1 SEPARATION

Gagak berbunyi nyaring sampai ke telingaku, terbang mengepakkan sayapnya kesana kemari. Hari mulai gelap, pertarungan yang sebenarnya sebentar lagi akan di mulai. Aku melihatnya dengan mata sayu, enggan untuk berpisah. Hatiku terasa hancur untuk meninggalkannya seorang diri.

Kehidupan yang jauh dari kata mewah. Jika aku ingin menentang pun aku bukanlah seorang bangsawan. Aku hanyalah rakyat biasa jauh dari kasta yang tinggi, karena itulah rakyat harus menurut untuk memenuhi semua perintah Rajanya.

Hari yang sudah di tentukan akhrinya pun tiba. Namun diriku tak kuasa untuk pergi. Rasa gundah yang menyelimuti hati, pikiran yang kacau balau sampai mau mati. Rasa ingin melarikan diri, kepalaku rasanya mau pecah, kenapa cepat sekali waktu berlalu, ini tidak benar. Yang ada di pikiranku sekarang hanyalah, kenapa Ratu bisa memilih rakyat biasa sepertiku? Aku tau aku punya bakat, akan tetapi ini sedikit mengkhawatirkan.

"Nak... Pergilah, kenapa kau diam saja? Kau akan terlambat, jadi cepatlah."

"Ya, Ibu," nada suara yang berat.

"Tidak apa-apa, yang harus kau lakukan hanya menuruti perintah saja, lakukan pekerjaanmu dengan benar, jangan membuat masalah ketika pemilihan berlangsung, kau pasti bisa melakukannya dengan baik," nasihat itu menggetarkan hatinya.

"Aku tau.. Tapi aku khawatir pada Ibu."

"Sejak kapan putraku seperti ini? Aku akan baik-baik saja, jadi tenanglah. Jangan khawatirkan apapun."

Aku hanya terdiam, dan sama sekali tidak menatap wajahnya dengan benar.

"Dengarkan Ibu. Kau harus menjaga kesehatanmu dengan baik, selalu ingatlah orang yang kau sayangi, jangan sia-siakan waktu, pikirkan orang yang penting di dalam hidupmu, jangan pedulikan apa kata orang lain, jadilah dirimu sendiri, kau harus tetap hidup. Apa kau paham?"

"... Iya, aku paham."

"Bagus," tersenyum, "maaf Ibu tidak bisa melihatmu bertarung di sana, ibu berharap kau selamat, dan tetap sehat."

Setelah kata-kata itu, aku bergegas menuju tempat yang sudah di tentukan. Air mata sialan, aku tidak pernah menangis sebelumnya, apa mataku kemasukan debu? Ayolah, jangan bercanda!

***

Di sebuah Aula Kerajaan,

Ada banyak sekali orang yang datang, bahkan peserta-nya pun sampai berjumlah ribuan, apa benar aku bisa melakukannya. Rasa gugup itu terus bermunculan, sejak kapan aku begini, tidak lucu sama sekali. Image cool-ku hilang seketika, apa memang aku orangnya sangat pemalu sebelumnya?

Belum ada beberapa menit mengelilingi aula, tidak sengaja aku bertabrakan dengan seseorang di jalan. Tubuhnya tinggi dan kekar, wajahnya tampan, rambutnya seperti warna darah, wow luar biasa dia jauh lebih tinggi di bandingkan aku, mata kami saling berpapasan.

Orang itu terlihat terkejut, "Apa-apaan tatapannya itu, seperti mau membunuh orang," kata itu mungkin ada di dalam pikirannya.

Dia langsung meminta maaf padaku, "Ah, aku tidak sengaja jadi maafkan kecerobohanku."

"Ya, tidak masalah," aku berbalik meninggalkan orang itu.

".. Oke.." orang itu terkejut, lalu berucap, "T-tunggu dulu! Yang benar saja? Apakah aku baru saja di acuhkan olehnya?!"

Aku merasa seperti ada yang membuntutiku dari belakang, seperti penguntit tidak bersalah. Aku menoleh untuk memastikan, ternyata benar orang itu, "Apa maunya sih?! Aku merasa sangat tidak nyaman," terbiasa hidup menyendiri di desa yang jauh dari pusat kota utama membuatku jarang berinteraksi dengan orang lain. Bisa-bisanya ada orang yang mengikutiku!

Berbalik, "Maaf tapi apa maumu, Tuan?" Bertanya.

Tersentak, "Hah- tidak ada aku hanya berjalan biasa saja, kebetulan arahnya sama dengan arahmu," mengelak.

Alisku sedikit berkerut sambil berkata di dalam hati, "Apa benar orang ini..."

Tiba-tiba suara sorakan serentak terdengar memenuhi Aula Kerajaan, bunyinya sangat bising, dan juga di penuhi semangat.

"Yang Mulia Raja sebentar lagi datang memasuki Aula Istana, mohon untuk kalian semua, rakyat maupun peserta duduk di tempatnya masing-masing dengan tenang."

Mendengar itu pun aku langsung bergegas menuju tempatku seharusnya, akan tetapi.. Melirik, "Orang tadi mengikutiku lagi?! Dia punya masalah apa sih."

Orang itu menghadang jalanku, "Hei, kau juga di suruh menjadi calon ya untuk mengabdi pada Kerajaan?" Bertanya tiba-tiba.

"...Calon Petugas Kerajaan maksudmu?"

"Iya!"

"Kalau memang benar, apa masalah buatmu?" Dingin.

"A-apa?!" Mengrenyit.

Sorak sorai penonton yang hadir sangatlah banyak, menurutku ini sangat berlebihan untuk ukuran mengrekrut petugas Kerajaan. Aku tau Aulanya begitu besar, akan tetapi tidak sebesar ini, sangat di luar perkiraanku.

Aku melihat sekeliling, ah sebentar, ada satu hal yang menarik perhatianku, sesuatu yang sangat luar biasa, ini bahkan jarang sekali di temui. Rasanya seperti mimpi, apa benar sekarang aku sedang sadar bukannya masih tidur?

Di sebelah Utara ada Kerajaan dari perbatasan lain, di negeri ini ada dua tempat untuk Raja berkuasa, yaitu Kerajaan utara dengan namanya, Bright Castle Arthaea Arthemius, dan di sebelah selatannya adalah Dark Castle Polinthius Palaea, Luar biasa, dan sangat epik. Aku terkagum dengannya, ini sungguh nyata ada di depan mataku.

Dan tentu saja aku tau siapa Yang Mulia yang dimaksud, dia adalah Raja dari Kerajaan Arthemius Arthaea. Raja dari segala Raja Malaikat Cahaya! Aku yakin ini bukanlah pemilihan petugas biasa, bisa-bisanya di tampilkan pada Aula besar, menurutku ini lebih seperti pertunjukan berkelahi daripada pemilihan petugas penting kerajaan.

Hiruk pikuk masyarakat memenuhi batas Aula Kerajaan Polinthius. Penonton sangat bersemangat hingga berteriak begitu kencang memekakan telinga.

"WAAAA WAAA HABISI DIA, JANGAN SAMPAI KALAH!!!"

"KAU PASTI BISA, KAU PASTI MENANG!!"

"AKU YAKIN KAU TERPILIH! JADI, JANGAN MENYERAH!"

"Haaah..." Helaan napas dari dalam batinku.

Ini sih namanya adu gelut bukan memilih pekerja! Tunggu, tapi banyak juga pesertanya. Setelah ku amati lebih jeli, yang mengikuti pemilihan ini rata-rata umur mereka di antara 19 sampai 27 tahun, sedangkan umurku sendiri masih 20 tahun. Ya, masih muda memang itu benar adanya.

Raja Polinthius berdiri dari singgahsana-nya disana, beliau mengucapkan beberapa kata dengan berwibawa, dia memang Raja sungguhan. Yang Mulia pasti sangat bekerja keras untuk ini.

"Wahai rakyatku, dan kalian para calonku dari wilayah Dark Castle Polinthius, sudah terpilih sejak awal untuk menentukan bakat kalian di Aula ini! Sekarang takdir akan menentukan siapa yang layak untuk memasuki Kerajaan! Oleh karena itu, lakukanlah dengan sungguh-sungguh!" melirik tajam, "Aku, Raja Kerajaan Polinthius. Aldrich Balder Da Palaea sangat menantikan saat ini."

Dan untuk yang ke dua kalinya, Raja Arthemius berdiri melanjutkan pembicaraan setelah Raja Polinthius duduk kembali ke tempatnya semula.

"Sama seperti Yang Mulia Raja Palaea. Aku, Efrain Balder Da Arthaea, Raja Kerajaan Arthemius. Berharap hal yang sama baiknya dengan yang di ucapkan Yang Mulai Raja Palaea! Jadi, tolong untuk calonku dari wilayah Bright Castle Arthemius, aku sangat berharap pada kalian yang ada di sini. Jangan sampai kecewakan leluhur dari Arthemius!" Tegas.

Suasana yang semula sangat hening menghayati, menjadi panas, para penonton bergelora ingin jagoan mereka menang, tidak ada satu pun yang berani membantah keinginan masing-masing Raja, hingga terasa beban berat menekan pundak para calon pesertanya.

Saking banyaknya yang datang, Aula di penuh dengan ribuan makhluk, mulai dari siluman, iblis, elf, dan malaikat sendiri. Yang lolos akan di masukan dalam organisasi terpisah sesuai dengan bakat yang mereka miliki, jadi jika kau tidak di terima, akan ada saat lain untuk mengulang.

Giliranku masih lama, mendapat urutan ke-511 membuatku sedikit merasa bosan untuk menunggu, karena daritadi hanya menonton perkelahian biasa, dan itu membuatku tidak bersemangat, tidak ada yang menarik sama sekali untuk di lihat. Apanya yang di pilih dari kemampuan seperti itu? Aku tidak paham jalan pikiran Raja.

"Huft.." Mengeluh.

Bola mata merahku berputar melirik keadaan sekitar, terdengar suara gagak berbunyi mengepakan sayapnya meninggalkan arena pertarungan. Mata yang merah itu sama persis seperti milikku, kilau yang tidak biasa, gagak yang jauh mulai datang mendekat ke arahku, cakar itu hampir saja mengenai wajah ini.

***

2 jam kemudian, Akhirnya giliranku telah tiba! Ini pertarungan sengit satu lawan satu, tidak boleh ada kecurangan atau kau akan didiskualifikasi.

"Ah.. . Jadi kau ya lawanku? Sepertinya kau lemah, dan tidak mempunyai cukup kemampuan untuk bertarung? Cuih," tentu saja itu bukan aku yang bicara.

"Ya, ayo majulah."

"Belum apa-apa tapi sudah banyak sekali gaya, kau pikir akan menang hanya harena wajah?!  Lihat saja badanmu, kecil begitu. Hahahahah," mengejek.

Mengernyit, "Bicara saja tidak akan membuatmu jadi pahlawan."

"Bacot! Aku mulai!"

Wosh! Buak, Bugh, Sring, Ctarrr!

Suara halilintar menggelegar, semuanya tercengang karena hampir saja membakar Aula Kerajaan.

"Hah? Apa aku terlalu bersemangat?" Dalam hati bicara.

"Ugh... K-kau! Kurang ajar sekali sudah mempermalukan aku!!" Tatapan penuh amarah itu ingin segera menghabisiku.

"Tapi jujur saja, sihir airmu itu menguntungkan sekali buatku, haha," tertawa.

"Sial," mengumpat, "Apa-apaan matanya itu, dia bukan elang tapi kenapa!"

Setelah beberapa ronde, dia tumbang untuk ke tiga kalinya, aku menang! Dia kuat juga, di luar perkiraanku badannya yang besar, dan banyak bicara itu bisa membuatku roboh sampai dua kali.

"Dengan demikian, pemenang dari seleksi pada urutan nomer ke-511 di menangkan oleh Chaiden Kenta Allard! Selamat kau di terima bergabung dengan organisasi Kerajaan Polinthius!"

Rasanya aku ingin tertawa, bukankan ini seperti menang lotre? Lucu sekali.

"Kenta," sesuatu seperti memanggil namaku, spontan berbalik karena penasaran, namun aku tidak menemukan apapun. "Itu tadi apa?" hening tak ada jawaban, perasaan aneh itu langsung hilang ketika suara sorakan dari penonton sangat meriah atas keberhasilanku.

avataravatar