itu berdering beberapa kali sebelum memasuki kotak suara.

Aku meninggalkan pesan tentang pesan darurat yang masuk sebelumnya dan meminta nya untuk menghubungi ku kembali ketika memiliki kesempatan agar aku bisa membahas apa yang terjadi. Aku berusaha menghubungi orang tua ku tapi sekali lagi langsung masuk ke dalam kotak suara.

Kupikir saat inilah dimana aku mulai khawatir, kedua orang tua ku tinggal kira-kira dua jam dari tempat ku dan selalu bangun pagi-pagi buta. Mereka juga tidak pernah meninggalkan rumah sebelum jam 8. Aku tetap berusaha menyakinkan diriku bahwa mereka sedang sibuk dengan hal lain, jadi aku hanya meninggalkan pesan agar mereka menghubungi ku kembali. Tak berselang beberapa lama teleponku berbunyi menampakkan sebuah notifikasi pesan yang masuk dari salah seorang kolega kerjaku, namanya Josh.

Dia bertanya apakah aku juga mendapat peringatan darurat dan apakah aku tahu sesuatu tentang semua ini. Aku segera membalasnya dan memberitahu kalau aku sama sekali tidak tahu apa-apa, tapi aku akan memberitahunya jika aku tahu sesuatu. Sekarang aku hanya perlu menenangkan diri karena tidak ada gunanya sama sekali untuk panik dalam keadaan seperti ini pikirku. Aku berjalan keluar kamar dan masuk kedalam kamar mandi, aku kemudian menatap cermin dan memperbaiki rambut coklat ku.

Aku keluar dan memutuskan untuk sarapan dan menyalakan televisi. Sekarang jam sudah menunjukkan pukul 7:30 pagi, waktu dimana aku biasa sudah pergi ke kantor. Aku bukan tipe orang yang akan dengan sengaja melawan peringatan bahaya hanya karena rasa penasaran. Aku lebih baik mendapat beberapa pesan teguran dari atasan ku daripada terjebak dalam apapun itu yang menyebabkan peringatan darurat dikeluarkan. Ketika aku menyalakan televisi, suara peringatan darurat yang sama seperti sebelumnya menyerang gendang telingaku dengan suara yang sangat tinggi dari musik yang pada malam sebelumnya aku dengarkan dengan volume penuh. Aku harus menutup telingaku sambil meraih remot dan mematikan volume nya. Seketika aku baru tersadar betapa hening nya diluar sana.

Tidak ada suara mobil yang lewat, suara burung maupun suara pesawat. Keheningan ini membuatku sangat tidak tenang, aku bisa merasakan sesuatu yang sangat salah. Seluruh jendela ku pada saat ini masih tertutup kain, jadi aku tidak ada kesempatan maupun keinginan untuk mengintip keluar jendela.

Hingga saat ini tidak ada peringatan khusus untuk tidak melihat keluar jendela. Bagaimana pun itu, aku tidak terlalu memikirkannya. Tapi aku berpikir bahwa paling aman adalah untuk mengecek keluar dari kamar tidurku yang memiliki balkon dengan pintu geser dari kaca. Aku menuju kamar tidur ku dan segera menarik tali yang menaikkan kain penutup kaca ku. Seketika itu juga kamarku dibanjiri sinar matahari yang menghangatkan.

Aku sangat menyukai sinar matahari jadi aku selalu memastikan jendela ku menghadap arah matahari terbit dan secara kebetulan mengarah ke jalan raya yang ada di depan rumah ku. Meskipun begitu, setelah membuka penutup jendela aku melihat sesuatu yang membuat lututku gemetar dan aku jatuh ke lantai. Keringat dingin mengalir perlahan menuju leher ku. Di ujung jalan sekilas aku melihat sebuah makhluk yang tampak sangat berbahaya. Makhluk ini tidak seperti binatang yang pernah kulihat sebelumnya dan sedang berkumpul membentuk sebuah lingkaran di depan sebuah rumah yang berada di seberang rumahku. Kelihatannya ada setidak nya delapan dari mereka.

Mereka tampak kurus dan jangkung dengan postur yang sangat kurus sampai-sampai aku bisa melihat tulang diseluruh badan nya. Badan nya mulus tanpa ada rambut sedikit pun dan seluruh kulit nya berwarna merah. Mereka juga tidak memiliki hidung maupun telinga dan memiliki mulut yang dipenuhi gigi runcing dan sepasang mata hitam dan tampak seperti masuk kedalam. Mereka juga memiliki tangan yang panjang dan lima jari yang lebih mirip cakar yang panjang. Mereka bisa dikatakan jauh dari manusia tapi anehnya mereka bisa berdiri dengan dua kaki seperti manusia normal.

Aku sangat lega, mereka tidak sempat melihatku jika mereka bahkan bisa melihat yang mungkin hidupku akan berakhir disini jika mereka melihatku. Aku segera menutup kembali penghalang jendela ku. Aku belum pernah mengalami serangan panik sebelumnya, tapi sekarang aku tersadar bahaya yang sebenarnya. Dengan panik aku segera menekan nomor darurat di telepon ku dan hanya menerima rekaman pesan "masuk kedalam rumah anda dan diam sampai pemberitahuan selanjutnya." Sial! Aku mengumpat perlahan dan berpikir pemerintah tidak akan membantu sama sekali pada saat seperti sekarang.

Aku memutar otak berpikir sebentar memutar otak dan tiba-tiba aku tersadar. Kalau aku tetap didalam dan tidak bersuara mungkin aku akan aman. Tapi sampai berapa lama? Aku bahkan tidak tahu makhluk apa itu, apalagi apa yang mampu mereka lakukan. Yang kutahu pasti, mereka datang bukan untuk berteman. Pada akhirnya aku memutuskan untuk turun ke lantai bawah dan mengumpulkan makanan yang ada. Aku tidak tahu berapa lama aku harus menunggu agar makhluk-makhluk itu pergi. Tapi, listrik masih menyala sampai sekarang jadi semua yang ada di kulkas akan baik-baik saja. Air juga masih menyala (tentu saja), aku baru saja menggunakan nya untuk mandi. Tapi tetap, aku tidak tahu sampai kapan semua ini akan bertahan.

Aku memutuskan untuk mengisi semua wadah yang ada dengan air untuk berjaga-jaga. Setelah selesai mengisi air, aku tidak dapat menahan rasa penasaran ku dan aku memaksa tubuh ku untuk kembali ke atas dan mengintip kembali apa yang terjadi. Meskipun seluruh sel dalam tubuhku menolak dengan keras, aku tidak menghiraukan nya dan tanpa kusadari aku sudah kembali di depan pintu kaca balkon ku. Aku menarik nafas beberapa kali dan memberanikan diriku untuk membuka sedikit dari penutup jendela ku. Setelah beberapa saat aku tersadar bahwa makhluk-makhluk itu sudah tidak ada lagi ditempat aku melihatnya terakhir kali. Setelah itu aku mataku tertuju pada pintu rumah tersebut.

Aku melihat garis panjang bekas cakar dari atas ke bawah dan sebuah lubang besar ditengah-tengah. Mereka telah menerobos masuk kedalam rumah, tapi mereka sama sekali tidak terlihat dimana-mana. Itu sampai aku menyadari ada sesuatu yang memandangi ku dari jendela atas rumah itu. Mata yang gelap dan tenggelam seolah olah akan meraih jiwaku jika aku terlalu lama memandanginya. Setelah sel otak ku kembali bekerja dan selesai memproses apa yang baru kulihat, aku segera melompat mundur. Tak diragukan lagi makhluk itu sudah melihatku. Aku berpikir cepat sambil berjalan kesana-kemari hingga aku mendengar suara yang sangat mengerikan dari bawah.

Aku merangkak keluar diam-diam menuju sumber suara. Sebuah suara menusuk tajam telingaku, suara itu terdengar seperti sesuatu yang tajam diadukan dengan besi. Saat itulah aku tersadar bahwa mereka mencoba melobangi pintu dan masuk kedalam rumah. Aku segera menggeser rak buku dan membarikade pintu masuk. Matahari mulai tinggi namun mereka tidak berhenti berusaha untuk masuk. Mustahil bagiku untuk melawan mereka dengan tangan kosong. Saat itulah aku teringat hadiah yang diberikan ayahku saat ulang tahun ku yang ke 25. Aku bukan penggemar senjata dan tidak pernah menggunakan nya seumur hidup, namun di saat-saat seperti ini, mau tidak mau aku harus menggunakan nya. Aku berlari menaiki dua anak tangga sekaligus dan masuk kedalam ruang tamu dimana aku menyimpan semua hadiah ku tahun ini. Pistol itu masih dalam kotak nya.

Suara-suara itu belum mereda sama sekali, aku mengambil pistol itu dan menyarungkan nya, kemudian memasangkan kait nya ke celana ku. Sekarang aku terduduk di pinggir kasur sambil menimbang beberapa opsi yang aku miliki. Yang pertama adalah mencari tempat untuk bersembunyi. Opsi ini memiliki satu kekurangan yaitu, aku akan terjebak didalam sini jika makhluk-makhluk itu berhasil masuk kedalam. Pilihan kedua adalah melarikan diri keluar, sayangnya aku sama sekali tidak tahu apa mereka akan mengejarku atau masih ada berapa banyak makhluk seperti mereka diluar sana. Ditambah lagi, aku sama sekali tidak punya pengalaman dalam menembak. Jadi, di tempat yang lebih sempit akan menaikkan kemungkinan ku untuk mengenai salah satu dari makhluk itu. Aku memutuskan untuk sembunyi di dalam rumah dan menunggu mereka pergi. Satu-satunya tempat persembunyian yang kupikirkan adalah loteng atas rumahku. Aku berharap tempat itu cukup tinggi untuk dicapai makhluk-makhluk itu. Pintu menuju loteng ada di kamar kedua ku dan beruntung aku baru saja mengecat ruangan itu dan meminjam tangga ayahku beberapa minggu yang lalu. Setelah memikirkan matang-matang aku langsung bergerak.

Aku perlu mengumpulkan makanan dan minuman sebanyak mungkin sebelum naik ke atas sana, tapi aku tidak tahu berapa lama pintu dan barikade itu akan bertahan. Tangga ku berada persis di depan pintu, jadi jika aku telat naik bisa dipastikan aku tidak akan selamat. Aku berlari menuruni anak tangga dan tiba di depan pintu. Lalu aku tersadar bahwa makhluk-makhluk ini tidak hanya mencoba untuk masuk dari pintu saja. Mereka juga berusaha untuk masuk dari jendela. Aku tidak pernah lebih bersyukur lagi karena memasang pengamanan yang sama dengan pintuku. Setidaknya ini akan mengulur waktu untuk beberapa saat. Aku tidak menghabiskan waktu lagi dan langsung berlari menuju dapur.

Aku mengambil tas kosong dan segera mengobrak-abrik seluruh lemari. Aku melempar masuk semua makanan kaleng yang kutemukan dan mengisi semua botol air yang ada sebelum memasukkan juga kedalam tas. Setelah memastikan semua aman aku tidak lupa mengambil pembuka kaleng dan menggendong tas ku, lalu berlari menaiki anak tangga. Terdengar suara jendela pecah dari arah dapur dibelakang ku. Suara itu terdengar seperti salah satu dari mereka berhasil masuk kedalam rumah. Aku tidak perlu menoleh kebelakang dan jujur juga takut, aku berlari sekuat tenaga menuju kamar tidur satunya. Aku membanting pintu di belakangku dan menguncinya, aku tahu pintu tipis ini sama sekali tidak akan menahan mereka. Aku meletakkan tas di lantai dan mengambil tangga yang tergeletak di ujung kamar.

Aku menyejajarkan tangga dengan celah pembukaan loteng dan membuka penutup nya. Suara rusuh dan dentuman langkah-langkah berat makin banyak terdengar di lantai bawah. Tidak banyak waktu lagi! Pikirku dalam hati. Aku mengambil tas dan melemparkan nya keatas sekuat tenaga. Dan detik itulah aku tersadar, aku meninggalkan HP ku di kamar tidurku. Aku berpikir beberapa detik dan memutuskan akan memerlukannya suatu saat. Tetapi tentu saja aku tidak sedang dalam kondisi untuk mengambil keputusan yang tepat. Dengan bodoh nya aku membuka kembali pintu dan bersiap untuk keluar berpikir masih ada waktu tersisa. Sebuah sosok yang berada dibawah tangga membuatku mematung beberapa detik. Otak ku memerintahkan untuk berteriak, tetapi aku bagai orang lumpuh dan tidak ada yang keluar dari mulutku. Mataku beradu pandang dengan matanya, mata yang memiliki tatapan membunuh yang sangat kuat. Tiba-tiba makhluk itu langsung berlari maju menaiki dua anak tangga sekaligus. Aku langsung berlari masuk dan mengunci pintu kamar, makhluk itu menabrak pintu mengeluarkan suara bug yang bergema di satu ruangan. Aku buru-buru menaiki tangga dan dengan sekuat tenaga mengangkat tangga itu keatas loteng. Tangga itu jelas sangat berat, tapi karena adrenalin aku sama sekali tidak merasakan beratnya. Baru saja aku menutup pintu masuk ke loteng, aku mendengar suara pintu kamar dibawah terdobrak terbuka dan makhluk itu berlari masuk. Aku menahan nafas dan menutup mataku dalam kegelapan loteng. Aku bisa mendengar jelas makhluk itu menghancurkan semua benda-benda yang masih tersisa dibawah. Tak berselang beberapa lama, aku mendengar makhluk-makhluk yang lain ikut berdatangan ke dalam kamar. Satu-satu nya hal yang bisa ku lakukan sekarang adalah duduk diam dan tidak bersuara.

avataravatar