19 TIDAK ADA PERUBAHAN

MUDAH-MUDAHAN saja Tristan tidak berpikiran yang aneh tentangku, karena aku menanyakan hal yang paling bodoh sekali. Entah kenapa aku bisa-bisanya berpikiran kalau Tristan itu seorang gay dan ingin mendekati Rain.

Pikiranku mencadi kacau, kepalaku pusing dan badanku sangat capek sekali. Aku pun langsung kembali ke kamar setelah Tristan meninggalkan rumah. Aku teringat chat WA yang dikirim oleh Rain tadi.

Aku langsung bergegas masuk ke kamar dan mencari HP Rain. Aku memeriksa kantong celana Rain, tapi tetap saja tidak ada. Aku beralih ke meja dan memeriksa lacinya. Ternyata HP Rain berada di dalam laci meja. Aku mengambil HP tersebut dan menghidupkannya.

Aku membuka aplikasi Whatsapp milik Rain, ternyata tetap sama. Pesan yang dikirimnya padaku sudah di hapusnya. Apa sebenarnya maksud Rain aku tidak tahu. Di dalam chat dia sangat marah seperti ingin membunuhku. Setelah jumpa denganku dia malah senang.

Semua ini membuat aku pusing dan bingung. Apa Rain mempunyai pribadi ganda, saat di depanku terlihat manis. Tapi di belakangku dia begitu membenciku. Tapi itu tidak mungkin, semarah apapun Rain, dia tidak akan pernah membenciku.

Aku pun berbaring di atas kasur sambil memegang kening Rain. Syukurlah badannya sudah tidak panas lagi. Dia sudah sedikit membaik. Sekarang aku bisa lega dan tak perlu lagi khawatir. Tak lama aku pun tertidur di samping Rain.

Ada suara berisik yang terdengar di telingaku. Suara yang sepertinya aku kenal. Mataku perlahan terbuka dan aku melihat ke sekeliling kamar. Rain tak ada di sampingku saat ini.

"Apakah itu suara Rain?" Gumamku menebak.

Aku pun ke luar kamar dan mencari tahu asal suara tersebut. Suara dua orang yang sedang berbicara sambil tertawa. Samar-samar aku mendengar suara Rain dengan jelas. Aku terus melangkah menuju asal suara tersebut. Ternyata suara itu berasal dari taman belakang. Rain sedang mengobrol dengan Alex.

"Ngapain juga Alex ke sini. Aduh, kacau gua malu banget bertemu dengannya." Gumamku seraya kembali berbalik arah menuju kamar. Tapi ternyata Alex melihatku.

"Radit...!" Seru Alex memanggilku.

"Sial, ternyata dia melihat gua." Gumamku seraya membalikkan badan.

Aku pun melangkah menuju taman belakang rumah. Di situ juga ada Rain yang menemani Alex mengobrol. Jantungku berdebar saat langkahku mulai dekat dengan mereka. Aku benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi pada diriku. Bertemu dengan adik dan teman baikku saja bisa gelisah seperti ini.

"Eh hehehe, lu Lex, ngapai lu ke sini?" Seruku pura-pura bertanya.

"Owwhhh, memangnya gua gak boleh ke sini lagi?" Tanya Alex balik.

"Ahaha.... haha..., ya boleh lah. Lagian siapa juga yang melarang lu datang ke sini."Jawabku tidak berani memandang wajah Alex dan duduk di kursi taman belakang.

Rain dan Alex menatapku hingga membuat aku salah tingkah dan pandanganku entah kemana-mana. Apalagi Alex hanya mengenakan singlet saja di sini, aku tak mau terulang lagi kejadian kemaren hingga membuatku malu.

"Kenapa lu diam, lu semakin lama semakin aneh kalau gua perhatiin! Seru Alex. "Lu lihat kakak lu itu Rain, makin lama makin aneh sikapnya."

"Gu... gua mana ada aneh. Yang a.. aneh itu lu, tiba-tiba.. datang malah bilang gua aneh." Sahutku sambil melihat taman di belakang rumah dan tidak berani melihat ke Alex.

"Lihatlah, menatap gua aja gak mau. Ada apa sih sebenarnya sama lu. Kemaren juga lu main kabur aja dari rumah." Ketus Alex.

"Astaga....., jangan sampai dia menceritakan kejadian kemaren di depan Rain." Gumamku ketakutan.

"Memangnya Radit kenapa kabur dari rumah lu?" Tanya Rain penasaran.

Aku langsung terkejut mendengar Rain bertanya. Aku mulai gelisah dan memikirkan cara agar Alex tak bercerita apa-apa kepada Rain.

"Kemareeeen...., hmmm peristiwa yang lucu sih." Seru Alex memulai ceritanya. Sedangkan keringat dingin ku sudah mulai bercucuran. "Semalam itu.... pas gua..."

"Eh lu bukannya sakit Rain, ngapain lu duduk di luar ini. Masuk angin lu nanti." Seruku mengalihkan pembicaraan.

"Ahhh... gua sudah sembuh dari tadi. Udah gua minum juga obatnya." Sahut Rain bandel.

Alex terlihat senyum bahagia saat aku memotong pembicaraannya. Sedangkan aku sangat kesal melihat Alex mempermainkanku.

"Awas aja lu Lex, gua balas lu nanti." Gumamku kesal.

"Ya udah, lu masuk sana Rain. Nanti lu sakit lagi, gak akan kemana-mana lagi kakak mu ini. Gua janji, kapan perlu gua nginap di sini." Seru Alex tersenyum.

"Eh... ngapain lu nginap di sini?" Sahutku seraya mengeluarkan keringat dingin.

"Lha, kenapa? Memangnya gak boleh? Waaah parah lu ya Dit, giliran lu nginap di rumah gua gak apa-apa. Malah gua sambut bersama keluarga gua. Benar-benar berubah lu sekarang." Seru Alex merajuk.

"Bu... bukan begitu maksud gua. Me... memangnya lu gak kuliah besok?" Tanyaku mencari alasan.

"Owwwh, gua besok libur. Hehehehe jadi malam ini gua nginap di sini." Seru Alex terlihat senang.

Aku tak dapat lagi berkata apa-apa. Tak mungkin aku tidak mengizinkan Alex nginap di rumahku. Dia kan adalah sahabatku, apalagi sebelum ini dia memperbolehkan aku menginap di rumahnya lantaran ingin membuat Rain mandiri. Tapi kenapa batin ini sedikit menolak untuk mendekat dengan Alex. Sejak ucapan terakhir kali sebelum aku meninggalkannya, aku merasakan seperti orang yang hina. Masa dia bertanya 'kamu bukan gay kan?' Pertanyaan yang aneh sekaligus membuatku kesal padanya.

Jangan sampai saja dia menceritakan hal tersebut kepada Rain. Apa pikiran Rain nanti jika Alex menceritakannya. Apalagi semalam aku telah di nodai oleh Andreas si brengsek. Benar-benar sangat menjijikkan.

"Ya udah, nanti lu sama Rain tidur berdua di kamar atas. Biar gua tidur di kamar bawah." Ketusku.

"Masa lu udah lama gak pulang, sekalinya pulang gak tidur sama gua." Seru Rain terlihat kesal.

"Kan ada Alex yang menemani lu." Sahutku.

"Gua mau tidur bareng lu." Paksa Rain.

"Tolonglah Rain, lu mengerti untuk kali ini saja. Oke...!" Seruku memohon.

"Sudahlah Rain, apa bedanya gua sama abang lu itu. Biarkan saja dia tidur di kamar bawah sendirian." Sela Alex seraya menepuk bahu Rain.

"Ya udah, tapi lu besok janji ya. Tidurnya bareng gua." Seru Rain kepadaku.

"Iyaaaa..." Sahutku terpaksa.

Inilah yang gua benci dari sifat Rain yang manja. Tidak bisa berubah sama sekali. Padahal dia sudah dewasa, badannya berotot dan bagus, gayanya pun macho. Tapi kalau samaku keterlaluan sekali manjanya. Sampai tidurpun harus bersamaku, padahal malam-malam sebelumnya saat aku meninggalkannya dia bisa tidur sendiri.

Sudah aku tinggalkan dia beberapa hari ini, berharap Rain berubah sifatnya bisa lebih dewasa. Tapi nyatanya sama saja, tidak ada perubahan.

avataravatar
Next chapter