1 Informasi Dirinya

Stella Swan.

Perempuan cantik dengan tubuh mungil dan mata besar serta bibi yang kissable, melangkahkan kakinya ke dalam sebuah perusahaan yang akan menjadi tempat dia bekerja.

Beberapa hari yang lalu dia melamar pekerjaan di perusahaan ini dan melalui sesi wawancara yang cukup panjang serta melelahkan. Banyak orang yang berbondong - bondong melamar untuk mendapatkan pekerjaan disini.

Hal itu tidak mengherankan.

Perusahaan tempatnya ia bekerja saat ini merupakan perusahaan terbesar di Amerika, dimana memiliki banyak cabang di dalam negri maupun di luar negri, khususnya di Indonesia tempat tinggal si penulis cerita ini berada.

Gaji yang di berikan sangat banyak, tentu saja. Dan hal ini sepadan dengan betapa sulitnya untuk masuk dan bekerja disini. Tidak hanya harus bersaing dengan ratusan orang yang melamar kesini, perusahaan ini juga mencari orang yang memiliki pendidikan yang cukup dan haruslah orang yang berprestasi serta rajin bekerja.

Maka, ketika Stella mendapat email bahwa dia diterima di perusahaan itu, dia berteriak seperti orang kesetanan dan melompat - lompat girang layaknya orang hutan.

Hey, siapa yang tidak akan senang ketika dirimu di terima di perusahaan besar yang kau damba - dambakan dan berhasil masuk dengan mengalahkan ratusan orang yang juga melamar bekerja? Itu adalah hal yang sangat wajar.

Jadi disinilah dia. Didalam gedung perusahaan yang besar dan megah. Perusahaan paling terkenal dan berpengaruh di Amerika.

Steward Corp

****

Perempuan cantik yang melangkahkan kakinya berjalan di sepanjang koridor perusahaan. Tangannya sedikit gemetar dan keringat sebesar biji jagung bisa dilihat di dahinya yang mulus.

Perempuan Itu adalah Stella.

Sekarang dia sedang berjalan menuju ruang atasannya dengan diantar oleh seorang perempuan, namanya adalah Ryhana, yang Stella ketahui adalah sekretaris sang atasan.

Jujur, selama ia memasuki perusahaan ini dan berjalan menuju ruangan atasannya, dia merasa sangat gugup.

Walaupun Stella telah resmi menjadi karyawan di perusahaan ini, tapi dia harus menemui atasannya terlebih dahulu untuk memulai hari pertamanya bekerja.

Selama wawancara, ia dan peserta lainnya hanya diwawancarai oleh seorang pria berkacamata yang usianya sekitar 40-an yang merupakan seorang manager di bidang tertentu, namanya adalah Pak Tony.

Baik Stella maupun peserta lainnya tidak ada yang pernah melihat atasannya itu. Dan mereka juga tidak terlalu peduli, yang terpenting mereka harus lolos dan bekerja disini.

Menurut karyawan yang lain, atasannya adalah seseorang yang sangat dingin, pemarah, pemaksa, dan perfeksionis.

Dan itu membuat Stella gugup setengah mati. Membayangkan saja sudah membuatnya takut.

Padahal Jika atasannya ramah, Stella akan lebih mudah bekerja dan beradaptasi. Tapi, Stella mencoba untuk menepis pikiran negatif tentang atasannya. Mungkin itu hanya gosip yang di lebih - lebihkan oleh karyawan yang tidak menyukai atasannya. Pasti atasannya tidak sekejam yang dia pikirkan dan orang lain bicarakan. Positif thinking.

Setidaknya ini sedikit membantu. Stella mulai tenang, walaupun masih ada sedikit kegugupan yang menggeragotinya.

Keduanya berjalan dengan Ryhana yang memimpin di depan dan Stella yang berjalan kikuk dibelakangnya. Dia ingin bertanya tentang atasannya, tapi ia merasa tak enak dan tidak sopan jika bertanya hal seperti itu. Jadi, yang bisa Stella lakukan adalah menarik dan mengeluarkan napasnya perlahan, serta memikiran hal positif untuk mengurangi kegugupannya.

Langkah Ryhana berhenti tepat di depan sebuah pintu megah, yang Stella tebak adalah ruangan calon atasannya.

Melihat ini membuat Stella bertambah gugup.

"Kita sudah sampai, Nona Stella. Silahkan masuk." Ryhana memberikan senyum ramahnya kembali.

Stella balas tersenyum. Terlihat seperti senyum yang sangat dipaksakan. "T-terimakasih."

Ryhana pun pergi berlalu dan kembali ke pekerjaannya. Tinggallah Stella di depan pintu ruangan ini tanpa ada niatan masuk sedikitpun. Entah kenapa jantungnya berpacu sangat cepat, keringat dingin pun keluar tanpa henti, dan tangannya bergetar hebat ketika ia menyentuh gagang pintu tersebut.

Stella memberanikan diri. Ini adalah hal yang mudah. Stella adalah orang yang ceria dan ramah, jadi takkan sulit untuk berbicara dengan atasannya. Ia menyemangati dirinya

sendiri.

Stella mengetuk pintu itu dua kali dan menekan gagang pintunya hingga pintu itu terbuka dan memperlihatkan ruangan yang sangat luas.

"P-permisi." Stella masuk dan menutup pintu itu. 

Setelah dia membalikkan tubuhnya, betapa kagetnya dengan apa yang dia lihat. Katakanlah Stella itu norak, tapi memang benar, dia baru melihat ruangan yang sekeren ini.

Kantor Bos ini sangat besar dengan kursi dan meja kantor berada di tengah - tengah serta di belakangnya adalah jendela kaca yang sangat besar, sehingga kita dapat melihat pemandangan kota dari sini.

Cat dinding yang berwarna hitam putih. Di samping itu, ada sofa yang terlihat nyaman beserta meja sebagai pasangannya. Lalu ada bar mini dan tempat pembuatan kopi. Hiasan - hiasan dinding yang indah.

Kemudian Stella juga melihat sebuah pintu, yang Stella tebak adalah tempat istirahat sang Bos dan tentunya di dalam pasti sangat lah keren

"Ah, kau sudah datang?" Suara bass tiba-tiba mengagetkannya dari acara terkagum - kagumnya.

"I-iya." Betapa malunya Stella ketika kepergok sedang meneliti ruangan atasannya sendiri tanpa sopan santun.

"Kemarilah!" Perintahnya.

Stella berjalan dengan canggung menuju tempat duduk yang berhadapan dengan atasannya itu. Ketika ia sudah duduk, saat itulah atasannya mendongak dan melihat bagaimana rupa sang Bos.

Terkejut? Sangat. Stella sangat terkejut. Bagaimana tidak, atasannya ini bahkan terlihat sangat muda.

Stella memperkirakan umurnya sekitar 27 tahun. Dengan matanya yang tajam dan hidung yang mancung serta bibir yang terlihat menggairahkan, memang sangat tampan.

Tubuhnya yang dilapisi kemeja putih, dan bahunya yang tegap, dua kancing kemeja atasnya dibuka memperlihatkan lehernya yang berurat dan jakunnya yang seksi. Kemeja bagian lengannya digulung hingga siku, menampakkan otot-otot besarnya yang menggiurkan. Rambut hitamnya yang ditata keatas, menampakkan dahinya yang mulus. Stella percaya dibalik kain putih itu tersembunyi enam roti sobek yang bisa membuat kaum hawa terkagum - kagum.

Melihat ini, stella bersemu merah.

Tanpa diduga, atasannya itu mengalihkan fokusnya ke Stella dari kertas-kertas yang daritadi ia teliti. Dia menyandarkan tubuhnya ke kursi dan menatap Stella intens. Stella hanya menundukkan kepalanya takut, melihat tatapan tajam atasannya.

"Stella Swan." Suara bass nya mengalun, membuat sang empunya nama mendongakkan kepala.

"Perempuan berumur duapuluh satu tahun, lahir di Los Angeles. Sangat menyukai strawberry. Pendidikan hingga S. Memiliki saudara laki-laki yang bernama, Christian. Kedua orangtua mu sudah meninggal dan kau serta kakak mu diurus oleh nenekmu di sini. Tepat saat kau lulus kuliah nenekmu meninggal. Kakakmu sudah menikah dan pindah ke Los Angeles bersama istri dan anaknya. Jadi sekarang kau hanya tinggal sendirian di apartemen kecil dan pindah dari rumah nenekmu, Apakah informasinya benar?".

Mendengar semua informasi itu membuat Stella membelalakkan matanya yang bulat, dia merasa bingung dan heran terhadao atasannya ini.

Bagaimana data dirinya bisa sedetail itu? Seingatnya, dia hanya mencantumkan nama, tahun lahirnya, dan tempat tinggal nya. Atau jangan - jangan Bosnya ini memata - matai dia? Tapi ini tidak mungkin, karna Stella yakin bahwa ini adalah pertama kalinya dia bertemu dengan Bosnya.

Ah, mungkin bukan dia saja yang seperti ini. Karyawan lain kemungkinan juga menghadapi hal yang sama dengan Stella. Tapi dia masih tetap bingung

"B-bagaima-," belum selesai dia bertanya, sudah di potong oleh atasannya ini.

"Kau mulai bekerja." ujarnya dengan santai tanpa babibu lagi.

'Hah? Apakah ini sudah selesai? Apakah atasannya ini tidak bertanya tentang hal lain? Seperti skillku atau lainnya?' Batin Stella bertanya - tanya. Karna dia merasa ini agak lancar.

"Perkenalkan, namaku adalah Alexander Steward. Kuharap kau dapat bekerja dengan baik di perusahaan ini." Alex mengulurkan tangannya dan disambut gugup oleh Stella.

"I-ya s-aya akan bekerja dengan baik." Stella menjawab dengan senyum gugup dan canggung.

"Baik. Kau boleh keluar" ucap Alex.

Lalu, Stella keluar dari ruangan atasannya dengan masih memikirkan kejadian tadi, dimana menurut orang lain hal itu adalah sepele, tapi tidak dengannya. Itu masih membuat Stella bingung.

Tanpa Stella sadari, diam - diam Alex menyeringai puas.

Stella tidak akan tahu bahwa hal - hal yang tidak dia harapkan akan terjadi pada hidupnya.

***

Setelah Stella keluar dari ruangan atasannya, dia segera pulang ke apartmen kecilnya. Ia ingin segera memberitahu kabar gembira ini pada saudara sekaligus keluarga satu - satunya Stella.

Sesampainya di apartmen, Stella masuk ke dalam kamar lalu mandi. Setelah itu dia menelpon kakaknya.

"Halo, Christian?"

"Oh, halo dear. Bagaimana, apakah di terima? Lancar?" Terdengar suara baritone di seberang telepon yang beruntun bertanya pada Stella.

"Hei, calm down. Tenang, aku di terima di perusahaan itu" jawabnya dengan senyum lebar, walau orang yang di seberang telepon tidak akan melihatnya.

Tapi dari nada bicara Stella, dipastikan bahwa dia merasa senang, Christian tahu itu.

"Syukurlah kalau begitu." Ucap Christian lega bercampur senang dengan Stella.

"Kau harus menjaga kesehatanmu. Ketika bekerja ingat waktu." ingat Christian yang terdengar khawatir.

Tentu saja dia khawatir, apalagi Stella berada jauh darinya.

Awalnya Christian ingin mengajak Stella untuk tinggal bersamanya. Namun, Stella menolak karna katanya dia ingin mandiri. Jadi, sebagai kakak yang baik, dia menerima keputusannya.

"Iya - iya. Cerewet" Stella menjawab dengan agak ketus, namun sebenarnya senang dengan perhatian kakaknya.

"Ya sudah, ada beberapa hal yang harus ku urus. Besok aku akan menelponmu" ujar Christian yang sudah ingin menutup teleponnya.

"Hmm, salam untuk kakak ipar dan keponakan"

"Oke, nanti aku sampaikan. Bye dear." Dengan itu mengakhiri perbincangan mereka.

Stella lalu pergi ke dapur untuk memasak karena, cacing - cacing di dalam perutnya sudah membuat keributan meminta untuk di isi.

Selesai dengan makanannya, Stella masuk ke dalam kamar lalu tidur.

Dia harus menyiapkan energi untuk bekerja besok.

avataravatar
Next chapter