20 Fakta Tersembunyi

Ini adalah hari ke tiga Namara tinggal di istana klan Sayap Hitam. Namun, dia tidak melihat batang hidung Eros lagi sejak pria itu pergi setelah menciumnya.

Namara menjadi heran. Penilaiannya tentang Eros sedikit goyah. Dia pikir pria itu akan bermain gila dan menyiksanya di tempat tidur. Namun, hingga detik ini pria itu bahkan menghilang tanpa jejak.

Dia terkekeh. "Sepertinya mereka terlalu berlebihan," gumam Namara. Di sini dia memang tidak memiliki aturan bebas, tetapi dia belum menemukan sesuatu yang benar-benar menakutkan.

Mereka bilang di sini adalah neraka. Namun, Namara tidak berpikir seperti itu. Buktinya sampai sekarang dia masih baik-baik saja. Bahkan tanpa gangguan apa pun.

Namara merasa keberadaannya seperti tidak penting dan tidak begitu dibutuhkan.Hal itu membuatnya merasa senang. Tidak peduli apa hari ini dia akan mencoba mengorek informasi lebih banyak.

Saat ini Namara baru saja berganti pakaian. Dia melangkah menuju pintu keluar dan membukanya perlahan.

"Nona, apa kau butuh sesuatu?" tanya pelayan yang ternyata adalah Elise. Sejak kemarin memang Elise selalu berjaga di depan pintu.

Namara terkekeh kecil. "Bisakah kau menata rambut untukku? Aku ingin terlihat cantik hari ini," ucap Namara dengan riang.

Elise langsung mengangguk setuju. Dia tersenyum manis dan menggoda, "Apa Nona ingin tampil cantik untuk Tuan Eros?"

Namara menyunggingkan senyum malu. Namun, di dalam hati dia justru tertawa jijik. Terserah apa tebakan Elise. Dia hanya ingin mengajaknya mengobrol untuk mencari informasi.

"Baiklah. Aku akan membantu Nona sekarang," ucap Elise dengan senang. Pelayan itu terlihat cukup baik. Dia juga tidak menyimpan kebencian meskipun sempat terluka oleh Namara.

Setelah itu mereka berdua masuk ke kamar. Namara duduk di depan cermin, sedangkan Elise berdiri di belakangnya sambil memegang sisir rambut yang terbuat dari bahan logam.

Kemudian wanita itu bertanya, "Gaya rambut seperti apa yang Nona inginkan?"

Namara tampak berpikir sejenak. "Menurutmu Tuan Eros menyukai yang seperti apa?" Dia bertanya.

"Oh, aku tahu sekarang," ujar Elise. Dia pun mulai menyentuh rambut Namara dan menyisirnya dengan lembut. "Rambutmu sangat halus," pujinya.

"Terima kasih." Namara tersenyum. Dia mengamati Elise yang sibuk mengurus rambutnya.

"Elise, apa kau tahu kenapa Tuan Eros belum datang?" tanya Namara. Dia berusaha terlihat senormal mungkin.

Elise terdiam. Tampaknya dia merasa ragu. "Tidak apa-apa jka kau tidak ingin memberi tahu," ucap Namara masih dengan akrab.

"Nona, sebenarnya ini hal yang tidak diketahui oleh orang luar," ucap Elise dengan suara yang lirih. "Apa kau bisa menyimpan untuk dirimu sendiri?"

Namara langsung mengangguk. "Aku pasti tidak akan mengatakan pada orang lain. Lagi pula aku hanya merasa heran kenapa sampai saat ini Tuan Eros tidak mengunjungiku lagi. Apa mungkin dia tidak suka padaku?"

Wajah Namara menjadi sedikit murung. "Dia pasti tidak menyukaiku ...," lirihnya. Dia terlihat sangat menyedihkan. Ya, aktingnya memang patut diacungi jempol.

Elise segera menggelengan kepala. Dia merasa iba melihat Namara. "Bukan begitu, Nona. Bagaimana mungkin Tuan Eros membawa wanita yang tidak dia sukai?" ucapnya untuk menenangkan Namara.

"Kalau begitu kenapa?"

Gerakan tangan Elise langsung berhenti. Dari dalam pantulan Cermin dia menatap Namara dengan serius. "Nona, sebenarnya Tuan Eros tidak akan terlalu sering datang," lirihnya.

Namara merasa cukup terkejut. Dia langsung bertanya, "Memangnya kenapa? Apa dia memperlakukan semua wanita seperti itu?"

Kemudian Elise pun mengangguk pelan. Ada gurat keraguan di wajahnya. "Seharusnya aku tidak mengatakan ini," ucapnya lirih.

"Nona, sejujurnya Tuan Eros bukan pria seperti itu," kata Elise. Suaranya terdengar semakin lirih saja.

"Apa maksudmu?" Namara menatap Elise tidak mengerti. Kali ini dia tidak sedang berakting. Dia memang tidak memahami maksud ucapan Elise.

Tiba-tiba Elise duduk di sebelah Namara. Dia menatap Namara dengan serius.

"Nona, bukankah orang-orang di luar sana berpikir jika Tuan Eros adalah pria bajingan yang suka bermain dengan wanita?"

Namara mengangkat sudut alisnya. Kemudian dia mengangguk. Dari yang dia dengar memang Eros digambarkan seperti itu. Bahkan reputasinya begitu buruk di wilayah klan ini.

"Sejujurnya itu tidak sepenuhnya benar," lirih Elise. "Kau tahulah apa maksudku. Lihat saja, dia belum menyentuhmu, kan?"

"Apa mungkin di sini ada wanita lain yang sudah memuaskannya sehingga dia tidak berniat menyentuhku?" tebak Namara.

Elise langsung membantah dengan gelengan kepala. "Tidak ada wanita lain di sini," ucapnya.

Akhirnya Namara mengangguk mengerti. Jadi, maksud Elise adalah Eros bukan pria bajingan. Eros tidak bermain-main dengan wanita. Dan rumor-rumor yang beredar di luaran tidaklah benar.

Namara baru mendengar tentang ini. Entah dia harus percaya atau tidak, tetapi pria itu memang belum ada tanda-tanda akan datang menemuinya.

'Itu bukan urusanku,' batin Namara. Baiklah, dia tidak harus peduli dengan hal itu. Jika itu memang benar maka dia akan cukup bersyukur.

Elise kembali melanjutkan kegiatannya. Dia memperlakukan rambut Namara dengan sangat baik. Baginya ini adalah pekerjaan yang sudah terbiasa.

"Elise, apa kau tahu kapan kira-kira Tuan Eros akan datang?" tanya Namara.

"Sulit untuk mengatakannya. Kau harus bersabar. Banyak wanita yang tidak sabaran dan mencoba mencari Tuan Eros dengan paksa. Akhirnya apa? Mereka sendiri yang akhirnya justru mendapat hukuman."

"Apa setiap wanita tidak boleh keluar dari sini?" Namara kembali bertanya.

"Kau mungkin hanya bisa berjalan-jalan di istana Bulan ini, tetapi kau tidak bisa pergi terlalu jauh," balas Elise.

Namara mengangguk mengerti. Setelah beberapa saat akhirnya Elise sudah selesai menata rambutnya. Dia tersenyum takjub melihat hasilnya.

"Bagaimana cara kau melakukannya?" Namara bertanya heran. Dia menatap pantulannya di cermin.

Rambut kemerahannya dibentuk sedemikian rupa dengan kepangan yang dipertemukan di tengah. Tidak semuanya dikepang, masih ada yang dibiarkan tergerai. Kemudian Elise juga menambahkan hiasan berupa rangkaian bunga-bunga kecil yang diselipkan di beberapa tempat.

Elise tersenyum. "Itu adalah pekerjaanku," katanya. "Aku harap Tuan Eros datang hari ini," lanjutnya.

'Aku harap dia tidak akan pernah datang,' batin Namara. Dia tersenyum kecil lalu berdiri melangkah ke tepi jendela. Dilihatnya bangunan utama di seberang jauh.

Tujuan utamanya adalah mencari dapur istana. Dan dia akan selangkah demi selangkah mencarinya. Tidak perlu terburu-buru. Dia memiliki waktu dua bulan.

"Elise, aku ingin pergi berjalan-jalan sebentar," ucap Namara.

"Baik. Aku akan menemanimu," balas Elise.

Kemudian mereka pun keluar dari kamar yang bagi Namara sangatlah membosankan. Bagaimana tidak membosankan jika selama tiga hari ini dia hanya tinggal tanpa melakukan apa-apa.

Akhirnya Namara merasa kembali bernapas setelah melihat ruangan yang luas. Meskipun bentuk bangunan ini tidak jauh berbeda dari bangunan utama, dia tetap merasa lebih lega daripada hanya berguling di kasur.

"Apa Tuan Eros tinggal di sini juga?" tanya Namara setelah melihat pintu-pintu lain yang terlihat seperti pintu kamar.

"Ini adalah istana Bulan Barat, sedangkan Tuan Eros tinggal di istana Bulan Timur," jawab Elise.

Namara mengangguk. Kemudian dia turun dari tangga yang terbuat dari bebatuan marmer hitam. Dia bisa melihat tangga di seberang sana yang mengarah ke sisi berlawanan.

Itu adalah tangga istana Bulan Timur. Pasti Eros tinggal di seberang sana.

Pada saat Namara sedang melihat ke arah sana tiba-tiba sosok pria itu muncul. Eros. Pandangan mereka langsung bertumbukan dari jarak yang jauh.

Namara bisa merasakan emosi datar di mata Eros. Rasanya sulit membayangkan jika pria bertubuh tegap itu bukan pria bajingan. Bagaimana juga dia sudah menilainya seperti itu.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Eros dengan dingin. Tampaknya dia tidak suka jika Namara pergi keluyuran.

"Aku hanya ... merasa bosan di kamar," balas Namara sambil menunduk.

"Ikut dengnku sekarang. Aku ingin berbicara hal penting denganmu."

Namara mengerjapkan matanya satu kali. Apa pria itu baru saja mengajaknya pergi? Apa yang ingin dia katakan?

avataravatar
Next chapter