6 Sayap Hitam

Wanita yang menghadang Namara langsung melihat siapa yang sedang mengejar Namara. Setelah melihat pria itu dia langsung mendesah lega.

"Tuan Thenus ...." Wanita itu langsung mendekati pria sialan yang ternyata bernama Thenus.

"Kenapa Tuan mengejarnya? Aku sudah menunggu Tuan di kamar sejak tadi. Apa mungkin Tuan sudah salah kamar?" tanya wanita itu yang langsung memegang lengan Thenus.

"Aku salah kamar?" Thenus mengerutkan keningnya tidak yakin.

"Ya, Tuan. Aku adalah wanita yang sudah memiliki janji dengan Tuan," ucap wanita itu yang kemudian mendaratkan tangannya di dada bidang Thenus sambil meraba dengan cara yang sensual.

Thenus merasa tergiur dengan sikap nakal wanita itu. Sekarang dia tidak peduli lagi dengan Namara. Wanita di depannya itu sudah mengalihkan pikirannya dan menggodanya untuk segera bersenang-senang.

"Tuan, ikut denganku sekarang. Biar kutunjukkan kamar yang benar," ucap wanita itu dengan suara yang dibuat semenarik mungkin.

Menggelikan.

Namara akhirnya bisa bernapas lega setelah melihat Thenus pergi bersama wanita itu. Dia menutup matanya sejenak dan langsung berlari kembali ke kamar.

Jika tidak ada wanita itu, dia tidak bisa membayangkan bagaimana akhirnya. Tempat ini ternyata bisa sangat menakutkan.

Namara segera menutup pintu kamar rapat-rapat. Namun, bekas dobrakan Thenus membuat pintu itu rusak.

Sialan!

Dengan perasaan kesal Namara mulai mengganti pakaian. Kali ini untungnya tidak ada masalah lagi. Sekarang dia ingin tertidur dan melupakan apa yang baru saja terjadi.

Namun, rasa kantuknya sama sekali tidak datang. Jujur saja dia merasa cukup takut seandainya ada pria semacam Thenus yang menerobos masuk ke kamar. Dia benar-benar tidak bisa tidur.

Namara akhirnya melangkah ke tepi jendela. Angin malam langsung menerpa kulitnya yang hanya berbalut pakaian tipis. Terkutuklah Ilene yang sudah memberikan semua pakaian tipis padanya!

Bulan yang sudah hampir penuh mulai menampakkan diri di langit yang dipenuhi taburan bintang. Cahayanya turun menimpa tubuh Namara dengan lembut.

Di bawah sorotan cahaya bulan itu, sosok Namara terlihat semakin cantik dan bersinar. Rambut hitam kemerahannya menjadi semakin berkilauan.

Namara menatap tepat ke bulan dengan ekspresi yang sulit diartikan. Selama beberapa saat dia hanya diam termenung. Setelah beberapa saat barulah dia kembali masuk.

Dia mengambil tas kecil yang dibawa sejak perjalanannya meninggalkan klan Matahari. Tas kecil itu dibuka dan memperlihatkan sebuah buku kecil yang cukup tebal. Di sampulnya tertulis namanya sendiri yang diapit dengan pola tertentu.

Itu adalah buku yang masih sering dipertanyakan apa fungsinya. Jika dibuka sebenarnya isinya hanya halaman kosong. Tidak ada tulisan apa pun.

Dulu orang tuanya pernah memberi tahunya bahwa buku itu adalah bagian dari kelahirannya. Jadi dia sama sekali tidak boleh menghilangkannya. Namun, dia tidak tahu apa yang spesial dari buku itu.

Namara mencoba menerawang dengan cahaya lampu sihir yang tertempel di dinding. Tetap saja tidak ada apa pun yang terlihat.

Dia membuang napas kasar lalu kembali menyimpan buku itu. Ketika hari menjelang pagi barulah rasa kantuknya datang. Dia pun segera menjatuhkan diri ke tempat tidur dan menutup mata barang beberapa jam.

***

Tiga hari sudah berlalu. Dengan alasan sakit punggung akibat cambukan, Namara bisa terbebas dari Verna. Wanita itu bahkan tidak mengunjunginya sama sekali. Hanya Ilene yang datang sesekali.

Hari ini adalah jadwal kedatangan Eros menurut jadwal yang Xanda katakan. Namara berdiri di tepi jendela sambil mengamati keadaan di luar sana.

Bangunan ini berada di pusat kota sehingga ada banyak keramaian yang dilihat. Beberapa kali dia melihat kuda yang berlalu hilir mudik, ada juga beberapa pedagang yang berjualan di pinggiran.

Sebenarnya itu cukup buruk. Karena jalanan di sana hanyalah tanah kering tanpa penutup, maka ketika seekor kuda lewat debu-debu pun langsung beterbangan.

Namara hanya menggeleng menyaksikan itu. Dia hendak berbalik pergi, tetapi tiba-tiba matanya menangkap pemandangan yang cukup membuatnya terdiam.

Di langit yang cerah, beberapa makhluk bersayap tampak melesat dengan sayap hitam yang mengepak. Namara tertegun melihat sosok yang terbang di garis terdepan.

"Eros ...." Tanpa sadar Namara menggumamkan nama itu. Dia melihat Eros yang terbang dengan cepat menuju bangunan ini. Sayap hitamnya membawa dominasi kuat bahkan jika Namara hanya melihatnya dari jarak jauh.

Seperti namanya, klan Sayap Hitam. Jika seseorang dari keturunan klan ini menginjak usia 17 tahun maka mereka akan mulai menumbuhkan sepasang sayap berwarna hitam.

Namun, itu tidak berlaku untuk orang-orang yang hanya sebatas tinggal di wilayah klan. Sayap hitam hanya tumbuh bagi mereka yang memang memiliki darah dari keluarga besar klan Sayap Hitam.

Namara mengamati sosok Eros dengan teliti. Harus diakui dengan sayap hitam itu, Eros memang terlihat jauh lebih ... haruskah Namara menyebutnya tampan? Ya, seperti itulah.

Tidak bisa dipungkiri, Eros memang memiliki paras yang luar biasa. Sangat pantas jika Xanda mengatakan bahwa Eros adalah pemilik ketampanan tiada akhir. Namara sendiri belum pernah melihat pria yang lebih tampan dari Eros.

Namun, itu bukan berarti Namara akan mengaguminya. Tidak. Bahkan jika Eros akan lebih tampan berkali-kali lipat dari sekarang, dia tetap akan menggunakan pria itu sebagai jalan pembalasan dendamnya.

Ketika orang-orang di bawah sana melihat kedatangan rombongan Eros, mereka langsung menunduk tanpa berani mendongak. Mereka terlihat takut.

Namara tidak tahu kenapa mereka bertindak seperti itu. Dia sedikit menyembunyikan diri dan terus mengamati Eros secara diam-diam sampai pria itu mendarat di depan bangunan ini.

Baru sekarang Namara menyadari ada seorang wanita berwajah kuyu yang dipegangi oleh bawahan Eros. Namara tidak bisa melihat dengan jelas, tetapi wanita itu terlihat sangat menyedihkan dengan penampilannya yang berantakan.

Mereka bergerak memasuki bangunan. Namara segera berlari keluar kamar dan kembali mengintai mereka dari tepi pagar lantai atas. Kali ini dia tidak membiarkan emosinya terlihat.

Sebisa mungkin dia menjaga agar perasaannya tetap tenang tanpa menyimpan kebencian yang terpancar. Dia takut Eros akan merasakannya seperti terakhir kali.

Dari tempatnya berdiri, Namara bisa melihat Verna yang langsung menyambut kedatangan Eros. Seperti saat itu, Eros pun kembali duduk di kursi kebesaran yang disediakan.

Verna menatap wanita kuyu yang dibawa oleh bawahan Eros. Matanya menyiratkan banyak keterkejutan. "Tuan, kenapa ...."

"Aku ingin mengembalikan jalang itu," ucap Eros dengan dingin.

Verna merasa cukup gugup. "Apa Tuan akan memilih penggantinya sekarang? Maaf, tapi itu benar-benar tidak bisa dilakukan sekarang. Hanya ada 18 wanita yang baru disiapkan," ucap Verna dengan sedikit takut.

"Tidak sekarang. Aku menunggu sampai waktu yang sudah disepakati."

"Baik."

Verna akhirnya merasa cukup lega. Dia mendekati wanita bekas budak seks Eros dan membisikkan sesuatu yang tidak bisa Namara dengar. Dia hanya bisa samar-samar melihat ekspresi kosong pada wanita asing itu.

Setelah itu Verna mengalihkan pandangannya sambil mencari ke segala arah. Kemudian tatapannya menyapu ke lantai atas sebelum akhirnya berhenti di Namara.

"Namara! Turun dan bantu Ananme ke kamar!" perintah Verna dengan keras.

Apakah Ananme adalah nama wanita itu? Kenapa Verna harus menyuruhnya agar membantu Ananme?

Namara menelan ludahnya. Entah kenapa dia merasa sedikit gugup. Dia masih ingat dengan peringatan Eros terakhir kali. Sekarang dia akan muncul di depannya. Semoga Eros sudah lupa dengan konflik mereka sebelumnya.

avataravatar
Next chapter