webnovel

11. Salah kira

Alrcia mendesis, wanita itu merasakan sakit pada area punggungnya; panas, seperti terkena api. Cia pun menengadahkan kepalanya, sedikit menggeliat, dan mendesah kesakitan.

"Cia, ada apa?" tanya Morgan, panik.

"Punggungku panas, Morgan."

Morgan segera mendekati Cia dan menempelkan telapak tangan pada punggung Cia. Tentunya tidak bersentuhan langsung, sebab wanita tersebut mengenakan kain sutra yang membalut tubuhnya.

"Mate-mu terluka, Cia," ujar Morgan.

Cia memejamkan mata sekilas. Mengapa aku bisa melupakan hal ini, apa yang sedang lycan bodoh itu lakukan hingga terluka. Sialan! Aku benar-benar mengkhawatirkannya. Wanita itu membatin dengan mimik wajah yang sedih.

Cia kembali mengutuk di dalam hatinya, sumpah demi apapun! Aku akan meratakan Latveria jika Zeno kenapa-napa. Tunggu saja hingga janinku mulai kuat, aku akan turun ke bumi dan memukul kuat lelaki itu hingga pingsan. Berani sekali dia, membuatku khawatir begini.

"Apa kau ingin aku melihat keadaan suamimu?" tanya Morgan.

"Tidak perlu. Kau cukup di sini saja, aku butuh energimu lebih banyak."

Morgan tersenyum, senyuman itu mampu mengirim energi positif untuk janin Cia. Walaupun di dalam hati lelaki itu dia sedih, tetapi hanya dengan melihat wanita yang dicintainya saja, dia bahagia. Melihat Cia bahagia, Morgan juga bahagia. Apapun itu, demi Arlcia.

***

Serangan demi serangan diterima oleh Zeno dengan segenap hati. Walaupun punggungnya terluka, tetapi dia tetap menyobek kulit-kulit orka yang tebal. Pemimpin Lycan wilayah utara tersebut telah mengirim telepati kepada lycan yang lain. Dia hanya butuh waktu beberapa menit untuk mengulur waktu. Selanjutnya, tempat ini akan mereka porak-porandakan.

"Di mana istriku, makhluk jelek!" teriak Zeno.

Orka tersebut kesal, dia tahu jika lycan itu pasti sedang berbicara buruk tentang kaumnya. Terbukti dengan menatap ekspresi lawannya yang menyentak dengan suara lantang.

Para orka menyerbu dengan membabi-buta. Tongkat mereka lima kali lipat lebih besar dari tongkat baseball, dengan sisi atas dan bawah yang berduri. Ketika tongkat itu terayun dan menabrak dinding gua, maka itu akan menancap dan menarik apapun yang melekat pada duri tersebut.

Beberapa saat kemudian, lima makhluk bertudung menghampiri pertempuran kecil tersebut. Para orka berhenti menyerang, mereka mundur teratur, dan para witcher yang baru datang pun maju.

"Apa masalahmu, lycan?" tanya salah satu witcher.

"Iblis, di mana istriku?!" pekik Zeno. "Jika terjadi apa-apa dengannya, akan ku hancurkan gua sialan ini!" Bahkan, gua ini juga tak luput dari umpatan Zeno.

Kelima witcher tersebut saling pandang, istri mana yang dimaksud lycan ini? Tidak ada bangsa lycan yang mereka tangkap. "Siapa? Yang mana? Jangan seenaknya kau memfitnah kami. Untuk apa kami menculik istri lycanmu!"

"Cih! Witcher tua bangka! Pura-pura tidak tahu dan tidak mau mengaku pula." Zeno mengejek mereka dengan wajah lycannya.

"Kau ...," geram para witcher.

Witcher yang terkenal dengan ilmu sihir hitam serta terlarang itu, memberondong Zeno dengan mantra-mantra mereka yang mematikan. Namun, pemimpin lycan tersebut dapat menangkisnya. Dia diangkat menjadi pemimpin bukan serta merta karena ayahnya, melainkan kemampuannya yang di atas rata-rata.

"Dividir!" pekik Zeno.

Kelima witcher tersebut terlempar ke sisi kanan dan kiri, masing-masing menghantam dinding gua. Kemudian, mereka terjatuh lagi ke lantai gua yang dingin. Mata mereka menatap zeno dengan tajam, tersirat dendam di dalam bola mata itu.

Tak lama setelahnya, puluhan lycan yang berada di bawah kepemimpinan Zeno tiba. Pemimpin mereka segera memberi aba-aba untuk mengobrak-abrik gua ini. Puluhan lycan itu, termasuk Zeno, berlari semakin dalam dengan tergesa.

Walaupun gelap, tetapi penglihatan mereka akan hal ini tak perlu diragukan lagi. Sesampainya mereka pada inti gua, ada beberapa kuali besar berisikan cairan yang meletup-letup. Beberapa dinding gua dengan tralis-tralis bajanya yang menyekap ... manusia?

Di sana tidak hanya ada bangsa witcher saja, tetapi ada orka, kemudian kurcaci hitam yang tentunya mengabdi pada kegelapan. "Makhluk rendahan! Apa kalian berniat menyerahkan diri?!"

Eros yang berubah kembali menjadi manusia, mengusap sebagian rambut yang menutupi kening. "Makhluk rendahan katamu?!" Siapa di sini yang paling rendah? Bahkan, semut-semut pun tahu bahwa makhluk kegelapan seperti mereka inilah yang rendah—hidup dari intisari makhluk lain.

Zeno melolong keras, diikuti dengan lolongan kawanannya. Setelahnya mereka menghancurkan semua makhluk yang ada di sana; mencakar, menggigit, melempar, menusuk dengan kuku mereka, dan membalikkan isi kuali hingga tumpah berceceran.

Bangsa lycan juga membebaskan manusia-manusia yang dijadikan tahanan oleh makhluk gelap tersebut. Namun, saat salah satu dari mereka memeluk Zeno tanpa takut, Zeno mencium aroma langit. Para tahanan ini setengah dewa.

Tidak ada Cia, batin Zeno.

Kesal karena apa yang dia cari tidak ada, Zeno segera berlalu dari gua tersebut dengan kawanannya. Meninggalkan dendam di hati para makhluk kegelapan. Sepertinya, Zeno harus menghancurkan rumah sang alchemist—Noya.

***

"Dari mana kau dapat berita tentang makhluk-makhluk itu?" tanya Finn—lycan muda yang memiliki kulit seputih salju.

Malam ini, kawanan Zeno baik perempuan, laki-laki, atau anak-anak, sedang berkumpul di halaman rumah mereka. Hampir seluruh mata menatap sang pemimpin dengan penasaran.

"Tidak ada," jawab Zeno.

Mereka ingin marah, memprotes, juga mencakar wajah sang pemimpin. Namun, mereka hanya bisa menghela napas dan menormalkan wajah mereka yang menahan kesal. Pemimpin mereka ini, sangat irit bicara. Bahkan, senyum pun bisa dihitung menggunakan jari.

Hening, tak ada lagi yang berani bertanya mengenai kejadian tadi. Setelah selesai dengan makanannya, Zeno segera berdiri dan pergi menuju kediamannya. Lelaki berbaju hitam itu, berhenti ketika dia sampai di tangga rumah.

Dia duduk di anak tangga ketiga. Matanya menatap langit yang malam ini terasa lebih hangat, bintang-bintang bertebaran dengan adil, dan bulan terasa lebih bersinar malam ini. Melihat bulan yang membuat dirinya tenang, Zeno teringat akan Cia.

Wanita itu mampu membuat dia menjadi gila dalam sekejap. Cia adalah dope yang selalu membuatnya bersemangat memulai hari. Ini sudah hari kesekian Zeno tanpa Cia dan seluruh tulangnya mulai terasa nyeri.

"Sepertinya aku harus menunda untuk menghancurkan rumah Noya. Dia harus memberiku obat lagi." lirih Zeno.

Next chapter