7 Chapter 7

Menuju ke Gedung Perusahaan Syalendra Company, Miska memikirkan keterkaitan antara penculik itu dengan kematian Michael. Apakah orang yang menculiknya itu adalah orang yang sama dengan orang yang telah menembak kakaknya?

Memasuki loby perusahaan, Miska berjalan menuju lift seorang diri. saat ia memasuki pintu lift dan akan menekan tombol tiba-tiba seorang pria mengenakan jaket hitam dan juga topi yang melekat dikepalanya memasuki lift tersebut. Miska tidak bisa melihat wajah pria tersebut dikarenakan pria itu menunduk saat memasuki lift.

Pintu lift sudah tertutup dan mulai menaiki lantai tujuan mereka, Miska yang penasaran dengan sosok pria yang berdiri disampingnya pun akhirnya menoleh ke kiri untuk dapat melihat wajah pria tersebut. Tiba-tiba sesuatu mengenai punggung Miska, lelaki tersebut menyodorkan pisau di samping perutnya. Ketakutan mulai melanda Miska, seketika suaranya sulit untuk dikeluarkan.

"Wha…what do you want?" tanya Miska dengan suara bergetar.

"Aku sudah pernah bilang kau tidak akan lolos begitu saja." Ucap lelaki tersebut, Miska yakin orang yang berada disampingnya merupakan orang yang telah menculiknya kemarin.

"Berapa banyak uang yang kau mau?"

Pintu lift terbuka di lantai delapan, lelaki itu menyuruh Miska untuk berjalan keruangannya diikuti oleh pria itu dibelakangnya.

"Selamat pagi nona Miska, hari ini jadwal anda…" Ucapan sekretaris tersebut dipotong oleh Miska dengan mengangkat tangannya pertanda ia tidak mau mendengar ucapan sang sekretaris.

"Aku sedang ada tamu, kau ubah jadwalku hari ini." Ucapnya dengan kepala menunduk masih ketakutan dengan pria yang berada dibelakangnya.

"Baik nona, akan saya ubah jadwal anda hari ini. Apakah anda ingin meminum sesuatu tuan?" tanya Dina kepada lelaki yang sedari tadi hanya menunduk di belakang bosnya itu.

Pria itu kemudian berbisik ditelinga Miska.

"Suruh sekretarismu agar tidak ada yang masuk keruanganmu selama aku masih disini, ata kau akan menerima akibatnya." Bisiknya dengan nada pelan mengancam.

Miska hanya bisa mengangguk menanggapi permintaan pria tersebut.

"Dina tolong jangan biarkan siapapun masuk keruanganku termasuk kau, dan tam uku tidak ingin minum." Ucap Miska dengan wajah datar.

Dina yang merasa aneh dengan situasi ini pun hanya bisa menunduk pertanda ia mengerti.

Setelah kepergian bosnya dan pria yang selalu berada dibelakang bosnya itu hingga memasuki ruangan sang bos, akhirnya Dina bisa bernafas lega sedari tadi ia sangat ketakutan dengan tatapan pria itu, seperti ada sesuatu yang terjadi dengan bosnya.

"Apa jangan-jangan nona Miska terkena hipnotis? Huh… yaampun bagaimana ini, aku yakin sekali nona Miska pasti dihipnotis oleh pria itu, wajahnya begitu datar dan pandangannya juga kosong. Apa yang harus ku lakukan." Ucap Dina berjalan mondar-mandir di sekitaran meja kerjanya, ia tidak bisa menguping pembicaraan dua orang tersebut dikarenakan ruangan tersebut kedap suara.

***

"Apa yang kau inginkan." Teriak Miska saat pintu telah ditutup.

"Tenanglah, kau ini tidak sabaran sekali." Ujar pria tersebut berjalan ke arah sofa.

"Aku mau kotak hitam yang ada pada kakakmu itu."

"Kotak hitam? Apa yang kau maksud? Aku tidak paham." Tanya Miska dengan raut wajah bingung.

"Kau hanya perlu mencari kotak hitam itu dan memberikannya padaku, jika kau tidak berhasil mendapatkannya maka kau akan menerima akibatnya."

"Kotak hitam seperti apa yang kau maksud, hanya kotak hitam? Didunia ini ada banyak sekali kotak hitam, bagaimana aku bisa tahu kotak apa yang kau inginkan."

"Kotak hitam yang berisi senjata, kakakmu telah mencurinya dari kami dan aku mau kau mencarinya."

"Tunggu…jadi ini ada sangkut pautnya dengan kematian kakakku? Kau…kau yang telah membunuh Michael." Ucap Miska dengan sangat emosi, ia berjalan mendekati pria tersebut berusaha untuk memukul pria itu.

Miska mengambil vas bunga yang berada di meja, ia berusaha untuk memukul lelaki itu dengan vas bunga tersebut. Tetapi tenaga pria itu bukanlah tandingannya, vas bunga tersebut berhasil diraih pria itu. Tangan pria tersebut menarik leher miska dan terjatuh di atas sofa.

"Kau mau memukul ku dengan vas itu, asal kau tahu itu tidak akan membuatku terluka apalagi mati hanya dengan vas bunga kecil seperti itu. Ku akui nyalimu kuat juga untuk melawanku, tidak ada yang berani melawanku karena akan berakibat pergi dari dunia ini, dan kau…sepertinya ingin menyusul kakakmu?" Pria itu mengulurkan pisau ke wajah Miska.

Dinginnya pisau tersebut mengenai pipi Miska, ia sangat ketakutan saat ini, tetapi sisi lain dirinya ingin mengalahkan pria yang berada diatasnya ini, ia ingin sekali membunuh pria ini dengan tangannya sendiri.

Tiba-tiba wajah pria tersebut mendekat ke arah wajah Miska, tangan kanannya masih memegang pisau yang saat ini berada di leher Miska, sementara tangan kanannya mengelus permukaan bibir Miska. Saat bibir pria tersebut ingin mencium bibir Miska, kepala Miska menoleh kekiri untuk menghindari ciuman pria itu. Ia tidak sudi memberikan tubuhnya untuk lelaki yang telah membunuh kakaknya.

"Kau tahu, tidak ada wanita manapun yang berani menolakku. Baiklah saat ini aku sedang berbaik hati, maka aku akan membebaskanmu hari ini, dan kau harus mencari apa yang kuminta tadi. Jika tidak kau akan tahu resikonya." Ujar pria itu bangkit berdiri dari atas tubuh Miska dan berjalan keluar ruangan tersebut.

Setelah kepergian pria itu, Miska segera keluar ruangan dengan tergesa. Ia akan meminta sekretarisnya untuk memperketat pengamanan di wilayah perusahaannya.

"Dina, tolong kau tambah penjagaan di wilayah gedung ini, jangan biarkan pria tadi masuk kembali ke kantor ku."

"Bukan kah pria tadi tamu nona Misa? Apa jangan-jangan benar jika pria itu menghipnotis nona? Oh yaampun ini tidak bisa dibiarkan, baik nona saya akan menyediakan lebih banyak orang untuk menjaga keamanan perusahaan."

"Ya terserahmu, intinya jangan biarkan pria itu kembali lagi. pasang CCTV di setiap sudut, saya tidak mau pria itu masuk kembali kesini, jika itu terjadi kau akan ku pecat." Ujar Miska kembali masuk kedalam ruangannya.

"Hah benar dugaanku, ternyata pria itu menghipnotis nona Miska. Aku harus menghubungi jasa keamanan untuk menambah orang lagi." ujar Dina menelpon jasa keamanan.

"Halo, Syalendra Company disini. Saya ingin menambah tim keamanan di wilayah gedung perusahaan, tolong secepatnya." Setelah panggilan telepon terputus, ia kembali mondar-mandir tidak tahu harus melakukan apa.

"Ah aku buatkan saja nona Miska teh hijau."

Setelah selesai menyiapkan teh, Dina mengetuk pintu ruangan Miska. Membuka pintu tersebut, Dina melihat Miska terduduk dilantai sambil memeluk kedua lututnya, ia yakin jika bosnya itu sedang menangis.

"Nona Miska, apa anda tidak apa-apa?"

"Kau pergilah, aku ingin sendiri."

"Baiklah nona, ini saya buatkan anda teh hijau."

"Terimakasih Dina."

Saat langkah Dina hampir tiba di dekat pintu, Miska kembali memanggil Dina.

"Dina, selama kak Michael disini, apakah kau pernah melihat ia menerima kotak?" Ujar Miska dengan nada gugup, ia berharap Dina mengetahui sesuatu.

"Kotak? Tuan Michael sering menerima kotak, tapi itu kotak berkas dokumen, apa kotak itu yang nona maksud?"

"Ehm...ya, dimana letak kotak itu?"

"Biasanya setelah tuan Michael selesai memeriksa berkas, saya akan menyimpannya di ruang arsip."

Ruang arsip? sebaiknya ia melihat keruang arsip, semoga kotak hitam yang dimaksud pria itu ada disana, batin Miska.

"Baiklah kau bisa pergi."

avataravatar
Next chapter