3 RAIN YANG MANJA

Heran juga aku melihat adikku dari tadi nelpon terus. Karena terlalu ku manjakan sampai-sampai dia tidak bisa hidup mandiri.

Akhirnya aku pun sampai di rumah peninggalan orang tuaku. Aku segera turun dari mobil. Untung saja sekarang hari Minggu, jadi tak apalah jika tidak membuka bengkel hari ini. Ya, aku membuka usaha bengkel bersama adikku Rain untuk membiayai hidup kami.

Sejak aku lulus SMA, aku tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Aku tahu warisan yang ditinggalkan oleh orang tua kami, mampu untuk menguliahkan kami sampai lulus. Tapi mau bagaimana lagi. Uang itu sudah ludes semuanya dimakan oleh nenek sihir tante Henny. Kadang datang pikiran setan ku untuk menyingkirkannya dari rumah ini.

Aku pun masuk ke rumah dan langsung menuju kamarku dan Rain.

"Dari mana saja lu, telpon gua pun gak diangkat-angkat!" Ketus Rain.

"Gak kemana-mana, cuma ada urusan aja." Sahutku menyeringai.

"Urusan sama cewek itu sampai lu gak tau lagi jalan pulang?" Seru Rain dengan nada sedikit tinggi.

Aku pun terdiam, sejak aku berhubungan dengan Angel, Rain memang tak pernah suka. Apalagi kalau Angel datang ke bengkel. Wajah Rain langsung berubah masam. Kadang barang-barang bengkel sengaja di banting-bantingnya.

"Kenapa sih lu gak suka sama Angel?" Tanyaku seraya menuju lemari pakaian. Aku membuka bajuku dan mengambil kaos singlet dalam lemari lalu mengenakannya.

"Memang gak suka, dia seperti wanita jahat yang ingin berbuat jahat pada lu." Seru Rain.

"Lu gak terlalu kenal dengannya, dia perempuan yang sangat baik dan lembut." Sahutku mendekati Rain sambil memegang bahunya.

"Apanya yang baik sampai tidak pulang seharian, ngapain aja lu sama dia?" Tanya Rain bernada kesal.

"Gu... gua gak kemana-mana, cu.. cuma menghadiri pesta ulang tahun temannya. Acaranya sampai pagi, makanya gua baru bisa pulang." Jawabku gugup.

"Lu gak mikir ya, gua belum makan dari semalam. Lapaaaaaar!!!" Teriak Rain mulai manjanya keluar.

"Eh, lu udah 19 tahun. Masih aja bersikap seperti anak-anak. Kalau lapar lu kan bisa beli makanan keluar." Seruku.

Rain mulai diam, dia malah berbaring dan menutup mukanya dengan bantal guling. Kalau sudah ngambek seperti ini aku yang jadi merasa bersalah. Karena dari kecil sudah ku manjakan, dan akhirnya begini lah dia sekarang.

"Ya..., sebentar ya adek gua yang paling ganteng. Gua mau masak dulu. Gitu aja adek gua ini ngambek." Seruku mengacak-acak rambutnya.

Rain pun bangun dan duduk tersenyum. Yah, begini lah dia. Apa gak pusing juga aku sebagai kakak yang harus menuruti semua kemauannya. Tapi tak apa, aku sangat senang melayani adikku. Karena dia keluarga satu-satunya tersisa yang sangat berharga bagiku.

Aku segera turun menuju dapur. Rain mengikuti ku dari belakang sambil melingkari tangannya ke pinggangku.

"Ehhh, apa yang lu lakuin. Awas sana jadi susah nih jalan." Ketusku melepaskan tangan Rain dari pinggangku.

Rain hanya menyeringai tersenyum tanpa berkata apapun. Sampai di dapur aku membuka kulkas melihat apa yang bisa dimasak untuk Ray. Aku mengambil cabe, bawang, dan sosis.

"Gua masak nasi goreng ya." Seruku.

"Terserah lu aja, gua suka semua apa yang lu masak." Sahut Rain duduk di meja makan sambil memainkan game di HPnya.

Tiba-tiba si nenek sihir tante Henny pun datang ke dapur. Dia membuka kulkas lalu mengambil minuman kaleng. Perasaanku sudah tak enak saat dia datang ke dapur. Rain tidak peduli pada nenek sihir tersebut, tetap main game dengan santainya.

"Tolong buatin untuk tante juga ya Radit, tante lapar belum makan. Nanti antar ke kamar tante." Seru Tante Henny memerintah ku seperti bos.

Aku diam tidak menyahut sedikitpun. Aku tetap lanjut mengerjakan pekerjaanku tanpa menghiraukan apa yang dia katakan.

"Lu kok diam aja, dengar gak yang tante bilang? Buatin buat tante juga." Tegas Tante Henny.

"Buat aja sendiri, emangnya gua pembantu?" Sahutku dengan jelas.

"Apa lu bilang? Jaman sekarang anak-anak sudah tak ada sopan santunnya kepada orang tua ya. Tidak ingat kalau gua yang membesarkannya sejak orang tuanya mati." Seru Tante Henny mulai mengoceh tak karuan.

"Pergi gak sana, atau gua siram pake minyak panas ini." Seruku mengancam.

"Ohhhh, sudah berani lu melawan ya." Ketus Tante Henny.

Aku menggertak sambil mau melempar minyak panas ke wajah nya yang sudah tua. Dia langsung lari terbirit-birit ke kamarnya sambil mengomel-ngomel.

Rain tetap sibuk dengan gamenya tanpa mempedulikan si nenek sihir sedikitpun.

Akhirnya nasi goreng ala chef Radit pun siap. Aku langsung menghidangkan nasi goreng tersebut di meja makan. Baru saja aku meletakkannya di meja makan, Rain langsung melahap nasi goreng buatan ku seperti orang kelaparan.

"Pelan-pelan makannya." Seruku sambil menyuap nasi goreng ke mulutku.

Baru saja ku peringatkan, Rain sudah tersedak meminta minum.

"Tuh kan apa yang gua bilang, pelan-pelan makannya." Seruku menuju dapur mengambil air minun dari kulkas dan memberikannya ke Rain.

"Dasar anak tak tau terima kasih, tak tau diuntung. Berani melawan tantenya sendiri. Dasar Anak binatang." Teriak tante Henny dari dalam kamarnya.

Langsung ku lempar sendok makan yang sedang ku pegang ke pintu kamarnya hingga menimbulkan suara yang sangat keras membuat Rain yang sedang makan terkejut.

"Kenapa lagi dia?" Tanya Rain sambil mengunyah makanannya.

"Biasalah lu kayak gak tau aja tu nenek sihir. Habiskan makananmu jangan hiraukan dia." Jawabku sambil mengambil sendok baru yang berada di atas meja makan.

"Ahhhhh kenyaaang, memang super enaklah masakan kakakku ini." Seru Rain dengan wajah yang berseri-seri.

"Cepat kali makan lu." Seruku dengan perasaan senang, masakan ku dihabiskan.

Rain beranjak dari meja makan, mengangkat piring kotor lalu mencucinya di dapur. Selesai mencuci piringnya ia langsung pergi menuju kamarnya.

"Heii, piring gua gak sekalian lu cucikan, ini gua dah selesai makan." Teriakku.

"Aduuh, lu aja yang nyuci. Siapa suruh makannya lambat." Ejek Rain naik melalui tangga menuju kamar.

Aku menggeleng tersenyum melihat ulahnya yang masih ke kanak-kanakan. Si nenek sihir masih tetap saja dari tadi tidak berhenti mengoceh. Aku pun beranjak dari meja makan lalu mencuci piring kotorku. Tak ku hiraukan si nenek sihir itu, kalau bisa di secepatnya meninggalkan rumah ini agar kami bisa hidup tenang.

Aku kembali ke kamar dan melihat Rain sudah tertidur pulas. Aku merasa kasihan juga melihat adikku ini jika dia ditinggal sendiri di rumah. Rain orangnya tak suka keluyuran kemana-mana. Dia lebih suka di rumah ketimbang pergi ke sana sini. Itulah yang membuat hati ku tenang melihat Rain. Bisa di bilang dia tidak mempunyai banyak teman, bahkan teman akrab pun tidak punya.

Hanya akulah satu-satunya yang paling dekat dan mengerti dia. Aku menghampiri dan mengelus rambutnya. Ku cium kening adikku yang sedang tertidur nyenyak.

avataravatar
Next chapter