6 RAIN SAKIT

Aku benar-benar tak bisa tidur malam ini. Pikiranku melayang kemana-mana. Aku teringat dengan Rain. Apakah dia sudah makan atau belum, apakah bengkel sudah di tutupnya. Aku sangat gelisah sampai berputar-putar di atas kasur. Alex yang sudah tidur dengan nyenyak terbangun gara-gara aku.

"Hmmmmfftt, lu kenapa? Gak bisa tidur ya?" Tanya Alex.

"Maafin gua lex, lu terbangun gara-gara gua." Seruku sambil duduk.

"Kalau lu khawatir sama adik lu, mendingan lu pulang." Sahut Alex pun ikut duduk.

Tiba-tiba HP ku berbunyi tengah malam buta. Dan ternyata itu adalah panggilan masuk dari Rain. Aku ragu mau mengangkat atau tidak. Kalau aku mengangkat telpon ini, pasti Rain merengek-rengek menyuruhku pulang. Dan ini akan menambah kemanjaan pada diri Rain.

"Kenapa lu gak angkat? Dari Rain ya?" Tanya Alex seraya berdiri dan mengambil air minum yang ada di sudut kamarnya.

"Ya, dia menelpon ku." Jawabku sambil meletakkan HP yang terus berbunyi ke atas meja.

"Angkatlah, mana tau dia lagi butuh lu." Seru Alex memberikan secangkir air kepadaku. Aku mengambil air tersebut dan meminumnya.

"Biarkan saja, gua ingin dia bisa hidup mandiri tanpa ketergantungan padaku. Kalau gua angkat, yang ada nanti gua pasti gak tega dan akhirnya gua pulang." Sahutku.

"Kalau menurut gua, jangan lu lama-lama meninggalkannya. Lu tau sendiri sifat adik lu, jangan sampai dia berbuat yang aneh-aneh.

"Gua mengerti."

"Baiklah kalau begitu, gua tidur dulu. Lu tidur lah, jangan terlalu dipikirkan." Seru Alex berbaring ke kasur.

Aku pun kembali berbaring sambil memandang langit-langit kamar. HP ku kembali berbunyi, tanpa pikir panjang aku mematikan HP ku agar tidak mengganggu tidur Alex.

Apa yang ku lakukan ini benar atau salah, itu adalah resiko yang mau tidak mau aku harus menerima-nya.

.......

Malam pun berlalu. Benar-benar malam ini aku tak bisa tidur meskipun sudah memejamkan mata.

"Lu udah bangun?" Tanya Alex mengejutkanku. Ternyata Alex baru saja terbangun dan melihatku berdiri di jendela kamar.

"Iya Lex, Lu gak ada kuliah hari ini?" Tanyaku.

"Ada, jam 8 pagi ini." Jawab Alex sambil merenggangkan badannya.

"Mandi lah cepat, ntar lu telat kuliah." Seruku.

Alex lalu berdiri dan menghampiriku. Tiba-tiba dia menjatuhkan tubuhnya dan memelukku.

"Hei apa yang lu lakukan?" Teriakku terkejut.

"Hahahhahaha...., seperti ini lah reaksi lu pada Rain? Pantas saja dia marah, lu gak bisa di ajak becanda sih." Seru Alex mengejekku.

"Brengsek lu Lex." Ketusku kesal sambil mendorongnya.

"Mata lu merah dan bengkak, lu gak tidur semalam ya?"

"Ya, gua gak bisa tidur."

"Sudah gua bilang, kalau lu khawatir lebih baik lu pulang."

"Baiklah gua pulang dulu, terima kasih ya." Seruku mengambil HP di meja dan keluar meninggalkan Alex.

"Ya hati-hati lu nyetir, jangan sampai ketiduran." Sahut Alex.

Aku bergegas pulang ke rumah. Pikiranku tak enak, mudah-mudahan Rain baik-baik saja. Aku mengendarai mobil dengan kencang agar cepat sampai di rumah.

Sesampai aku di rumah, aku langsung turun dari mobil dan berlari menuju kamar. Aku membuka pintu kamar dan melihat Rain masih tidur dengan nyenyak. Syukurlah tidak ada yang perlu di khawatirkan.

Aku sangat mengantuk sekali, berulang kali aku menguap. Akhirnya aku tak tahan lagi menahan mataku dan merebahkan tubuhku ke sofa yang berada di dekat jendela kamar. Tak beberapa lama akhirnya aku bisa tertidur.

...........

Berat sekali rasanya tubuhku seperti ada benda yang sangat berat menimpaku. Saat aku membuka mata ternyata Rain tengah memelukku erat.

"Rain?" Seruku memegang kepalanya.

"Maafkan gua Radit, maafkan gua. Gua tau gua salah dan egois. Maafkan gua...., jangan pernah tinggalin gua sendiri lagi." Seru Rain memohon.

Aku memandangi wajah Rain yang sangat ketakutan dengan mata yang berkaca-kaca. Aku pun bangun dan memeluknya.

"Gua gak akan pernah ninggalin lu. Mana mungkin gua ninggalin adik satu-satunya yang gua sayang." Seruku sambil mencium kening Rain.

Aku langsung sadar, tubuh Rain terasa sangat panas dan wajahnya pucat. "Lu sakit Rain?"

Rain tak ada kekuatan lagi untuk bangun. Aku langsung mengangkatnya ke atas kasur. Aku mulai panik melihatnya.

Aku langsung memeriksa persediaan obat di lemari. Akhirnya aku menemukan obat demam dan memberikannya kepada Rain.

"Maafin gua Rain. Gara-gara gua lu sakit begini." Seruku. Rain hanya menggelengkan kepalanya. "Lu udah makan belum? Pasti dari kemaren lu belum makan. Dasar anak bandel."

Aku segera pergi ke dapur untuk memasak bubur. Untung saja masih ada sisa beras sedikit, masih bisa membuatkan bubur untuk Rain.

Lagi-lagi si nenek sihir datang membuatku emosi.

"Eh Radit, gua lapar masakin sesuatu atau bagi uang." Seru Tante Henny dengan nada tinggi.

"Jangan membuatku marah, kalau mau makan cari uang sendiri." Sahutku terus membuat bubur.

"Kemana gua mau cari uang, lu anak yang tak tau diuntung ya. Gua udah merawat lu dari kecil sampai gede begini. Tapi lu biarkan gua mati kelaparan?" Teriak Tante Henny.

"Jangan membuat kesabaran gua habis. Seharusnya gua yang marah sama tante, uang warisan orang tua gua untuk kuliah, malah tante habiskan untuk berfoya-foya. Jadi sekarang rasakan sendiri." Seruku.

"Dasar anak durhaka, gua ini tante lu. Tapi lu perlakukan aku seperti orang lain!"

"Jangan pancing emosi gua tante. Menjauhlah dari hadapanku."

"Dasar anak tak tau diri!" Ketus tante Henny kesal dan keluar dari rumah.

"Jangan balik lagi ya." Seruku tersenyum.

Tante Henny pergi ke luar dengan marah-marah dan membanting semua barang yang dilihatnya. Aku tidak mempedulikannya, mau pergi, mau ngomel-ngomel, mau banting barang, dan mati sekalipun. Dia hanya bisa membuat keributan di rumah ini.

Akhirnya bubur untuk Rain sudah siap ku masak. Aku segera ke kamar dan menyuapi Rain. Makannya terlihat lahap sekali seperti orang yang sudah berhari-hari tidak makan. Aku merasa sangat bersalah dan menyesal telah membuat adikku seperti ini.

"Kenapa sih lu bodoh sekali, gak bisa mandiri. Makan aja harus menunggu gua." Seruku memarahi Rain.

Rain hanya tersenyum mendengar ucapan ku. Aku bingung dengan sifat Rain. Ini tak pernah terjadi kepada orang lain, meski seorang kakak merawat adiknya dari kecil. Cuma Rain lah ku rasa yang bersifat terlalu manja seperti ini. Apa aku harus membawanya ke psikiater untuk diperiksa.

Kenapa semakin hari dia bertambah manja, padahal umurnya semakin dewasa. Tidak mungkin selamanya aku bisa berada di sisinya.

Aku sangat senang dia lahap sekali makannya. Dia hanya tersenyum memandangku menyuapinya. Semoga Rain cepat kembali pulih dari demamnya. Kalau sampai malam nanti dia tidak ada perubahan, aku akan membawanya ke rumah sakit.

Akhirnya bubur buatan ku habis dimakan Rain. Aku sangat senang melihatnya makan dengan lahap. Tak lama Rain pun tertidur dan aku pun sangat mengantuk.

Aku membaringkan badanku di samping Rain dan memeluknya.

avataravatar
Next chapter