1 The Most Beautiful Gift (Anugerah Terindah)

Di suatu malam yang suram, dengan suara deras air hujan yang mengguyur hari itu, hiduplah sepasang kekasih muda hendak bermalam di suatu tempat. Mereka telah menikah selama 2 tahun dan sang istri sedang hamil besar.

"Sayang, hujan sedang deras-derasnya, apa kita perlu tidur saja di gudang kosong ini? Aku juga gak kuat kalau harus berjalan terus dengan membawa barang bawaan kita." pinta sang istri.

"Baiklah sayang, aku akan mengambil selimut untuk alas kita tidur. Maafkan aku, aku bahkan gak bisa jadi ayah yang baik untuk anak kita kelak, aku merasa hancur dan..." jawab sang suami dengan sedikit terisak yang langsung disahut istrinya.

"Tidak apa-apa sayang, kita sudah berjanji bukan? Bahwa kita akan bersama dalam suka maupun duka, sakit dan sehat, dan hanya kematian yang dapat memisahkan kita." jawab sang istri menenangkan.

"Aku berjanji, kita akan segera bangkit dan kita akan mampu membahagiakan anak kita kelak."

"Baiklah sayang, sebaiknya kita tidur sekarang, besok kita akan perlu energi yang besar." jawab sang istri mengakhiri.

Mereka berdua pun mulai tertidur. Di dalam tidurnya, sang suami bermimpi, ia menggendong bayi laki-laki dan ia memanggil anak itu Edward. Tapi mimpi itu langsung hilang bersama dengan suara yang menggelegar seperti sesuatu jatuh.

Entah mengapa, setelah mengalami mimpi itu, ia terbangun dengan mata berkaca-kaca. Entah karena bahagia, atau ia mempunyai firasat buruk hingga terbangun bersamaan dengan suara sesuatu yang jatuh tersebut.

Ia mencari-cari sumber suara tersebut dan mendapati bahwa terdapat suatu lubang yang sepertinya dihasilkan sesuatu yang jatuh tersebut. Didalam lubang tersebut, terdapat sesuatu yang...

"Apa ini? Ini terlihat begitu menyilaukan, apakah ini adalah meteor? Hmmm, sepertinya bukan."

Karena penasaran ia hendak menyentuh sesuatu itu, tetapi istrinya menepuk pundaknya dan ia pun terkejut.

"Ada apa sayang? Kenapa kamu meninggalkanku di gudang itu, aku juga takut tau!"

"Maaf sayang, aku tadi penasaran dan nggak mau kamu kebangun"

"Jangan terlalu penasaran, kita gak tau apa yang bakal terjadi kalau kamu sentuh barang itu, ayo balik, aku masih ngantuk ini."

"Baiklah..."

Sang suami masih penasaran dan ia akhirnya memutuskan untuk pergi ke lubang tersebut lagi, dan ia mendapati sesuatu yang bersinar tersebut membagi dirinya menjadi 5 sama besar. Ia langsung mengambil kelima batu itu dan menyimpannya dalam kain yang ia bawa sebelumnya. Ia mengantonginya dan hendak menuju gudang sebelum akhirnya terkejut karena terdapat 4 orang yang mencegat ia, 3 laki-laki dan 1 perempuan.

"Kembalikan batu itu ke kami, itu milik kami, kamu hanya orang biasa dan tidak berhak memilikinya." kata seorang laki-laki berambut merah menyala.

"Siapa kalian? Aku tidak mengambil apa-apa, kalian salah lihat, dan juga kenapa kalian ada disini? Apa kalian menguntitku??"

"Hahahhaha, ngapain juga menguntitmu, kayak orang kurang kerjaan aja, dan juga serahkan apa yang ada dikantongmu, sebelum kami murka padamu." kata seorang wanita cantik berambut pendek dengan mata seterang bulan.

"Aku tidak mau, pergilah kalian sebelum aku teriak!"

"Teriak? Hmm boleh dicoba." kata salah satu laki-laki berkulit pucat.

4 orang tersebut mendekati pria itu, dan pria itu berteriak dan berlari menuju arah gudang, hendak memperingatkan istrinya. Namun entah sejak kapan, istrinya telah keluar gudang dan tampak akan berlari mengikuti suaminya.

Sang suami pun berlari bersama istrinya masuk ke hutan dibelakang gudang tersebut. Setelah berlari cukup jauh, mereka akhirnya berbincang.

"Apa yang kau lakukan? Kau mau mati? Sudah kubilang jangan coba-coba sentuh batu itu." kata sang istri.

"Maafkan aku, aku sangat penasaran dan..."

Belum juga selesai mengucapkan kata-kata tersebut, 4 orang tersebut sudah mulai menampakkan diri hendak menyerbu mereka berdua.

Sang suami langsung berpesan untuk membawa kantong berisi 5 batu tersebut dan menyuruh sang istri untuk berlari sedangkan ia akan memperlambat langkah 4 orang tersebut dengan mengorbankan dirinya.

"Apa yang kamu pikirkan? Sudah kasih saja batu itu, kita juga gak tau itu berguna atau nggak kan? Mungkin mereka yang mengejar batu ini termakan oleh mitos dan semacamnya." jawab sang istri.

"Aku yakin batu itu akan mampu membuat anak kita hidup bahagia kelak, aku ingin memberi anak itu nama yaitu Edward. Sudah lekas kamu pergi dan jaga dirimu baik-baik. Aku cinta kamu."

Sang suami memberi kantong tersebut dan tiba-tiba 4 orang tersebut menyergap sang suami. Sang istri pun berlari sekencang-kencangnya, sambil menahan sakit dari perutnya, ia berlari sambil menangis sejadi-jadinya.

Hingga akhirnya ia sampai disebuah pedesaan, ia tertidur di balik rumah warga dan menunggu hingga matahari bersinar...

Matanya sangat lelah karena menangis dan kaki nya apalagi. Ia dibangunkan oleh warga pemilik rumah tersebut yang bernama Gillan, yang tak lain juga merupakan pemilik pertanian dan perkebunan terluas di desa itu.

"Apa yang kamu lakukan disini? Mengapa kamu sendirian? Apakah kamu sedang mengandung? Apa kamu tersesat?" Gillan bertanya-tanya tentang asal usul wanita itu.

"Namaku Karen, aku berlari dari kota menuju hutan dan akhirnya tersesat disini. Aku sedang hamil besar dan sepertinya beberapa hari lagi aku akan melahirkan. Suamiku terbu..."

Ia tidak sanggup menyelesaikan kata-katanya, ia menangis dengan terisak lagi...

"Baiklah aku paham dengan situasimu, kamu Karen dan kamu akan melahirkan beberapa hari lagi, sepertinya aku bisa menampungmu karena aku juga kesepian di rumah ini."

"Benarkah??? Aku akan sangat berterimakasih, aku akan bekerja sebisa ku di sini, aku bisa mencuci piring, baju, atau bahkan kau suruh aku mengarit pun tak masalah. Aku akan melakukan a..."

Karen terkulai lemas, dan mengalami sakit perut yang hebat, Gillan yang panik langsung memanggil tetangganya dan mereka membawa Karen menuju klinik yang tak jauh dari situ.

Setelah penantian panjang, Karen melahirkan dan menamai anak itu Edward, sama seperti yang diwasiatkan ayahnya.

Setelah beberapa tahun berlalu, Edward tumbuh besar dan berkepribadian baik. Banyak wanita di desa itu yang jatuh cinta padanya. Tetapi Edward mengesampingkan semua hal itu, dan mulai mencari tau asal usul batu itu. Ibunya, Karen melarang Edward mencari tau, karena batu itu lah yang menyebabkan ayahnya terbunuh. Tetapi Edward bersikeras mencari tau. Yaa, ia hampir sama dengan ayahnya.

Edward memutuskan pergi dari desa sambil membawa batu tersebut menuju gudang tempat ayah nya terbunuh itu. Tentunya ia pergi sembunyi-sembunyi walaupun hal itu cukup susah mengingat dirinya selalu menjadi pusat perhatian.

Setelah sampai, ia mencari-cari petunjuk di gudang dan di area sekitar gudang. Hingga ia merasa, bahwa batu yang dibawanya bersinar kembali dan mengeluarkan semacam hawa panas yang membuat ia melemparkan kantong tersebut ke tanah. Ia heran bagaimana batu itu bisa tiba-tiba memanas.

"Aku yakin, pasti aku sudah dekat dengan jawabanku."

Tak lama kemudian, 4 orang yang telah membunuh ayahnya muncul. Edward langsung tau bahwa keempat orang inilah yang telah membunuh ayahnya. (Ia mengingat cerita ibunya.)

"Oh, jadi kalian lah yang membunuh ayahku dan merampas kehidupan bahagiaku bahkan sebelum aku merasakan kebahagiaan itu?!?"

"Kau ngomong apa bocah, kau tampak seperti seseorang yang dahulu kami temui." jawab laki-laki berambut merah menyala.

"Ohhh, sepertinya dia adalah anak dari seorang pencuri batu kita itu, kalau di pikir-pikir sepertinya sudah hampir 20 tahun ya? Haha." jawab laki-laki berkulit pucat.

"Jadi kalian benar merupakan pembunuh ayahku? Demi 5 batu ini? Apa yang membuat kalian murka hingga membunuh ayahku? Apa salah ayahku?"

"Salah ayahmu? Ayahmu mengambil sesuatu yang bukan miliknya dan tidak mau mengembalikannya pada kami." sahut laki-laki berambut hitam pekat.

"Ibuku mengatakan bahwa itu bukan milik kalian, ayahku menemukannya di sebuah lubang, kalian semua pembohong dan sepertinya kalian lah pencurinya." kata Edward

"Kau tidak tau nak? Itu adalah batu ajaib, dan itu adalah milik kami masing-masing. Lihat, batu itu ada 5 bukan? Kami berempat, kami masing-masing mempunyai salah satu dari batu itu." jawab wanita yang cantik dan berambut pendek.

"Lalu bagaimana dengan 1 batunya?" tanya Edward penasaran.

"Haha, aku jadi teringat 1 wanita gila itu, bagaimana bisa ia menikah dengan manusia dan rela hidup sengsara dengan manusia yang bahkan tidak abadi." jawab laki-laki berambut merah.

"Sudah, jangan bahas itu lagi, ayo kita ambil batu itu sebelum orang ini merampasnya kembali. Ingat, kita telah menunggu di sini mencari-cari batu ini dan akhirnya kita akan mendapatkannya kembali."

Mereka berempat mulai mengejar Edward, tanpa batu itu, mereka berempat sama seperti manusia biasa. Tetapi 4 lawan 1 bukanlah suatu hal yang mudah. Edward kuat tetapi ia tak cukup cepat dalam berlari.

"Kau tidak akan mampu melawan kami, sudah berikan saja batu itu dan kami akan mengampuni nyawamu, aku sudah tidak mau mengotori tanganku lagi dengan darah manusia." sahut laki-laki berkulit pucat.

"Tidak akan! Bila kalian bisa kuat karena batu itu, sepertinya akan bernasib sama bila aku yang membawa batu itu." jawab Edward sambil membuka kantongnya dan mencoba mengambil salah satu batu.

Saat membuka kantong itu, Edward terkejut, karena salah satu batu telah hilang!

Terdengar ledakan di belakang hutan dan Edward segera berbalik dan mendapati ibunya sedang membawa salah satu batu itu dan tubuhnya menyala terang.

"Mundur Edward, mereka bukan tandinganmu, sepertinya saatnya untuk mengakhiri ini semua. Ayahmu mengambil batu itu untuk menghidupimu, berharap bahwa batu itu adalah batu yang berharga dan mampu dijual dengan harga baik. Tetapi aku tidak pernah mengira, aku akan bertemu dengan kawan lamaku." jawab Karen.

"Hai Blaire si rambut merah, Lydia yang cantik seperti bulan, Caleb yang pucat, dan hai Jake, saudara kembarku." sapa Karen.

"Apa bu? Kau benar-benar salah satu dari mereka? Bagaimana bisa?" tanya Edward keheranan.

"Itu ceritanya panjang nak, intinya mereka adalah orang yang ingin menguasai dunia dahulu, hingga akhirnya sang langit murka dan mengambil batu tersebut, bahkan batu ibu juga, padahal mereka yang sangat berambisi."

"Kau jangan naif, kau juga sama dengan kami!" jawab si cantik.

"Sama? Hahaha, aku tidak pernah menginginkan kehidupan seperti itu, aku hanya ingin hidup bahagia dengan suami dan anakku, dan ternyata suamiku malah mati ditangan kalian." jawab Karen.

Setelah berbincang hal itu, Edward ternganga lebar tanpa memperhatikan bahwa si kulit pucat, Caleb telah mengambil kantong itu dari tangannya dan melemparkannya pada teman-temannya.

Edward pun terkejut, sebelumnya ia telah mengambil satu batu dan menyembunyikannya, jaga-jaga kalau kantong itu terambil.

Ibunya berusaha bertahan dengan satu batu ditangannya, sedangkan Blaire kesusahan, karena batunya hilang begitu saja.

Edward berlari menuju samping ibunya dan memegang batu itu erat-erat. Ia berharap, ia bisa menggunakan kekuatan itu hingga akhirnya sesuatu yang terang muncul dari dalam tangannya. Yaa, dari batu itu!! Ia bisa menggunakan batu itu karena ia adalah campuran dari darah ibunya juga.

Edward dan ibunya bertarung dengan 4 orang itu sampai 4 orang tersebut terpojok.

Tetapi tak lama kemudian, Edward dan ibunya kehabisan tenaga dan mereka lah yang mulai terpojok oleh 4 orang itu.

Tetapi dengan kepintaran dan kekuatannya, ia akhirnya memutuskan untuk membakar hutan disitu. Edward merupakan pengendali api karena ia memegang batu itu, sehingga ia juga tidak merasa kepanasan. Sedangkan ibunya, ibunya memiliki sebuah sihir pelindung. Jadi mereka berdua cukup aman sampai 4 orang tadi bisa mati terpanggang oleh panasnya api itu.

"Karen, bagaimana tega kamu ingin membunuh saudaramu sendiri hanya demi manusia? Aku kecewa denganmu, seharusnya kita sudah bisa hidup bahagia Karen. Kau dan aku, ayah dan ibu telah tiada, apakah kau juga akan pergi dariku?" tanya Jake memelas saat separuh badannya terbakar.

"Maafkan aku Jake, aku tidak pernah mengira akan terjadi seperti ini, aku juga tidak rela meninggalkanmu, aku juga tidak rela apabila meninggalkan anakku." jawab Karen sambil sedikit mendekati Jake.

Disaat-saat itulah, tiba-tiba Lydia merobek kulitnya dan mengeluarkan darah sebagai tumbak agar batu itu bisa lebih kuat.

Lydia menghabiskan sisa energinya dengan badan yang hampir terbakar untuk membunuh Karen, tentu saja batu itu memberinya kekuatan lebih dan mampu merobek pelindung sihir Karen.

Karen terkulai lemas, Lydia menusuknya tepat di jantungnya dan Edward menjerit tertahan saat melihat ibunya dibunuh oleh kawan lamanya.

"Kamu gila! Kalian semua gila! Aku akan mengakhiri semua ini!!" teriak Edward sambil bersungguh-sungguh meremas batunya dan seketika itu juga api semakin besar dan melahap mereka semua kecuali Edward. Edward membawa lari jasad ibunya menuju pedesaan kembali.

Ia menangis sejadi-jadinya. Ia tidak bisa hidup tanpa ibunya, ia tidak punya siapapun lagi.

Orang-orang pedesaan sangat panik, karena api melahap hutan dan hampir saja menuju rumah warga, untungnya Edward sudah memperingatkan sehingga mereka bisa bersiap-siap.

Gillan, orang yang menampung Edward dan Karen berkata, "Aku sudah menduga ada yang aneh dengan ibumu, tetapi aku menepisnya, ia adalah orang yang baik."

"Beberapa tahun yang lalu, aku melihat ibumu menangis tersedu-sedu sambil memegangi kantong itu dan ia pun sepertinya menulis surat. Aku tidak tau untuk siapa, tetapi aku tidak pernah melihat dia sehancur itu." kata Gillan.

"Surat? Menangis? Apa ibu menulis surat untuk ayah? Atau menulis surat untuk kawannya?" kata Edward sambil berlari menuju kamar ibunya dan mengacak-acak isi laci, rak, lemari dan kasur. Sampai ia menemukan suatu surat dengan 1 belati yang sangat indah.

Isinya :

"Nak, ketahuilah, ibu mampu melihat masa depan. Meskipun samar, ibu tau bahwa ibu akan mati, ibu juga tau bahwa ayahmu akan mati. Tetapi ibu tidak pernah mengira bahwa ayahmu akan mati saat itu.

Ibu tau bahwa suatu saat batu itu akan membawa masalah, tetapi ibu terlalu takut untuk membinasakannya. Ibu sangat takut, ibu takut ayahmu tau bahwa ibu bukan manusia biasa. Dan akhirnya ibu memutuskan untuk membuang jauh-jauh pikiran untuk mengambil batu itu lagi dan membinasakannya. Tetapi ternyata ayahmu sangatlah pemberani, ia bahkan mengorbankan nyawanya demi ibu.

Ibu minta maaf, ibu tidak mampu memberitahu mu ini, ibu juga masih sayang dengan kawan lama dan saudara ibu. Ibu menyimpan batu ini juga karena batu ini mengingatkan ibu akan banyak hal. Tetapi ketahuilah satu hal, hancurkan batu itu dengan belati ini. Hanya ini satu-satunya cara agar batu itu hancur selamanya. Ibu tidak mampu tetapi kamu harus mampu. Ibu tau kamu mampu. Ibu telah kehilangan energi hidup sejak ayahmu meninggal, ibu juga telah kehilangan sedikit kemampuan untuk melihat masa depan, tetapi ibu yakin kamu pasti akan menghancurkan batu itu, IBU SANGAT YAKIN.

Ibu mencintaimu, sekarang dan selamanya. Kamu adalah anugerah terindah yang pernah ibu punya."

Setelah membaca surat itu, ia menangis. Mungkin ia berbadan besar dan kuat tetapi hatinya lemah tanpa seseorang yang mendukungnya. Tetapi ia tau, dan ibunya juga tau, bahwa ia kuat dan ia telah ditakdirkan untuk menghancurkan batu itu.

Ia menghancurkan 2 batu ditangannya (miliknya dan ibunya) dengan segenap kekuatannya dan batu itu pun hancur lebur menjadi debu.

Ia bergegas menuju tempat kebakaran tadi dan menemukan 4 mayat tergeletak, ia menemukan 3 batu sisanya dan mulai menghancurkan batu itu.

Setelah selesai, ia bergegas memakamkan ibunya dengan layak. Disitulah ia akhirnya menemukan cinta sejatinya, disitu ia melihat perempuan yang sangat cantik, yang bahkan menangisi makam ibunya padahal perempuan itu bukan siapa-siapanya.

Perempuan itu yatim dan ternyata selama ini ibu dan perempuan itu berbagi cerita selama di desa ini. Perempuan itu seumuran dengan Edward, sepertinya ibunya merawat nya selagi juga merawat Edward saat masih kecil. Edward ingat dengan samar-samar.

Ia memutuskan untuk menikah dengan perempuan itu, perempuan itu bahkan terlihat mirip dengan ibunya.

Mereka menikah dan hidup bersama selamanya.

avataravatar