11 Chapter 11

Dua hari menanti kabar dari Melodi yang hingga saat ini tidak dapat Miska hubungi, ia merasa cemas yang berlebihan takut jika adiknya terkena masalah disana. Satu hari sebelum keberangkatan Melodi ke Jepang, Miska mendapat pesan dari nomor tidak dikenal dengan isi pesan ancaman, bahwa permainan baru saja dimulai. Miska tidak tahu apa maksud dari pesan itu, permainan apa yang baru saja mulai. Miska takut jika pesan itu merupakan ancaman dari pria itu.

"Aku harus bagaimana, semoga Melodi baik-baik saja disana." Miska berjalan mondar-mandir sambil menggenggam hp.

Suara ketukan pintu terdengar, Miska melangkah menuju pintu kamarnya.

"Siang nona, ini ada paket untuk nona Miska." Ujar sang asisten rumah tangga.

"Dari siapa?"

"Tidak tahu, hanya ada nama nona Miska disini."

"Baiklah, kau boleh pergi." Ujar Miska menutup kembali pintu kamarnya.

Miska membuka kotak paket itu dengan perlahan, ia melihat isi dari paket itu ternyata syal dengan motif bunga.

"Siapa yang memberikanku syal seperti ini? Heh… tapi sepertinya syal ini tidak asing." Ujar Miska pada dirinya sendiri mengangkat syal itu.

Miska meraih ponselnya, membuka galeri photo saat ia dibandara mengantar adiknya. Di photo itu Melodi mengenakan syal yang sama dengan syal yang saat ini sedang ia pegang. Seketika ia berpikir apa maksud si pengirim paket ini mengirimkan syal yang mirip dengan syal adiknya?

"Jangan-jangan ini syal Melodi? Ada yang tidak beres, aku harus mencari tahu apa maksud dari semua ini." Ujar Miska memasuki kembali syal tersebut ke kotak, ia segera bersiap untuk mencari tahu darimana paket ini berasal.

Melangkah dengan tergesa melewati ruang keluarga, seketika ia terdiam saat mendapatkan chat di ponselnya yang berisikan apakah ia sudah menerima paketnya. Ia yakin yang mengirimnya pesan ini adalah pria itu, pria yang sudah membunuh kakaknya dan yang menculiknya. Apa saat ini Melodi juga diculik oleh pria itu.

"Miska kamu mau kemana?" tanya ibunya menepuk pundak putrinya dengan pelan, karena sedari tadi ia memanggil Miska tetapi tidak ada sahutan.

Seketika Miska terkaget saat merasakan ada yang menepuk pundaknya.

"Oh Mom, hmmm….aku akan keluar sebentar."

"Kamu tidak lupa kan hari ini ada acara, kamu harus hadir sayang."

"Iya mom, aku akan menyusul nanti. Bye mom aku pergi dulu." Ujar Miska mengecup pipi ibunya.

***

Miska pergi menuju tempat pengiriman paket, ia akan mencari tahu siapa yang telah mengirimnya paket itu.

Jalanan di hari weekend kali ini sangat padat, sudah hampir setengah jam ia terjebak macet.

"Ayo dong bergerak." Ucap Miska menyugar rambutnya.

Saat ini kesabarannya mulai menipis, ia takut jika Melodi diculik. Ia tidak tahu harus meminta tolong pada siapa, ia tidak mau meminta tolong pada polisi lagi setelah kejadian malam itu Miska tidak mau lagi berurusan dengan polisi itu lagi.

Setelah lebih satu jam berada dijalanan, akhirnya Miska tiba di tempat jasa pengiriman paket. Ia melangkah menuju pintu masuk, berjalan ke arah resepsionis.

"Selamat siang, ada yang bisa dibantu?" tanya perempuan yang ada dibalik meja resepsionis dengan senyum ramah.

"Siang, saya mau bertanya alamat pengirim paket ini dimana. Tadi pagi saya mendapatkan paket tanpa nama pengirim." Ujar Miska menunjukkan kotak paket yang tadi ia terima.

"Bisa saya lihat paketnya?" tanya perempuan itu meminta izin, langsung saja ia berikan paket itu.

Setelahnya wanita itu melihat layar komputer mencari informasi siapa yang telah mengirimkan paket tersebut.

"Maaf paket ini bukan dari jasa pengiriman kami nona." Ujar wanita itu mengembalikan kotak paket tersebut pada Miska.

"Maksudnya? Bukankah kotak ini dari jasa pengiriman ini?"

"Ya betul ini memang kotak dengan logo jasa pengiriman kami, tapi semua informasi yang ada di paket itu tidak terdeteksi oleh system kami. Di system ini tidak ada paket yang tujuannya ke alamat nona." Ujar wanita itu memberi penjelasan.

"Baiklah, terimakasih." Ujar Miska setelah mendengar penjelasan wanita itu.

Miska berjalan menuju mobilnya, saat ini ia sedang memikirkan siapa yang telah memberinya paket ini, bagaimana bisa kotak paket yang sedang ia genggam ini dikirim melalui jasa kurir pengiriman tetapi tidak terdeteksi.

Miska melihat disamping kantor pengiriman paket itu ada café, ia ingin menenangkan sedikit pikirannya. Meninggalkan mobilnya yang masih terparkir di area pengiriman paket itu.

Miska memilih duduk di meja yang paling ujung yang disampingnya terdapat kaca menampilkan pemandangan kota, Ia memesan green tea latte agar sedikit lebih rilex.

Setelah pesananya tiba, ia menyesap minumannya dengan melihat pemandangan tanpa sadar seseorang duduk di depannya.

Miska baru tersadar kehadiran seseorang yang sedari tadi berada didepannya saat pelayan datang membawakan pesanan orang tersebut.

"Kau? Sedang apa disini?" tanya Miska dengan raut wajah bingung.

"Sedang makan." Jawab pria itu mengambil sendok dan memasukkan makanannya kedalam mulut.

"I know, tapi ini meja ku. Bukankah masih banyak meja kosong lainnya?" jawab Miska melihat sekeliling café yang masih terdapat banyak meja kosong.

"Ya, tadinya aku duduk disana, tapi aku melihatmu sendiri disini sedang termenung. Ku pikir kau butuh teman." Jawab pria itu menunjuk meja yang dekat dengan pintu masuk.

"Aku yakin kau memang bukan polisi, ini masih jam kerja dan kau malah ke café. Apakah tidak ada lagi penjahat yang bisa kau tangkap?"

"Aku manusia butuh makan, tidak akan maksimal jika menangkap penjahat saat perut kosong."

"Ya terserahmu saja lah." Ujar Miska melihat pemandangan kembali, ia tidak ingin melihat wajah Randy.

Setelah menghabiskan makanannya, Randy kembali melihat Miska yang masih termenung menatap pemandangan kota.

"Kau memikirkan apa? Serius sekali melihat pemandangan." Sindir Randy yang juga melihat pemandangan kota.

"Jika kau sudah selesai makan pergilah, aku tidak ingin melihatmu." Ujar Miska melihat meja dengan piring yang sudah kosong menandakan bahwa Randy telah menghabiskan semua makanannya.

"Kau mengusirku? Aku kasihan melihatmu sendiri seperti ini, mungkin kau ingin bunuh diri. jadi aku akan disini agar kau tidak jadi bunuh diri."

"Pikiranku tidak sedangkal itu untuk bunuh diri. Oh rasanya aku ingin membunuh seseorang, bisakah aku mebunuh mu terlebih dahulu?" Miska menyugar rambutnya hingga berantakan.

"Kau ada masalah apa? Kau bisa menceritakannya padaku."

"Tidak ada. Baiklah teh ku sudah habis, aku pergi." Ucap Miska meraih tas nya dan berdiri.

Baru saja akan melangkah melewati Randy, tiba-tiba tangannya digenggam oleh Randy.

"Ceritakan masalahmu, aku tahu kau sedang memiliki masalah." Ucap Randy masih menggenggam tangan Miska.

Miska melihat kerarah tangannya yang masih digenggam Randy, seketika air mata yang sedari ia tahan keluar begitu saja dihadapan Randy, entah mengapa kali ini ia tidak bisa menahan air matanya.

Saat melihat wanita yang ada di depannya menangis, Randy langsung memeluk wanita itu berusaha untuk menenangkannya.

"Sudah tenanglah, jangan menangis seperti itu nanti orang-orang berpikir aku yang membuatmu menangis." Ujar Randy masih mengelus punggung Miska.

Randy menuntun Miska untuk duduk kembali, ia mengusap kepala wanita itu.

"Jadi sebenarnya kau ada masalah apa? Jika tidak keberatan kau bisa menceritakannya pada ku, mungkin aku bisa membantumu." Entah mengapa ia tidak tega melihat Miska menangis seperti itu.

"Tidak, kau tidak akan bisa membantu ku." Ucap Miska menghapus air matanya.

"Apakah masalah lelaki yang telah menculikmu itu?" Tebak Randy melihat raut wajah Miska yang kembali sendu.

Sementara pikiran Miska mulai berkecamuk memikirkan apakah ia harus memberi tahu pada Randy mengenai paket yang pagi tadi ia terima, tapi apakah lelaki didepannya ini akan membantunya. Ia belum ada bukti jika adiknya memang diculik.

"Hmm… tidak perlu, itu akan membuang waktumu. Aku bisa mengatasinya sendiri." Ucap Miska agar terlihat tegar.

"Aku tidak yakin. Jadi apa lagi yang dilakukan pria itu padamu? Siapa lagi yang menjadi sasaran pria itu?" tanya Randy sesaat setelah meja mereka dibersihkan oleh pelayan.

"Aku tidak yakin apakah adik ku diculik dengan lelaki itu, tapi satu hari sebelum keberangkatan adik ku ke Jepang pria itu mengirim pesan ancaman padaku. Hari ini aku mendapatkan paket yang berisikan syal yang dikenakan Melodi saat berangkat ke Jepang. Aku takut sekali jika adik ku diculik." Ucap Miska kembali menangis mengingat wajah adiknya.

"Sudah tenanglah, belum tentu adikmu diculik. Apakah kau sudah menghubungi adikmu?"

"Sudah tapi tidak bisa, aku sangat takut."

Ponsel Miska bergetar, panggilan masuk dari nomor tidak dikenal, segera ia mengankatnya. Belum sempat ia berbicara, seseorang yang berada di sambungan teleponnya menyerbunya.

"Sudah ku bilang jangan pernah temui pria itu lagi, tapi kau tidak mendengarkanku huh. Kau akan tahu akibatnya." Ucap pria yang berada disambungan teleponnya.

"Ahhhhhh….kakak…tolong aku." Terdengar suara wanita diseberang sana, Miska yakin bahwa itu suara Melodi.

"Kau apakan adik ku bajingan, lepaskan adik ku. Ku mohon lepaskan dia." Ucap Miska sambil menangis masih menempelkan ponsel ditelinganya. Panggilan pun terputus.

"Tenang, kau harus tenang." Ucap Randy mengelus punggung Miska saat wanita itu menangis dengan kencang.

"Bagaimana aku bisa tenang, adik ku diculik." Ucap Miska dengan emosi.

Ia berdiri melangkah keluar café menuju mobilnya. Saat mendekati mobilnya, tangan Miska di raih oleh Randy.

"Kau tidak boleh mengendarai saat sedang emosi." Ucap Randy meraih kunci mobil Miska.

"Masuklah aku akan mengantarmu."

"Antar aku ke bandara sekarang juga." Ucap Miska saat ia memasuki mobil.

"Apa kau gila? Kau sedang berurusan dengan penjahat."

"Lalu aku harus apa? Diam saja setelah tahu adik ku diculik?"

"Itu urusan kepolisian, aku akan menghubungi polisi disana."

"Aku tidak butuh bantuanmu, aku akan menyelesaikannya sendiri."

"Kau gila."

"Ya aku gila, sekarang anta raku ke bandara."

"Tidak, aku akan mengatarmu ke rumahmu." Ucap Randy tanpa mau mendengarkan ocehan Miska.

avataravatar
Next chapter