1 1

The dark world

AKHHHHHHH...…SHHHHH

Seorang wanita dengan seluruh kepala yang dibaluti perban itu terbangun di sebuah tempat kosong yang hanya diisi oleh single bed yang ia gunakan berbaring .

AKHHHHH…AKH…AISHHH…

Wanita itu berusaha memahami apa yang sekarang terjadi padanya, mengapa seluruh kepalanya diperban.

Meng----mengapa ia bisa ada disini,

AKHHHHHH...SHHHHHH

Wanita itu terus saja mengerang nyeri.

kepalanya terasa bak ditikam pisau karatan secara berulang-ulang. Ini sungguh terasa menyakit-kan.

Dia sudah bangunnn!!!...dia sudah bangun…

Suara itu membuatnya tersentak, apalagi sekarang secara tiba-tiba banyak orang-orang berpakian serba putih atau sebut saja orang-orang yang berpakaian baju para-medis yang mengelilinginya. Ia tak begitu memperhatikan tapi yang pasti ada sekitar tiga orang

yang mengelilinginya.

Ia bergerak gelisah, kakinya yang polos menendang-nendang ke segala arah. Tangan nya meremat erat selimut tipis yang menutupi setengah dari tubuhnya.

Seorang wanita berparas cantik menyetuh bahunya yang sedari tadi bergetar lalu mengusapnya perlahan-lahan.

"sukurlah kamu akhirnya sadar juga, tadi sebelumnya kami sudah menyerah menunggumu akan sadar "

Suaranya lembut, halus seolah-olah selalu mengambil kehati-hatian tiap ia akan mengeluarkan kata-katanya.

Wanita itu tetap saja tak menurunkan sikap waspada dan juga raut wajah yang tetap ketakutan. "tenang bangunlah dengan perlahan, tak usah teburu-buru .

Lebih baik kamu menyenderkan tubuhmu dahulu."

Tetap saja ia tak menghiraukan perkataan wanita itu.

Ia masih sibuk memahami semua yang terjadi apa yang sebenarnya terjadi.

Pikirannya kosong, iaa tak dapaat menemukan apapun di ruang memori otaknya.

Seluruh orang yang ada di ruangan itu serempak mengalihkan perhatian pada suara ketukan sepatu yang terdengar seimbang dari arah pintu.Seorang lelaki dengan perawakan tinggi yang sepertinya juga bagian dari mereka datang dengan langkah tegap bak tombak, tatapan matanya yang

seolah-olah dapat membunuh siap saja yang berani menolak atau membantah satu saja perintahnya yang dikeluarkan bibir tebalnya.

"biarkan saja dia hingga mati disini. Toh tak ada juga untung nya bagi kita, mungkin dia sama saja dengan yang lainnya"

Salah satu wanita bertubuh kecil disana menghampirilelaki yang baru datang itu.

"Thomas----ayolah, berhenti menjadi seperti itu"

Lelaki yang dipanggil Thomas oleh wanita itu mengendikan bahunya, tanda ia tak peduli. Lalu ia melangkah angkuh mendekati wanita yang baru saja sadar dari tidur Panjang menuju kematian namun tak jadi…yaa karena ia sekarang sudah sadar bukan?

Thomas menyentuh dagu wanita itu lalu

mengangkatnya tinggi hingga wanita itu mendongak keatas, menatap tepat pada mata biru emerald Thomas.

Entah mengapa wanita itu tak merasakan adanya ancaman atau sesuatu hal yang harus dicuriagi dari adanya kedatangan lelaki itu. Bahkan gemetar diseluruh tubuhnya perlahan hilang begitu saja.

"huh! Kalian menaruh harap berlebih padanya

wanita seperti dia ini yang nantinya hanya akan menjadi sampah yang akan menambah populasi para 'eaters' di neraka ini semakin banyak?, huh!…lebih baik kalian semua kembalikan dia ke balik 'tembok sialan'

itu saja!!!".

Thomas melepaskan cengkraman kencangnya pada dagu gadis itu dengan kuat. Hingga membuat kepala wanita itu terhuyung kesamping.Wanita berseragam medis yang berparas cantik pada awal itu menarik tangan kanan Thomas. Guna menghentikan Thomas yang semakin kelewat batas.

"thom----

Sayangnya sebelum wanita itu selesai menuntaskan perkataanya thomas menghempaskan cengkraman wanita itu lalu dengan cepat melangkah pergi.

Semuanya menghela nafas ketika pemandangan yang bagi mereka sudah biasa yaitu ketika kebiasaan Thomas yang selalu pergi begitu saja dan selalu mengacuhkan orang lain.

Thomas berhenti tepat di samping pintu yang sudah Ia tutup rapat itu , ia hampir saja ambruk jika tak menyenderkan punggungnya di tembok bercat broken white itu.

Kedua tangannya terkepal erat, tangis nya runtuh namun sebisa mungkin ia tak mengeluarkan sedikit pun suara.

Thomas menahan tangisnya, Ia meraih sebuah sapu tangan berwarna cream dari saku jas para-medisnya.

Dan segera beranjak pergi menjauhi ruangan itu, kali ini ia tak mau kehabisan waktu lagi.

Ia kemudian melangkah tenang meninggalkan Lorong Panjang dengan belasan kamar-kamar yang saling berhadapan satu sama lain.

sementara itu.

Masih diruangan tadi, Wanita itu setidaknya sudah merasa tak se-takut itu

pada orang-orang disekelilingnya.

"perkenalkan namaku ella ethelyne, aku level 1, aku yang akan merawat dan mendampingi mu atau aku bisa juga menjadi teman mu jika kamu butuh teman". Ucap wanita berparas cantik.

"nama?" Tanya nya bingung.

Tiba-tiba ella ingat sesuatu. Lalu ia tersenyum kecil.

"ahh iya kau pasti lupa nama-mu".

Ella mencari-cari sesuatu di dalam saku jas para-medisnya. "ahh ini—ini aku dapatkan saat para level 1 lainnya menemukanmu".

Ella menaruh sebuah bungkusan putih yang

berbentuk persegi panjang kecil itu ke telapak tangan nya.

" tapi sayangnya hanya ada ini yang dapat

mengingatkan pada identitas asli mu...eumm aku minta maaf"

"jangan kau buka terlebih dahulu. Oh ya!.

kenalkan aku loly, sesuai namaku aku ini manis, jadi jangan lupakan aku sampai kapan pun itu oke!"

ucapan wanita riang itu menghentikan pergerakannya yang padahal baru saja akan membuka bungkusan putih itu.

"aku joly, kembaran dari loly. Senang mengenalmu semoga kita bisa bersama-sama dalam waktu yang Panjang. Ohhh yaa, kami berdua juga sama dengan

ella. Kami level 1" tambah seorang wanita di pojok

yang berparas sama dan memiliki postur tubuh yang terlihat sama persis dengan wanita yang sebelumnya sudah mengenalkan dirinya terlebih dahulu, loly.

Lalu tanpa mengucapkan sepatah kata lagi ketiga orang itu melangkah pergi menuju pintu besi satu-satunya yang ada di ruangan itu. meninggalkan nya yang sedang dilanda ke-bingunganitu sendirian.

Perlahan ia membuka bungkusan putih persegi itu. Kerutan tercipta di dahinya saat melihat isi dari bungkusan itu.

"jenner euginia?---je---jenner euginia?" ia merasa

familiar melihat nama seseorang yang terdiri dari dua kata itu, apalagi saat iaa membalikan name tag itu….

"ohhh!!!----

Ia terkejut saat melihat wajah seseorang wanita berparas cantik sedang tersenyum lebar dengan seorang lelaki tampan yang merangkul pundak wanita difoto itu .

"sii----siapa ini?". Ia mengusap-usap name tag itu,

ahh iya menemukan bercak-bercak darah pada sekitaran name tag itu. Mungkinkah ini bekas bercak darah dari pemilik name tag itu sendiri?, atau ohh!!....ia sebenarnya tak mau memikirkan hal-hal negativ, tapi mungkin saja kan jika pemilik name tag itu adalah seorang wanita yang telah meninggal?

Entah kenapa, tapi gadis itu mulai mendekatkan hidungnya dengan name tag itu, dan perlahaan-lahan menghirup bau dari name tag itu. Aneh sekali memang, tapi lagi-lagi wanita itu merasa sangat familiar dengan bau parum yang menempal di name

tag itu walau banyak bagian permukaan benda persegi panjang itu sudah terkena bercak darah tapi ia tetap bisa mencium bau parfum itu dengan tajam.

"a—ah a—apa kah ini red rose vanilla and eummm----

aroma red rose mungkin memang familiar, aroma yang terbuat dari vanilla, mawar merah.Pasti sudah familiar sekali. Tapi ada sedikit aroma

yang tersembunyi, ada sedikit aroma olive oil atau minyak zaitun…ahhh tapi ia tak begitu yakin.

Yang pasti, ia sangat familiar dengan aroma ini.Ia memasukan name tag itu pada kain putih pembukus tadi. Lalu menyimpannya tepat di samping bantal nya.

Ia mulai memperhatikan keadaan sekeliling nyaa, ruangan bercat abu-abu tua, berukuran sekiranya tiga kali empat meter. Sungguh luas apalagi tak ada barang-barang yang dibiarkan untuk mengisi banyaknya ruang kosong yang tersedia. Semuanya terasa hampa, tak ada perasaan tenang.

Gelisah kembali menghampirinya.

Saat ia mengalihkan pandangan pada dinding yang menempel pada sisi kasurnya, ia melihat ada sebuah jendela lebar sekitar tiga puluh centi kali tinggi lima puluh centi.

Ia berdiri di atas kasurnya dengan perlahan-lahan. Badannya sedikit terhuyung, sebab kepalanya memang masih pening.

Tapi ia tak bisa diam berbaring saja tanpa tahu sesuatu, dan membiarkan kegelisahan dan kebingungaan bersarang di hatinya.

Saat ia bisa berdiri dengan benar ia ternyata bisa menggapai jendela yang lumayan tinggi itu, jendela itu ternyata hanya setinggi pundaknya saja. jendala ini bisa dibilang cukup kecil dan hanya di tutupi kaca usang

yang bisa ia buka perlahan.

Krek….krietttt….

Kaca itu berdecit,, entah mengapa tapi saat nya mendorong kaca yang terasa sangat rapuh. Entah sudah berapa tahun jendela itu tak pernah dibuka sampai-sampai baut dan paku pada jendela itu karatan. Intinya jendela itu terlihat sangat tua.

Ia menengadah kan tatapannya pada luar sana.Tatapannya secara cepat berubah menjadi dingin, kosong, bingung, resah, bahkan aura benci yang begitu kuat menguar.

Walaupun sangatttt jauhh jaraknya dari tempatnya sekarang.

Ia melihat----ia melihat tembok besar nan panjang yang membatasi lautan yang sangat---sangat jauh dari nya.

Jadi mungkin apakah tembok sialan yang dimaksud lelaki angkuh tadi atau sebut saja Thomas,

apakah itu tembok yang ia maksud?

avataravatar
Next chapter