10 Chapter 10

Duduk di kursi pojok yang ada di cafe, Randy dan Andre menyesap kopi mereka dengan tenang menikmati sejuknya malam.

"So, ada apa kau mengajak ku kesini, kita sudah seperti sepasang kekasih yang sedang berkencan." Ejek Andre melihat kesekeliling café.

"Reina berulah lagi." Ucap Randy setelah menyesap kopinya.

"Come on, bro. kau terlalu buta dengan wanita itu, aku sudah bilang dia bukan wanita baik." Ucap Andre yang sudah muak mendengar curhatan sahabatnya.

"Ya terserahmu mau bilang dia apa, sepertinya kali ini aku tidak bisa lagi untuk membelanya."

"Wow…kau kerasukan? Kenapa tiba-tiba kau menjadi pasrah seperti ini?"

"Entahlah sepertinya kadar cintaku padanya sudah berkurang."

"Apa karena wanita yang kau tolong itu?" tanya Andre penasaran.

"Siapa? Aku banyak menolong wanita akhir-akhir ini." Ucap Randy dengan wajah datarnya.

"Maksudku wanita yang menjadi korban penculikan itu."

"Hmm…tidak, aku tidak memiliki perasaan kepadanya.��

"Benarkah? Berarti jika aku mendekatinya kau tidak akan marah kan?"

"Terserah kau, emangnya aku siapanya wanita itu? Tapi aku yakin kau pasti di tolaknya." Ucap Randy dengan tertawa pelan.

"Maksudmu dia sudah memiliki kekasih?"

"Entah lah, aku tidak tahu. Oke lupakan pertanyaanmu itu, ada hal lain yang ingin ku bicarakan padamu." Ucap Randy membenarkan posisi duduknya.

"Apa itu?"

"Kau tahu tadi di luar club aku melihat wanita itu di tarik oleh seorang lelaki." Ujar Randy mengingat kejadian yang dialami Miska.

"Apa…calon pacarku ditarik lelaki, siapa dia? beraninya pria itu." Ujar Andre menggebrak meja dengan pelan.

"Aku tidak tahu siapa pria itu, tapi sepertinya pria itu adalah pria yang sama yang telah menculik dan membunuh Michael, abangnya."

"Maksudmu? Pria yang sedang kita cari karena kasus penculikan Miska merupakan orang yang sama yang telah membunuh kakaknya?"

"Yapss, itu asumsi Miska. Kita perlu membahas kasus ini lebih rinci kepada ketua." Ujar Randy menyesap kembali kopinya.

"Tapi kasus kematian Michael itu kan sudah ditutup, kita tidak bisa membukanya kembali."

"Kita akan mencari bukti-bukti yang kuat untuk membuka kasus itu kembali."

"Kau tahu apa resikonya jika kita membuka kasus itu kembali. Tunggu, ini cukup aneh karena setahu ku pihak keluarganya sendiri yang meminta kasus kematian Michael ditutup." Ucap Andre berusaha mengingat kasus yang pernah ia tangani.

"Ya, itu yang sedang ku pikirkan. Kasus ini pihak keluarganya yang meminta untuk ditutup, lalu tiba-tiba anggota keluarga mereka ingin kasus ini dibuka kembali, seperti ada sesuatu yang ganjal." Ucap Randy membuat pola-pola di atas selembar tisu dengan pulpen.

"Baiklah besok kita bicarakan kasus ini dengan ketua." Ujar Andre menghabiskan sisa kopinya.

***

Pagi yang cerah menghiasi awan-awan diatas langit, menghembuskan angin sejuk ke dasar bumi. Miska menyusuri taman belakang rumahnya, ia melihat kedua orangtuanya duduk menatap pemandangan sekitaran rumahnya.

"Mom, Dad. Sepertinya kalian sangat menikmati pemandangan sampai tidak sadar aku berada disini?" ucap Miska duduk diantara kedua orangtuanya.

"Hmm…maaf sayang Mommy tidak melihat kau disini. Kau mau pergi kemana?" tanya Almira pada putrinya. Sementara ayahnya hanya terdiam mengulas senyum saja, sudah hampir empat tahun sang ayah mengalami stroke.

"Aku akan mengantar Melodi ke bandara, ia akan tugas ke Jepang." Ujar Miska pada orantuanya.

"Ohiya Mom lupa hari ini ia keluar negeri, baiklah hati-hati dijalan ya sayang." Ucap ibunya mengelus kepala putrinya.

"Ohiya beritahu Melodi untuk menjumpai Mommy sebelum pergi."

"Siap bu boss hehe." Miska mengangkat tangannya seolah sedang memberi hormat kepada orangtuanya.

"Baiklah Mom, Dad aku ke atas dulu." Miska memeluk kedua orangtuanya, hingga berlalu memasuki rumahnya menuju ke lantai atas kamar adiknya.

"Hei kau belum siap? Nanti kau akan ketinggalan pesawat." Ujar Miska pada Melody yang masih Menyusun bajunya kedalam koper.

"Sebentar lagi, kau turunlah terlebih dahulu aku akan menyusul." Ucap Melodi sambil menutup kopernya.

"Cepatlah turun dan temui Mom dan Dad sebelum pergi."

"Ya ya aku tahu."

***

"Pagi Dad, Mom. Hari ini aku akan pergi ke Jepang." Ucap Melodi mencium pipi kedua orangtuanya dan meminta izin kepada mereka.

"Ya Mom sudah tahu, kamu berapa hari disana?"

"Satu minggu, ada seminar kedokteran disana dan ada beberapa pekerjaan."

"Hati-hati disana, hubungi kami jika kau mengalami masalah disana."

"Mom, bisakah aku tidak menggunakan kekuasaan keluarga? Ini hanya acara kecil, aku tidak perlu bantuan." Ucap Melodi kesal karena keluarganya selalu mengandalkan kekuasaan, ia merasa terasingkan saat bersama teman-temannya saat mereka tahu bahwa ia anak dari konglomerat Syalendra.

"Baiklah…baiklah, ku rasa sudah cukup. Waktu kita tidak banyak kau akan ketinggalan pesawat nanti." Ujar Miska melihat jam tangannya.

Miska dan Melodi keluar menuju mobil yang sudah disediakan sopirnya. Hari ini ia akan mengemudikan mobilnya sendiri, ada sesuatu yang ingin ia sampaikan kepada adiknya.

"Bagaimana pekerjaanmu? Mengalami kesulitan?" tanya Miska membuka topik pembicaraan saat mobilnya sudah bergerak menyusuri jalanan.

"Yeah…begitu saja, membantu orang sakit membuatku merasa senang." Ucap Melodi melihat kearah jalanan.

"Bagaimana dengan pekerjaanmu dikantor? Apakah menyenangkan?" tanya Melodi melihat kakaknya mengemudikan dengan serius.

"kau tahu jawabannya, ini bukan diriku. Tapi apa boleh buat aku harus melakukannya, kalau tidak kau akan hidup dipinggir jalan." Ucap Miska tertawa melihat adiknya.

"Sialan kau, aku masih bisa hidup dengan gajiku."

"Kalau kau lupa, akan ku ingatkan kau bahwa rumah sakit tempatmu bekerja merupakan bagian dari bisnis Syalendra."

"Hufttt….Aku merasa berat membawa nama Syalendra kemana-mana, bisakah aku mendapatkan lelaki biasa saja." Ujar Melodi menatap jalanan. Ia tahu pemikiran adiknya sangat general, adiknya tidak ingin kekayaan keluarganya menjadi penghalang untuknya bergaul.

"Aku ingin kau berhati-hati, jika kau merasa ada yang mengikutimu hubungi aku secepatnya." Ucap Miska saat mereka sudah tiba di parkiran bandara, ia memberi peringatan kepada adiknya. Miska tidak ingin jika adiknya mengalami hal yang ia alami kemarin.

"Kau kenapa? Masih takut dengan penculikan itu? Temanku seorang psikiater, aku akan menghubunginya agar menanganimu. Aku tidak mau trauma mu menjadi berkepanjangan." Ujar Melodi mengelus tangan kakaknya.

"No, aku benar memberi peringatan padamu. Tolong dengarkan aku baik-baik jika kau merasa ada yang mengikutimu berlarilah ke tempat yang ramai, hubungi aku secepatnya." Miska menggenggam kedua tangan adiknya, hari ini perasaannya sangat tidak karuan. Semalaman ia tidak tidur memikirkan adiknya yang akan jauh dari jangakauannya.

"Kak tenanglah, tarik nafas. Aku akan baik-baik saja, saat tiba di Jepang aku akan menghubungimu. Kau tenang saja jangan memikirkan hal lain."

"Baiklah, kalau begitu kau masuk aku akan disini sampai pesawatmu terbang."

"Aku belum pergi tapi rasanya sudah sangat merindukanmu." Melodi memeluk erat kakaknya, hingga mereka terpisah karena harus check in. Miska berdoa semoga perasaan buruknya salah, ia berdoa agar adiknya selamat selama di Jepang.

avataravatar
Next chapter