1 Chapter 1 : Woke up

'Dia' Terbangun, ketenangan tertanggung oleh ingatan akan kemarin hari, tidak ada tanda-tanda keributan dari lantai dasar bangunan. Dinding putih yang sama ia perhatikan dengan mata buram, gumaman dengan tenggorokan gatal setelah bangun pada pagi hari menantinya, menggosok setiap lapis gigi yang ia punya menjadi sorotan dalam memulai pagi.

Langkahnya tak beraturan mengikuti kepala berat menuju kamar mandi, celupkan wajah di-dalam wastafel membuatnya merinding. Sabun anti bengkak wajah atau pasta gigi rasa herbal, Memasukkan jemari didalam seragam sebelum menurunkan kedua tungkai kaki menuju tangga kayu, ia tak ingin siapapun didalam bangunan itu terbangun dari tidur mereka.

Terbangun pukul 6 di-Deonland tanpa sarapan sama sekali bukanlah pilihan yang baik, Tertusuk dengan angin dingin di-setiap kicauan burung yang tak terlihat sama-sekali hanya memperburuk suasana.

'Dia' mempercepat langkah menuju pemberhentian bus yang baru saja menurunkan orang-orang, Mengambil kursi menuju pertengahan, Sosok sorotan memandang keluar bus, entah sejak kapan suara dan getaran dari bus yang berjalan pelan membuat ia tenang. Benar, ia lupa untuk membeli roti daging di toko tadi.

Sebenarnya ia sama-sekali tak merasa lapar, sedikit aneh dari sebelumnya dimana ia akan terus kelaparan, entah kapan terakhir kali bangunan tempat ia tinggal menyediakan makanan hangat di atas meja berkarpet merah, mungkin saat 'luka' panjang di matanya belum membekas dalam.

Bus berhenti lebih cepat dari perkiraan, memberi kartu perlajar, 'Dia' bergegas memasuki lokasi sekolah. Belum terlalu banyak orang yang bisa ditangkap oleh mata. Baguslah, pikir-'nya'.

Pada dasarnya ia memiliki niatan khusus untuk selalu datang lebih awal atau bahkan pagi buta, Baginya membersihkan buku-buku penuh kotoran sampah dari toilet sangat merepotkan, 'Dia' tak menyukai itu dan menghindari sebelum perlakuan yang sama kembali ia terima dari 'teman-teman' sekelasnya.

Bau tisu busuk masih tercium samar di dalam loker-nya, Lebih baik dari pada dihadapi dengan sampah seperti sebelumnya, Paling tidak saat bukunya tak ada di sana. 'Dia' memeluk buku bersampul tebal, ia tak ingin berlama-lama di sana untuk membuat kontak mata pada orang lain.

Seperti yang dilakukan sebelumnya, ia akan kembali menjadi murid 'sasaran' yang diam menunduk dan menerima apapun yang 'dapat' ia terima. Jangan membahas soal kerja kelompok atau study grup, 'Dia' sangat membenci hal itu.

'Dia' meletakkan kedua barang yang ada ditangannya, Lebih baik menahan lapar sebelum orang-orang mendatangi meja-nya hanya untuk sekadar menulis kata-kata kasar yang terkadang 'Dia' sendiri tak mengerti artinya.

Pada hari ini juga sama-saja, tak ada yang mau berbicara padanya. Hanya gertakan dari meja yang didorong dengan sengaja atau jika dia tak beruntung maka seseorang akan melemparkan kertas yang diremas beberapa lapis hingga ia dapat merasakan gigitan sakit di daerah yang terkena.

Bagaimanapun, ia sama-sekali tak menginginkan bantuan dari setiap entitas dikelas ini. Ia tak ingin membenarkan perbuatan jahat yang terus berkembang menyebabkan dia menjadi budak 'pesuruh' dalam alasan bahwa ia sudah 'diselamatkan'

'Dia' bukanlah mahluk jahat atau baik hati seperti seorang heroin di situs romansa, Ia hanya seseorang dengan segala ke-tidakberuntungan yang tak sengaja ia raih saat masih berada didalam rahim ibunya, Mungkin jika saja ia tidak meraih 'token' unlucky dari dewa kehidupan, bisa saja ia tak akan datang dengan perut kosong ke sekolah.

Suara ribut dikoridor memulai dirinya untuk mengayunkan kaki meninggalkan tempat penuh 'Token' sial itu.

Maaf, jika kau mengharapkan karakter kuat dan tangguh, pada kenyataannya menjadi kuat dan tangguh itu sangat-sangat sulit, ditambah yang kau hadapi adalah orang-orang asing yang tanpa alasan 'memilih'-mu menjadi tempat sampah mereka. Itu tentu saja tak sama saat kau bersinggungan langsung dengan teman-teman yang memang kau anggap 'teman'.

Genangan air bercampur di tanah coklat, tidak hanya berada di-injakan kakinya saja sekarang, seragamnya baru saja terkena oleh lompatan dari 'mereka' secara sengaja untuk sebuah tawa yang sekarang bergema.

'Dia' segera pergi tanpa mengatakan satu kata pun, Ia harus pergi secepat mungkin menemui rumah dan membersihkan segala keburukan di-dirinya, ia tak tahu wajah seperti apa yang akan dibentuk oleh kakaknya jika melihat seragamnya penuh bercak kecoklatan.

Rel kereta api menghalangi, gemuruh suara langit tak dapat dihindari. Air mata sudah tak ada lagi untuk mengaburkan penglihatan 'Dia', untuk entah keberadaan kalinya Ia memperjelas seluruh memori setiap kereta api dihadapannya memperlihatkan gerbong demi gerbong.

Rasa berat di dada-nya tak kunjung hilang, mungkin tak akan pernah hilang. Jika ditanya ia juga tak tahu apa yang membuatnya bertahan selama ini, bisa saja ia melompat di rel ini kemudian organ-organ miliknya akan berserakan membuat dia kembali menjadi hantu melarat yang mencari jemarinya.

[Hei, bukannya itu ide yang sangat masuk akan?]

Tas selempang miliknya menyentuh tanah tak terduga, tak ada saksi mata satupun di-sana. jika-

Jika sempat mungkin kereta kedua akan menjadi jalan keluar miliknya.

Tangan aneh menggenggam pergelangan, 'Dia' menoleh, suara napas yang tersenggal seperti berlomba bersama waktu membuat sosok yang menginterupsi semakin jelas.

Rambut pirang yang jelas-jelas bukan orang dari negara ini sangat kontras pada kedua pipi yang memerah terhadap peluh di dahi miliknya, 'Dia' terpaku pada perempuan yang menggenggam pergelangan tangannya dengan sangat erat hingga ia yakin meninggalkan bekas kemerahan.

"BODOH!"

Suara asing yang aneh memenuhi kedua mata 'Dia' yang melebar secara penuh, daripada suara menggelar itu, 'Dia' lebih terkejut dengan mata hijau berlinang air mata dihadapannya.

'Dia' terpaku, entah apa yang harus dilakukannya.

avataravatar