5 Melarikan Diri

"Eros tidak menyukai wanita yang agresif."

"Eros adalah pria yang ingin menjadi dominan."

"Eros menyukai anggur, tetapi tidak akan mabuk dengan mudah."

"Eros juga menyukai sanjungan, tetapi bukan yang berlebihan sampai tidak nyata."

"Eros tidak menyukai bau-bauan yang menyengat. Daripada menggunakan aroma buatan dia lebih menyukai aroma tubuh yang alami."

"Dan yang paling penting, Eros tidak akan melakukan hubungan seks dengan wanita bekas orang lain."

Xanda menatap Namara dengan serius. "Itu berarti kau harus mencari cara untuk menjaga kesucianmu selama satu minggu ini."

Namara mengangguk mengerti. Mungkin ini akan sulit. Namun, dia akan mencoba menerapkan semuanya.

"Eros memiliki jadwal kedatangan setiap tiga hari sekali. Kau harus memerhatikan setiap kedatangannya dengan baik. Siapa tahu ada hal lain yang bisa kau temukan," ucap Xanda.

Lagi-lagi Namara mengangguk. Kemudian dia bertanya, "Xanda, Eros memiliki reputasi yang buruk di benua Saint Kingglen ini. Apa itu memang benar?"

Xanda terkekeh. "Reputasi yang buruk? Kau bisa lihat sendiri, apa pria yang baik akan datang berkali-kali ke tempat seperti ini?"

Namara menggeleng.

Xanda tersenyum. "Kepala klan Sayap Hitam atau Tuan Midas hanya memiliki dua orang putra, sisanya merupakan beberapa orang putri. Putra pertamanya sudah ditentukan menjadi pewaris klan selanjutnya."

"Mungkin Eros sudah putus asa karena tidak akan menjadi penguasa klan berikutnya sehingga dia melampiaskan semuanya dengan cara seperti ini," tebak Xanda.

Itu cukup masuk akal.

"Namun, jangan sesekali menunjukkan belas kasihan padanya. Ini juga salah satu hal yang tidak dia sukai."

"Aku mengerti," balas Namara.

"Baiklah. Aku akan pergi sekarang. Beristirahatlah dengan baik." Xanda bangkit dari tempat duduk dan terseenyum lembut. Setelah itu dia pun melangkahkan kaki.

"Terima kasih, Xanda," ucap Namara ketika Xanda membuka pintu. Wanita itu hanya tersenyum lalu menutup pintu kamar.

Namara mengembuskan napas panjang. Hari ini segalanya terasa sangat melelahkan. Sepertinya dia harus banyak beradaptasi di lingkungan kotor ini.

Dia ingin segera membaringkan tubuh di tempat tidur. Namun, sebelum itu dia harus mengganti pakaiannya terlebih dahulu.

Namara segera berdiri dan melangkah hendak mengambil pakaian. Tiba-tiba pintu kamar digedor dari luar dengan keras. Dia segera melihat ke luar jendela dan mendapati hari yang sudah malam. Siapa yang mendatanginya sekarang?

Dengan cepat Namara mengambil pakaian untuk dikenakan. Dia tidak mungkin menemui seseorang dengan pakaian yang sudah penuh robekan seperti itu.

Gedoran itu terdengar semakin keras sebelum tiba-tiba pintu didobrak dari luar. Pintu kayu yang sudah rapuh itu langsung terbuka hanya dengan sekali tendangan.

Namara terbelalak melihat pintu kamarnya dibuka secara paksa apalagi dalam situasi yang tidak tepat. Dia segera memutar tubuhnya hingga membelakangi pintu.

"Siapa kau?!" seru Namara.

Seorang pria tertawa terbahak-bahak lalu berjalan masuk tanpa minta izin pada Namara. Tangannya memegang guci kecil yang berisi alkohol.

"Hahah .... Ayo bersenang-senang denganku malam ini!"

Namara menggigit bibirnya dengan gugup. Dia menoleh ke belakang dan melihat pria berjambang lebat yang sedang mendekatinya. Itu adalah pria yang sedang mabuk.

Ini bukan situasi yang baik. Sekarang punggungnya terbuka lebar dan bahunya pun terpampang jelas. Dia semakin menekan bagian dadanya agar pakaian yang sudah robek di mana-mana itu tidak melorot.

Kakinya sedikit demi sedikit menjauh untuk menghindari pria itu. Dia sungguh tidak tahu jika seseorang bisa sembarangan masuk ke kamar.

Dia pikir Verna akan memberi tahu jika ada seseorang yang menginginkannya. Apa mungkin orang ini salah masuk kamar?

"Pergi dari sini! Aku tidak akan bersenang-senang dengan siapa pun!"

Pria itu tertawa lagi. Dia membuang guci alkoholnya dan tiba-tiba berlari mendekati Namara. Dengan gerakan yang cepat dia sudah kendekap tubuh Namara dengan paksa.

"Lepaskan aku, Sialan!" Namara berontak. Dia mendorong pria itu dengan kedua tangannya. Hal itu membuat pakaiannya yang sudah rusak langsung melorot ke bawah.

Seketika tubuh indah Namara terekspose. Perut yang rata, pinggang yang sempit dan kaki yang jenjang bisa dilihat dengan bebas. Dada sintalnya yang hanya dibalut dengan kain khusus sebagai penyangga terlihat begitu menggoda.

Pria itu memelotot melihat tubuh indah Namara. Tatapan kotornya terlihat sangat menjijikkan. Tangan penuh niat busuk itu mulai terulur ingin segera menyentuh keindahan itu.

Namun, Namara segera menghindar. Dia memungut kembali pakaiannya dan mulai berlari menuju pintu. Dia harus menjauhi pria itu. Dia tidak bisa membiarkan orang lain menyentuhnya.

"Mau ke mana kau?!" Pria itu menjadi marah. Kakinya yang panjang berlari cepat mencegah pelarian Namara.

"Jangan berpikir melarikan diri dariku! Aku sudah membayar uang yang ditentukan!"

Tangan besar pria itu mencengkeram lengan Namara dan menahannya dengan kuat. Tentu saja Namara menjadi semakin panik. Dia menarik-narik tangannya, tetapi tidak berhasil.

"Kau ... kau pasti salah kamar! Bukan aku yang akan melayanimu!" Namara berusaha memberi tahu.

"Tidak mungkin salah! Aku sudah yakin. Jangan mencoba menipuku!"

Pria itu menarik Namara dengan kuat hingga tubuhnya menubruk tubuh kekar pria itu. Dengan paksa pria yang sudah cukup tua itu mendekap tubuh Namara.

Luka akibat cambukan yang sudah mengering tanpa sengaja ditekan oleh orang itu. Rasa sakit yang sudah berkurang pun kembali datang.

Namara tidak peduli dengan rasa sakit itu. Dia lebih khawatir jika pria itu berbuat macam-macam padanya. Dia menjadi semakin keras memberontak meskipun dia tahu hasilnya akan sia-sia.

"Diam kau, Jalang! Jangan bersikap seperti seorang gadis suci!" bentak pria itu. Dia mencengkeram dagu Namara dan langsung mencium bibirnya dengan kasar.

Namara menggelengkan kepala untuk melepaskan ciuman menjijikkan itu. Bahkan dia bisa merasakan jambang-jambang kasar yang menusuk kulitnya. Dasar pria tua yang menjijikkan!

Dia mengerutkan kening dengan perasaan marah dan benci. Kemudian dia pun menggigit bibir tebal pria itu hingga berdarah. Kakinya mulai naik dan menendang pangkal paha pria itu dengan keras.

"Arrgghh! Keparat!"

Pria itu mundur sambil memegangi bagian bawahnya yang diserang rasa sakit. Rasanya seperti akan meledak.

Namara menggunakan kesempatan ini untuk melarikan diri. Dia segera berlari keluar kamar sambil memegangi kain satu-satunya yang menjadi penutup tubuh.

Tidak peduli apa, dia harus melarikan diri dari bajingan itu.

"Jangan lari kau, Jalang sialan! Aku akan membunuhmu jika kau melarikan diri!"

Namara tidak memedulikan ancaman itu. Dengan napas yang tersengal-sengal dia terus berlari. Namun, dia terpaksa harus berhenti ketika melihat seorang wanita berpakaian terbuka yang menghadang langkahnya.

Wanita itu bertanya, "Kau mau ke mana?"

Wajah Namara sekarang sudah pucat. Dia tidak langsung menjawab, sebaliknya justru menoleh ke belakang. Perasaannya semakin cemas ketika melihat pria itu sedang mengejarnya.

"Tolong, aku tidak mengenalnya dan—" Kalimat Namara terpotong.

"Mau lari ke mana kau, hah?!"

avataravatar
Next chapter