1 Wanita Penghibur

"Apa kau serius ingin menjadi wanita penghibur di sini?" tanya seorang wanita berpakaian tipis yang menatap Namara dengan tajam.

Tubuhnya molek, wajahnya cantik. Mata dan rambutnya hitam kelam. Namara yakin wanita itu murni berasal dari darah klan Sayap Hitam.

"Ya." Namara mengangguk yakin. Tidak ada keraguan sedikit pun di wajahnya.

Wanita bertubuh molek yang bernama Verna itu mulai mendekati Namara. Dia menyentuh rambut, wajah dan pundak Namara sambil memeriksa apakah ada cacat atau tidak.

"Matamu terdapat corak keemasan. Rambutmu merah. Kau berasal dari klan Matahari?" tanya Verna menyelidik.

Namara menunduk dan mengangguk pelan.

Verna berdecih. Dia tidak terlalu menyukai wanita dari klan lain. Namun, karena Namara memiliki penampilan mendekati sempurna maka dia memberi sedikit toleransi.

"Aku tidak menyukai wanita dari klan lain, tapi kau akan kuloloskan hari ini," kata Verna sambil mencatat sesuatu di kertas.

Namara menghela napas lega. Setidaknya dia sudah membuat langkah kemajuan hari ini. Perjalanan jauhnya tidak sia-sia.

"Jangan senang dulu. Aku akan memeriksa satu hal lagi," sela Verna. Tangannya tiba-tiba bergerak meremas pantat Namara tanpa izin.

"Kau …." Namara langsung melebarkan mata. Dia hendak menjauh, tetapi Verna menahan tangannya dan mencengkeram dengan kuat.

"Jangan munafik! Untuk apa kau mendaftar menjadi pelacur jika enggan dijamah orang lain?" Verna mencemooh. Dengan tanpa tahu malu tangannya mendarat di dada Namara dan merabanya.

"Ukuranmu cukup bagus. Baiklah, kau akan menjadi Nona 17 di tempat ini," kata Verna sambil mengulurkan sebuah token batu yang terukir angka 17 di permukaannya.

Kedua tangan Namara mengepal erat. Hatinya dipenuhi amarah. Namun, dia tidak bisa membuat permusuhan dengan Verna. Dia tidak bisa meninggalkan tempat ini.

Dia harus rela menjadi seorang … pelacur.

"Kenapa kau hanya diam?! Cepat terima ini!" teriak Verna yang merasa tidak sabar.

Namara memadamkan emosinya dan segera menerima token itu. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?"

"Apa kau masih perawan?" tanya Verna.

"Aku belum pernah melakukan itu."

"Bagus!" Verna bersorak. Kemudian dia menjentikkan jari hingga asap hitam keluar dari sela jari-jarinya. Itu adalah sihir rendahan untuk memanggil seseorang.

Tak selang lama, seorang wanita lain muncul. Dia mendekati Verna dan menunduk hormat.

"Antarkan wanita ini ke kamar nomor 17. Pilihkan pakaian yang lebih terbuka dan … kau pasti tahu apa yang harus kau lakukan," kata Verna.

"Baik." Wanita itu mengangguk lalu segera meminta Namara agar mengikutinya.

Namara berjalan mengikuti wanita itu masuk ke bangunan tinggi yang entah memiliki berapa tingkat. Nuansa di sana sangat gelap dan minim pencahayaan.

Di depan sana merupakan ruangan luas yang terdapat satu kursi kebesaran dan beberapa kursi kecil di sampingnya. Ruangan luas itu dikelilingi oleh beberapa kamar yang masing-masing diberi nomor urut.

Seperti inikah rumah pelacuran?

Namara mengikuti wanita itu naik ke tangga melingkar yang menuju ke lantai berikutnya. Pilar-pilar besar dan tinggi bisa dia lihat, kokoh dan penuh ukiran gelap.

"Siapa namamu?" tanya wanita itu.

"Namara."

Wanita itu mengangguk. "Kau bisa memanggilku Ilene," ucapnya. "Dan kau bisa bertanya padaku jika tidak mengerti tentang sesuatu."

"Baik." Namara mengangguk.

Kemudian mereka pun tiba di depan kamar yang pintunya tertutup rapat. Terdapat angka 17 yang tertulis di bagian atasnya.

Ilene membuka pintu itu hanya dengan jentikan jari. "Masuklah."

Namara mengambil napas dalam-dalam sambil menguatkan tekad. Jika dia masuk ke ruangan itu berarti dia resmi memasuki lingkaran hitam yang penuh dengan lumpur kegelapan.

Namara mengambil langkah. Akhirnya dia masuk ke kamar tersebut. Kamar yang akan menjadi tempat baginya untuk memberikan pelayanan.

"Tunggu di sini sebentar," pesan Ilene sebelum melangkah pergi. Beberapa saat kemudian dia muncul lagi membawa beberapa pakaian yang terlipat rapi.

"Kau akan memakai ini mulai dari sekarang."

Mau tidak mau Namara menerimanya. Dia tidak memiliki pilihan untuk menolak.

"Berbaringlah," pinta Ilene.

"Berbaring?" Namara tidak mengerti. Untuk apa?

Ilene langsung menarik Namara ke tempat tidur dan membaringkannya. Kemudian tanpa mau menerima penolakan, dia langsung memijat telapak kaki Namara.

"Ilene, kau tidak perlu ...." Namara langsung terdiam. Dia merasakan arus aneh yang merambat dari telapak kaki dan naik ke pangkal pahanya.

"Apa yang ...."

Tubuh Namara bergetar. Bagian kewanitaannya mulai berdenyut-denyut tidak keruan. Dia mencengkeram kasur dan tanpa sadar mulutnya meloloskan desahan kecil.

Namara segera membungkam mulutnya dengan telapak tangan. Wajahnya merah padam menahan malu. Bagaimana dia bisa mendesah hanya karena pijatan Ilene?

"Aku tahu bagaimana rasanya," ucap Ilene. Dia melepaskan kaki Namara dan asap hitam menguap pergi dari sana.

Namara baru mengerti. Sepertinya Ilene baru saja menggunakan sihir yang entah untuk apa.

"Aku baru memeriksa keperawananmu. Kau memang masih suci."

Namara menggigit bibirnya. Dia baru tahu ternyata kaum dari klan Sayap Hitam bisa memeriksa keperawanan seseorang menggunakan kekuatannya. Ini mengerikan.

"Aku pergi sekarang. Jika kau butuh sesuatu temui aku di lantai bawah," ucap Ilene.

"Tunggu!" Namara menahan tangan Ilene. "Kudengar sebulan lagi ada pemilihan Wanita Eros."

Ilene menatap Namara dengan serius. "Itu benar."

Pemilihan Wanita Eros adalah seleksi yang dilakukan untuk memilih budak seks yang akan dibawa pulang oleh Tuan Eros, putra ke dua dari kepala Klan Sayap Hitam.

"Apa kau akan mendaftar menjadi budak seks Tuan Eros?" tanya Ilene.

Sebelum Namara bisa menjawab mereka mendengar teriakan seseorang dari lantai bawah. "Tuan Eros Datang!"

"Pemilihan Wanita Eros adalah hal yang mengerikan. Dia akan secara pribadi memeriksa dan terkadang ... itu akan menyiksa. Kuharap kau tidak akan ikut."

Ilene menatap Namara penuh arti. Setelah itu dia langsung melangkah pergi dengan cepat.

Namara menyipitkan mata melihat kepergian Ilene. Dia berjalan keluar kamar hingga tiba di sisi pagar lantai dua. Pandangannya fokus ke lantai bawah.

Dia bisa melihat Verna yang berjalan masuk ke ruangan luas bersama dengan beberapa pria berjubah hitam yang memakai tudung kepala. Di antara pria-pria itu ada satu pria yang tidak mengenakan tudung kepala.

Pria yang satu itu duduk di kursi kebesaran.

Sayang sekali pencahayaan di sana sangat buruk. Namara tidak bisa melihat penampilan pria itu dengan jelas.

Dari tempatnya berdiri, hanya siluet tubuh pria itu yang terlihat.

"Eros adalah pria yang banyak diinginkan wanita di sini." Tiba-tiba Namara mendengar suara seorang wanita dari belakang. Dia langsung menoleh.

Seorang wanita berambut hitam lurus berjalan mendekatinya. Matanya yang hitam terasa lembut dan hangat.

"Pria itu adalah ... Eros? Putra ke dua kepala Klan Sayap Hitam?" tanya Namara.

"Ya." Wanita itu mengangguk.

Perasaan Namara menjadi tegang dan penuh antisipasi. Akhirnya hari ini dia berhasil menemukan Eros. Tujuannya kini sudah selangkah lebih dekat.

"Pria itu adalah misteri. Setiap wanita yang dibawa pulang olehnya pasti akan berakhir buruk. Kurasa dia pria yang kejam," ujar wanita itu.

"Berakhir buruk bagaimana?" Namara merasa ingin tahu.

"Ada beberapa yang kehilangan jari-jarinya, kehilangan bola matanya dan ... atau bahkan kehilangan nyawanya." Wanita itu menjelaskan.

"Eros adalah pemilik ketampanan tiada akhir. Di antara keturunan Midas, hanya dia yang paling sempurna. Mungkinkah itu alasan kenapa kalian ingin tidur di ranjangnya?"

Namara diam. Dia mengalihkan pandangannya ke lantai bawah, pada sosok Eros. Diam-diam sorot matanya menajam. Ada banyak kebencian dan kebencian yang tersembunyi.

"Bukan karena penampilannya. Lebih tepatnya karena Eros adalah … kunci kedamaianku," gumam Namara yang hampir tidak terdengar oleh siapa pun.

Saat itulah tiba-tiba Eros mengangkat kepala dan mendongak menatap persis ke arah tempat di mana Namara berada.

Namara tertegun. Dia tidak bisa memastikan apakah pria itu sedang menatapnya atau tidak. Namun, tubuhnya mulai terasa dingin dan kaku. Rasanya seperti ada bilah tajam yang mengarah tepat ke jantungnya.

Namara sontak melangkah mundur hingga wanita yang ada di sebelahnya itu menjadi heran. "Ada apa?"

Namara menggelengkan kepala sedikit linglung. Rasa dingin dan kaku itu sudah menghilang. Apa ini hanya perasaannya saja yang berlebihan?

avataravatar
Next chapter