8 Lepaskan Pakaianmu

Langkah kaki Namara terhenti di depan pintu yang tertutup rapat. Seperti sebelumnya, ada dua pria penjaga di depan pintu. Namun, kali ini tanpa Namara berbicara mereka sudah membukakan pintu.

Namara membenarkan ekspresinya, bukan penampilannya. Bukankah Eros menyukai wanita yang polos dan penurut? Baik. Dia akan bersikap seperti itu.

Ketika pintu terbuka, Namara segera berjalan masuk. Langkahnya halus dan lembut. Di permukaan dia terlihat begitu tenang, tetapi seseorang harus tahu bahwa hatinya berada di atas bara api.

Awalnya suasana terasa sangat normal, tetapi semakin Namara masuk langkah kakinya menjadi semakin berat. Aura ruangan sudah tidak netral lagi.

Eros melepaskan auranya tanpa menahan diri. Tentu saja Namara yang tidak lebih dari manusia lemah hanya bisa menahan napas dengan perasaan tertekan. Rasanya seperti ada batu besar yang sedang menimpanya.

"Tuan ... apakah ada sesuatu yang Tuan perlukan?" tanya Namara dengan suara tersekat.

Salah satu sudut alis Eros terangkat. "Apa kau berpikir aku akan lupa dengan kejadian beberapa hari yang lalu?"

Namara langsung menggeleng dengan kepala yang masih tertunduk. "Tidak, Tuan. Wanita ini masih mengingat kesalahan itu dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi."

"Apa itu berarti kau mengakui kesalahanmu?"

Tidak!

"Ya," balas Namara.

"Angkat kepalamu dan lihat aku! Apa kau tidak sudi berbicara denganku?"

Ingin rasanya Namara mengiakan pertanyaan itu. Namun, pada akhirnya dia menggeleng. "Bagaimana mungkin seorang seperti saya tidak sudi berbicara dengan Tuan Eros? Saya takut tidak sopan."

Bukan itu. Dia takut Eros bisa membaca pikirannya. Itu akan berbahaya.

"Kemarilah!" perintah Eros. Kali ini dia tidak terdengar marah dan auranya pun sudah tidak sekuat sebelumnya.

Namara melangkah mendekati pria yang duduk di tepi ranjang. Dia berhenti satu meter darinya dan langsung bisa mencium aroma cedar meskipun sangat samar.

Tiba-tiba Eros meraih tangannya dan menekan bagian telapaknya. Namara cukup terkejut dengan tindakan Eros yang tiba-tiba. Namun, dia tidak bisa memprotes.

Setelah itu sebuah kain hitam panjang muncul begitu saja di atas telapak tangannya. Namara kembali terkejut. "Ini ...."

"Tutup matamu sekarang!" Eros memerintah.

Namara merasa ragu. Apa yang akan pria lakukan?

"Bukankah kau ingin menjadi budakku?" tanya Eros.

Wajah Namara menjadi sedikit merah menahan perasaan malu dan marah. Bagaimana mungkin dia bisa mengakui hal yang tidak pantas seperti ini?

Namun, apa yang dikatakan Eros memang benar. Dia ingin menjadi budak seksnya. Akhirnya dia menggenggam kain hitam itu dan memakainya dengan perlahan.

Dia mengikat kain dengan erat. Penglihatannya menjadi gelap. Tidak ada cahaya setitik pun yang bisa dilihat. Rasanya seperti baru saja masuk ke dalam lubang hitam tanpa dasar.

Eros menarik Namara dan mendorongnya hingga terbaring ke tempat tidur. Untungnya ranjang di sana tidak sekeras ranjang yang dipakai Namara. Sehingga itu tidak begitu melukainya.

"Aku memiliki banyak peraturan yang tidak boleh dilanggar oleh seseorang yang melayaniku." Dalam artian peraturan bagi budak seksnya.

Namara hanya diam. Dia bisa mendengar napasnya sendiri dalam kegugupan. "Wanita ini mendengarkan," jawabnya lirih.

Tiba-tiba Namara merasakan jemari orang lain yang menyentuh tengkuknya. Tubuhnya menjadi tegang. Tanpa sadar dia mulai menggigit bibirnya.

"Apa kau sedang menggodaku?"

Namara langsung melepaskan gigitan bibirnya. Dia baru ingat hal ini merupakan tindakan 'menggoda' menurut seorang Eros.

Arus hangat terasa menelusup ke tengkuk dan menelusuri syaraf-syaraf sensitifnya. Namara memejamkan matanya kuat-kuat. Rasanya tubuhnya seperti sedang digelitik di mana-mana.

Dia yakin saat ini Eros sedang menggunakan kekuatan sialannya itu untuk memasuki tubuhnya. Dasar keparat!

Eros menekan jempolnya ke bibir Namara yang merah alami. Kemudian beralih mengangkat dagu halus Namara. Barulah kemudian dia mencium bibir merah itu untuk merasakannya.

Kedua tangan Namara mengepal. Rasanya dia ingin mendorong Eros atau menendangnya sejauh mungkin. Ciuman pertamanya raib diambil oleh orang yang dia benci.

Menjijikkan.

Eros mencecap rasa manis yang diharapkan. Namun, dia merasa tidak puas karena wanita itu tidak memberi respons. Tangannya yang berada di tengkuk Namara kembali melepaskan kekuatan aneh yang membuat Namara merasa tubuhnya semakin tidak keruan.

"Tuan ...."

Tangan Namara menahan dada Eros yang berada di atas tubuhnya. Telapak tangannya itu langsung merasakan otot-otot yang tersembunyi di balik pakaian hitam Eros.

Wajah Namara memerah menahan gairah yang diciptakan oleh kekuatan pria itu. Nalurinya berbicara dan akhirnya dia membalas ciuman Eros.

Sialan! Apa yang terjadi dengan tubuhnya?

"Cukup." Tiba-tiba Eros melepaskan ciumannya.

"Lepaskan pakaianmu."

Apa?

Namara sedikit tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Melepaskan pakaian sendiri di depan seorang pria?

Tangan Namara bergetar. Mau tidak mau dia mulai melepaskan pakaiannya. Dengan keadaan mata yang tidak bisa melihat, dia hanya bisa melakukannya dengan lambat.

Eros menatap tanpa ekspresi ketika sedikit demi sedikit tubuh Namara mulai terlihat. Kulit putihnya yang halus, dadanya yang ideal, pinggangnya yang sempit dan kakinya yang ramping.

Namara benar-benar memiliki proporsi tubuh yang sangat sempurna. Eros mengakui ini.

"Berbaliklah."

"Untuk apa?"

"Aku tidak mengizinkanmu bertanya," balas Eros.

Namara merasa sedikit cemas. Bagaimana jika Eros melihat keadaan punggungnya yang penuh bekas luka? Apa pria itu mau memilihnya untuk dijadikan budak seks?

"Tuan—"

"Berbalik sekarang!"

Namara bungkam. Baiklah. Dia akan menyerahkan semuanya pada takdir. Akhirnya dia pun memutar tubuh hingga membelakangi Eros.

Setelah Namara memutar tubuhnya, Eros kembali mengamati tubuh Namara. Dia langsung disuguhi dengan pemandangan punggung yang dipenuhi oleh bekas luka cambukan.

Sayang sekali. Itu merupakan kecacatan.

Eros mendengkus. Dia baru saja akan berpaling ketika matanya tiba-tiba menangkap tatto hitam di bahu kiri Namara. Itu pola yang asing dan aneh.

Tangannya bergerak menyentuh tatto itu dan merasakan sesuatu yang aneh. Jiwanya seakan tertarik kuat ke dalam sana. Apa itu?

Dengan cepat Eros langsung menarik tangannya kembali. Keningnya mulai berkerut dalam dengan pikiran yang berkelana. Baru kali ini dia menemukan tatto seperti itu.

"Kau tahu apa itu?" tanya Eros.

"Sebuah tanda lahir," balas Namara.

Meskipun merasa ragu, Eros tidak bertanya lagi. Dia berdiri dan melepaskan ikatan kain hitam yang menutupi mata Namara.

"Kau memiliki cacat di punggung. Aku tidak menyukainya," ucap Eros yang kemudian melangkah menuju pintu keluar.

Apa dia bilang? Cacat? Tidak menyukainya? Apa ini berarti Namara gagal menjadi budak seks Eros?

"Tunggu!"

Dengan panik Namara segera berlari mengejar Eros tanpa peduli dengan tubuhnya yang nyaris telanjang. Dia lancang menahan tangan pria itu.

"Jika luka ini menghilang apa Tuan akan menjadikanku budak seksmu?"

"Menjadi budak seksku adalah kematian untuk seseorang. Kenapa kau mau melakukannya?"

"Karena ... aku tidak memiliki tujuan lain."

Eros menatap Namara dengan dalam. "Dalam tiga hari pemilihan wanitaku akan dilaksanakan. Jika kau tidak bisa menghilangkan cacatmu itu, kau tidak akan memiliki kesempatan."

Setelah mengatakan itu, Eros langsung melangkah pergi. Namara memejamkan matanya dengan kuat. Kenapa menjadi budak seks Eros saja begitu sulit? Apa yang harus dia lakukan sekarang?

avataravatar
Next chapter