15 Mengandung?

Pengangkatan panglima perang yang dikatakan Jimmie benar-benar terjadi. Malam ritual pengangkatan berjalan benar-benar khitmat, namun di balik itu christ tetap menyiapkan pesta besar-besaran untuk pengangkatan Jeon menjadi panglima perang. Ritual asing yang bahkan Jeon tak ketahui, terjadi silih berganti, namun satu ritual yang begitu aneh untuk Jeon.

Yaitu saat ia harus menggores tangannya dengan pisau dan meneteskan darahnya pada bara api. Entah apa maksud dari ritual itu, yang pasti desa ini memang mesih memegang teguh kepercayaan nenek moyang. Nantinya Jeon akan menjadi pemimpin yang akan menjaga desa ini, jika ketua suku adalah mengatur desa, maka panglima perang akan menjaga desa, menjaga dan memastikan desa tetap aman.

Pesta itu berlangsung selama 3 hari 3 malam, begitu meriahnya bahkan sosok Morgan yang biasa berdiam diri di rumahnya pun ikut datang ke pesta itu. Terlebih bahan pangan yang dulu mereka rampok dari desa sebelah masihlah melimpah ruah, tentu pesta besar ini benar-benar besar hingga menggegerkan beberapa desa tetangga.

Desa yang kini di bawah pimpian Christ memang terkenal dengan kekuatannya, terlebih kekuatan panglima perang Jeon yang memang tak tertandingi. Namun mereka tak tahu, jika di balik kekuatan Jeon yang luar biasa, ada sosok wanita yang rela menyerahkan kehormatannya. Biaralah itu menjadi cerita kutukan yang selalu desa itu sembunyikan rapat-rapat.

Sudah lebih dari seminggu semenjak acara pengangkatan panglima perang, dan sejak itu pun Jeon tidak bisa berbicara dengan Rose. Biasanya mereka tinggal di rumah yang sama, tapi sejak peperangan itu, Rose sama sekali tak pulang kerumah mereka, dan pulang kerumah Christ. Kini giliran Jeon yang tinggal sendirian, sungguh malang.

Jeon sadar, selama seminggu lebih ini Rose menghindar darinya, tiap kali mereka tak sengaja bertemu, Rose kabur dan menjauh. Tentu Jeon di buat penasaran, Rose menjauh secara terang-terangan, tapi karena apa?

"Si dukun bilang apa?"

Jimmie membuyarkan lamunan Jeon yang sedari tadi meruncingkan ranting, bahkan rantingnya sebantar lagi akan habis karena terus diruncingkan hingga pangkal.

Jeon menatap Jimmie sekilas, lalu kembali meruncingkan ranting. Beginilah Jimmie, selalu antusias tiap membicarakan Morgan, mungkin diam-diam Jimmie adalah pengagum berat lelaki pendiam itu?

"Ayolah, beri tahu aku..."

Lagi, Jeon menatap Jimmie dengan jengah, kalau ada maunya memang ia akan terus merengek hingga keinginannya tercapai.

"Aku akan cerita, tapi kamu janji harus membantuku, oke?"

"Oke!" Jawab Jimmie cepat tanpa pikir panjang, toh apa sih yang akan di minta Jeon? Paling hal tak penting. Yang terpenting adalah Jimmie harus tahu apa yang di katakan si dukun!

Keduanya bersalaman dan mengangguk bersama, menyetujui perjanjian tidak langsung yang mereka jalin.

"Kamu bantu aku dulu, cari tahu kenapa Rose menghindariku."

"Ahhhhhh...." Jimmie mengangguk-angguk mengerti, "Jadi Rose menghindarimu? Pantas kemarin dia sampai jatuh berguling saat melihatmu." Jimmie tertawa-tawa waktu mengingat kejadian di mana Rose jatuh berguling.

Dari gerak-geriknya rose sedang bersembunyi dari seseorang, karena setelah jatuh Rose langsung berdiri dan bersembunyi di balik pohon. Jadi semua karena Rose menghindari Jeon? Rasanya hiburan lawak ini begitu menyenangkan untuk Jimmie.

Hal paling menyenangkan adalah saat menyadari jika keduanya memiliki percikan perasaan, namun keduanya begitu naif untuk menyadarinya.

"Rose jatuh?"

Jimmie mengangguk, dan Jeon mengerutkan keningnya heran. Sebegitu inginnya Rose mengindari Jeon? Bahkan sampai wanita itu jatuh dan membahayakan dirinya sendiri? Semoga tak terjadi apapun pada wanita itu.

"Sudah tenang saja, aku akan cari tahu, Jimmie adalah ahlinya dalam menggali informasi! Jadi sekarang cerita dulu, apa yang dukun katakan?"

Jeon berdecih kesal, tapi setelahnya melempar rantinya.

"Kata Morgan, aku harus memilih, kutukanku hilang, atau musuh baru."

"Hah? Bagaimana?"

Jeon melempar ranting kearah jimin dengan kesal. Padahal jarak keduanya duduk tak terlalu jauh, tapi Jimmie tak mendengar ucapan Jeon? Luar biasa tuli!

"Iya, iya aku mendengarmu, tapi apa maksud dari pilihan aneh itu?"

Jeon menggedikkan bahu dan menyenderkan punggungya pada batang pohon di belakangnya. Sebenarnya kini pikiran Jeon terbagi-bagi entah kemana, memikirkan sikap menjauh rose, ucapan Morgan, dan bahkan memikirkan Rald.

Berbicara tentang Rald, Jeon sudah mendengar semua ceritanya dari Morgan, entah dari mana penyihir itu tahu, tapi memang cerita dari Morgan benar adanya. Jeon pun kaget, mengapa Rald berani menodongkan pedang pada Christ? Dan membela orang lain yang bahkan musuh? Tunggu!

"Apa ini ada hubungannya dengan Rald?"

"Rald?" Jimmie menatap Jeon dengan ekspresi berfikir keras, "Apa hubungannya dengan penghianat itu?"

"Jim, jangan menyimpulkan sesuatu yang tidak-tidak dulu, dia belum tentu pengkhianat, ayo temui Rald."

Walau jimin kesal dan malas bertemu penghianat itu, tapi ia tetap berdiri dan mengikuti langkah Jeon yang pergi menuju gubuk tempat Rald di hukum. Lelaki itu akan menerima hukumannya nanti, setelah ketua suku menghendaki. Bisa saja hukum mati, atau hanya pancung seumur hidup. Penghianat adalah hama yang harus di musnahkan, itulah kata-kata Chrsit yang terhormat.

Desa itu pernah hancur karena seorang pengkhianat, karena itulah Christ amat membenci pengkhianat. Siapapun tak akan pernah bisa menentang hukum Christ, jika pria itu menghendari Rald mati, maka itu yang akan terjadi.

#####

"Setiap hari kau mengurung diri di kamar dan tidur saja, apa tidak bosan? Ayah pun bosan melihatmu murung dan mulai melupakan bela diri!"

Cibir Christ begitu memeriksa kamar Rose, dan ternyata putrinya itu masih sama seperti biasanya, tiduran di atas ranjang dan melamun.

Sejak christ menjemput Rose di desa sebelah, dan sejak Christ melihat Rose menangis terisak, Rose terus berubah menjadi murung. Ia bahkan hampir tidak keluar dari rumah sama sekali, bahkan saat pengangkatan Jeon pun Rose tak datang. Tentu Christ penasaran, tapi putrinya itu menuruni sifat sang Ibu. Sifat keras kepalanya sering membuat kesabaran dan kepala Christ meronta tak kuat, tapi karena anak sendiri, jadi Christ mencoba tetap sabar.

Seperti sekarang ini, Christ kembali memanen kacang, tak mendapat tanggapan apapun dari Rose yang masih murung saja, benar-benar membuat Christ ikut frustasi.

Plakkk.

Tepukan kedua tangan Christ membuat Rose terjingkat kaget dan menatap Ayahnya dengan tatapan kesal.

Apa yang pria itu pukul? Nyamuk?

"Jeon mencarimu terus, Ayah bosan kalau harus memberi jawaban yang terus-terusan sama 'Rose tak mau ditemui' yang lain dong, berfikirlah dengan kreatuf!"

Rose memutar dua bola matanya malas, Ayahnya kalau sedang berada dalam mode normal memang seperti ini. Menjadi sosok Ayah yang seperti kurang penuh sifatnya, benar-benar random dan menyebalkan. Rasanya Rose lebih memilih sosok Christ yang kejam saja, setidaknya tak pernah ikut campur dengan urusan Rose. Tapi jangan kira sosok itu sering muncul, tidak! Karena sifat asli Christ yang sebenarnya adalah sekarang ini, sosok Ayah yang hangat dan menyebalkan namun selalu membuat Rose tertawa karena sifat plin-plannya.

Mengapa plin-plan? Karena kadang Christ marah jika orang lain menyapanya dengan ramah, ia mau di perlakukan selayaknya ketua yang dihormati. Namun secara tak sadar Christ sering melawak dengan guyonannya, yang membuat orang lain tertawa girang. Tentu karena sifat menyenangkannya itu membuat warga merasa Christ adalah sosok yang humoris.

Namun kembali pada kalimat di atas, Christ kesal jika di sapa dengan ramah, ia lebih suka di hormati dan di takuti. Jadi, sampai sekarang seluruh warga desa tak ada yang tahu apa keinginan Christ, ketua memang selalu plin-plan.

Tapi hari ini Rose tak mau tertawa, ayahnya benar-benar menyebalkan!

"Katakan, sebenarnya ada apa? Kamu tidak percaya sama Ayah? Atau!!!!" Christ berseru dengan mata membelalak lalu berubah memicing, menelisik Rose dari ujung kepala hingga kaki.

Otak christ memeras, memikirkan mengapa Rose terkesan menjauhi Jeon? Bahkan terang-terangan, seakan memang Rose mau kalau Jeon tahu jika dirinya sedang di jauhi, alias tak di harapkan lagi.

"Kalian sering berhubungan badan, dan belakangan kamu selalu memuntahkan makananmu, apa..."

Rose mulai tertarik dengan ucapan Christ, menoleh sang Ayah dengan mata memicing penasaran.

"Kamu hamil anak Jeon?!" Celetuk Christ asal.

Namun setelah kalimat itu terlontar, wajah Christ semakin terlihat kaget. Seakan ia tak sadar dengan ucapannya, dan yang tadi keluar dari mulutnya tak ia sadari apa maksudnya.

"KAMU sedang mengandung??!!"

Rose menutup kedua telinganya begitu Christ menggeram dengan suara rendahnya yang serak-serak menyeramkan. Jarang-jarang Christ menggunakan geraman dengan suara itu.

"Ayah! Telingaku bisa berdarah!" Protes Rose.

Sedang Christ meringis dan memohon ampun pada putrinya. Begitulah sosok Ayah, mana mungkin ia bisa dan tega membentak putrinya? Jika ada yang begitu, bukan Christ orangnya!

"Ayah tak masalah, Ayah siap menjadi Kakek." ringis Christ seraya menekuk kedua lengannya di depan dada, seakan sedang mengendong bayi dilengannya.

Rose terdiam, namun sorot wajahnya terlihat sendu, rasanya Rose belum siap bercerita dengan Christ, apa tanggapan Christ jika ia mengetahui apa yang terjadi pada Rose? Rose tak siap memikirkannya, ia juga tak mau bertemu Jeon, tak akan mau!

"Ayah, aku lelah, aku mau istirahat." Lirih Rose seraya merebahkan dirinya dan menyelimuti sekujur tubuhnya.

Entahlah, Rose kesal, biarkan Ayahnya melakukan apapun sesukanya. Rose tak mau kembali pusing dengan hal-hal lain. Ia hanya akan fokus meyakinkan dirinya untuk kemungkinan-kemungkinan reaksi Christ jika mengetahui semuanya. Untuk saat ini, Rose akan membiarkan Christ berfikiran lain, setidaknya sampai ia siap mengatakan yang sebenarnya pada sang Ayah.

"Oke! Istirahat yang cukup, jaga cucu Ayah."

Christ mengusap selimut yang ia yakini kepala Rose. Setelahnya christ berlalu keluar, dengan raut wajah bahagia.

Lelaki yang kini usianya hampir menginjak 60 tahun itu berfikir keras, di otaknya sudah memikirkan apa yang akan ia lakukan jika Rose benar-benar hamil. Christ bahkan akan pura-pura marah pada Jeon karena membuat anaknya seperti ini! Tapi, hey! Christ tak akan berpura-pura! Christ akan benar-benar marah!

"Apa-apaan dia menghamili anakku! Harus kuberi pelajaran!" Gumam Christ dengan wajah kesal.

Ia harus tetap mempertahankan wibawanya, ia harus tetap garang di depan rakyatnya.

"Aku akan punya cucu..." lirih Christ dengan rengesan bahagia.

avataravatar
Next chapter