4 Bab 4 Alpha

Author POV

Langit malam semakin berkabut dikala bulan purnama telah berakhir. Kini saatnya mereka harus kembali ke perbatasan sebelum menjelang pagi.

Para lelaki berjubah hitam yang jumlahnya puluhan itu sudah merubah wujudnya menjadi sosok mereka yang sesungguhnya.

Sosok besar yang melebihi ukuran manusia, serta tubuh berotot dengan bulu lebat dan taring tajam sebagai ciri khas kaum mereka. Dengan kecepatan sebanding cahaya, mereka membentuk formasi dimana mereka harus menghimpun satu laki-laki yang saat ini tengah membopong perempuan di lengannya yang kekar.

Angin dingin yang berhembus kencang bersamaan dengan mata nyalang keemasan laki-aki itu seolah telah membelah celah kegelapan begitu ia dan seluruh kawanannya kembali dan sampai di perbatasan wilayah The Black Moon Pack.

Pack paling termegah, terbesar dengan luas kekuasaan yang hampir berhektar-hektar dan memiliki ribuan rakyat di dalamnya.

Yah, dialah pemimpin mereka. Pemimpin terkuat, tercerdas dan dialah satu-satunya penyeimbang diseluruh pack.

Ialah sang alpha dari The Black Moon Pack, Axel Arthuravadra Callister. Generasi penerus yang memiliki darah werewolf sekaligus which itu adalah satu-satunya werewolf muda terkuat di seluruh clan.

Kedatangannya saat ini tidak hanya disambut oleh sang Beta, Gamma, Delta dan Ceta. Melainkan seluruh rakyatnya werewolf.

Mereka semua telah memenuhi wilayah perbatasan. Dan begitu mereka melihat pemimpin mereka sang alpha masuk, dengan riang suara auman menyeruak saling sahut menyahut di antara mereka. Suasana haru sekaligus membahagiakan bagi mereka dikarenakan mereka bisa menyaksikan secara langsung bahwa pemimpin mereka sang alpha yang telah lama kesepian tanpa seorang mate.

Dan malam ini dia telah berhasil menemukan sang Luna-nya yang bisa dipastikan akan menemani sang alpha dari mulai sekarang dan seterusnya.

Terlihat sekali bagaimana hebohnya mereka yang terus berebut posisi paling depan agar mereka mampu melihat sang Luna untuk yang pertama kalinya. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang saling dorong mendorong.

"Eh minggir sedikit! Aku ingin melihat Luna."

"Ck, aku juga ingin melihatnya. Dia pasti sangat cantik."

"Oh Moon Goddes lihatlah itu! Luna kami sangat cantik!"

"Iyah dia sangat cantik! Tapi sayang... dia tidak sadarkan diri."

"Hah benarkah? Mana aku ingin lihat!"

"Oh sayang sekali, padahal ini adalah moment yang langka. Iyakan?"

"Iyah... aaaah aku jadi tidak sabar ingin melihatnya sadar nanti."

"Aku lebih tidak sabar ingin melihat penobatannya nanti.."

"Shuut kalian diamlah, jangan sampai membangunkan tidur Luna. Kau mau dimirahi alpha?"

Gadis-gadis itu pun terdiam sesaat Axel melewati tepat di depan mereka. Namun tanpa semua orang sadari, di tengah langkahnya Axel tersenyum samar saat mendengar bagaimana kekaguman rakyatnya kepada sang Luna miliknya.  Jangankan mereka, bahkan dirinya pun merasa beruntng mendapatkan Luna yang teramat cantik. Walaupun Luna-nya berstatus manusia biasa, namun itu tidak mampu menghalangi hatinya yang terus menggebu saat berada di dekatnya. Entah harus bagaimana ia mengutarakannya, namun Axel merasa lega. Karena penantiannya selama ini tidaklah sia-sia.

Setelah berjalan menyisir ribuan rakyatnya yang terheboh-heboh sekaligus kagum melihat sang Luna. Akhirnya Axel bersama kawanan penjaganya telah sampai di depan cantle, di sana ia sudah di sambut sang Beta yang juga terlihat bahagia melihat alpha-nya yang tengah membopong sang Luna.

"Selamat datang kembali alpha," Sambut Damien sang Beta. Laki-laki yang memakai setelan kemeja hitam-hitam itu membungkukkan tubuhnya sebagai hormat dirinya pada sang alpha.

"Bagaimana keadaan pack selama aku pergi?"

"Semua terkendali alpha, anda tidak perlu khawatir. Barrier yang berada di perbatasan pun masih dalam keadaan yang sangat kuat. Bisa dipastikan tidak akan ada satu pun musuh yang akan mampu melewatinya."

Barrier adalah pembatas atau pelindung ghaib sari setiap pack. Dan kuatnya barrier tergantung seberapa kuatnya sang alpha. Jika suatu barrier melemah maka kekuatan sang alpha pun dalam keadaan yang lemah. Dan hal itulah yang biasanya dimanfaatkan oleh para musuh untuk memasukki dan memberontak ke dalam pack.

Axel mangangkat ujung bibirnya samar. Matanya yang telah berubah menjadi hijau kelabu menatap jejeran petua yang kini berdiri di belakang Damien.

"Kenapa mereka di sini?" Tanya Axel yang langsung cepat di mengerti sang Beta.

"Para petua ingin sekali melihat kedatangan anda bersama Luna. Itulah sebabnya mereka telah menunggu anda selama berjam-jam sebelumnya."

Merasa diingatkan, Axel yang tadinya menatap belasan lelaki di belakang Damien itu kini beralih pada mate nya yang masih tertidur lelap di lengannya.

Entah, namun ada sedikit keganjalan di hati Axel, karena dari pertama kali mereka bertemu. Ia sudah merasakan ada hal aneh pada mate-nya, terutama dengan kelelapannya saat ini. Axel memang mampu merasakan itu. Posisinya sebagai alpha-lah yang menjadi faktor utama dimana ia memiliki kepekaan yang lebih tajam dari werewolf manapun. Namun, ia sendiri masih tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada mate-nya.

"Sial! Mengapa dia masih tidak sadarkan diri? Kapan dia akan bangun!?"

Suara itu berasal dari Arsen, wolftone milik Axel. Serigala besar dan gesit yang terkenal kejam dalam menghancurkan musuhnya itu memang sejak pertama kali melihat mate, ia tidak pernah berhenti diam dan terus mengoceh di dalam tubuh Axel. Bahkan Axel terus menahan sakit kepala akibat ulahnya.

"Bisakah kau tidak berisik? Kepalaku pusing karena kau terus mengoceh!" Ujar Axel melalui mind-link nya.

"Kau yang diam! Apakau tidak merasakan ada hal yang aneh pada tubuh mate kita? Gunakan kekuatanmu bodoh!"

Axel menggertakkan rahangnya. Kedua matanya ia pejamkan sesaat dan disanalah seketika ia mulai merasakan dengan jelas bagaimana tubuh mate-nya yang terluka.

"Sial! Panggilkan tabib sekarang juga!"

Teriak Axel yang membuat semua orang di sana terkejut sekaligus panik bersamaan.

Damien yang awalnya terlihat tenang, kini bergegas panik dan langsung melesat secepat kilat untuk mencari tabib.

Axel pun tak ingin berlama-lama. Dengan kekuatannya, hanya dalam satu tarikan nafas saja laki-laki itu kini sudah berada di dalam kamarnya yang luas dan megah. Ranjang yang berukuran king size itu kini menjadi tempat berbaringnya Hanna.

"Sudah kubilang kan? Kau saja yang bodoh!" Lagi-lagi Arsen mengomeli Axel.

Namun Axel sama sekali tidak menghiraukannya. Walau dalam kepala yang pening akibat menahan Arsen yang terus memaksa ingin ganti shif, laki-laki itu lebih memilih menatap mate-nya yang masih terlelap pulas. Rasa khawatir bercampur marah kini menggulung hatinya.

Tatapan Axel beralih dari wajah Hanna turun ke bagian leher, tidak lebih tepatnya ke arah bahu.

Disanalah mata hijau kelabu Axel mulai kembali menajam. Urat-urat leher serta rahangnya yang kokoh, menggertak kuat bersama tangan kekarnya yang mengepal keras. Begitu ia melihat dengan jelas ada satu bekas luka kecil di sana.

Dengan rasa penasaran, tanpa permisi Axel langsung nenyentuh lalu membuka baju Hanna sedikit demi sedikit. Hingga ia mampu melihat dengan jelas seluruh luka yang terukir sadis di tubuh putih Hanna.

Hati Axel seketika langsung membludak, amarahnya seolah tergulung ingin terlampiaskan. Arsen yang juga melihat itu semakin berontak ingin keluar dan ingin segera membantai orang-orang yang telah melukai mate mereka. Sungguh, Axel saat ini ingin sekali membunuh seseorang.

Namun disaat yang bersamaan Damien tiba-tiba saja muncul bersama tabib di belakangnya.

"Alpha, aku sudah membawa tabibnya."

Gavrill sang tabib pun segera menghampiri tubuh Hanna. Axel yang berada di sampingnya membiarkan Gavrill memeriksa Hanna, tentunya tanpa harus menyentuhnya.

"Kau tahu luka apa itu?" Tanya Axel tanpa basa-basi.

Gavrill yang masih dalam keseriusannya, kemudian menatap sang Alpha dengan air wajah yang berubah serius.

"Ini buruk alpha. Tubuh Luna sangatlah lemah, luka-luka yang ada di tubuhnya itu terbilang cukup parah. Dan sepertinya belum pernah diobati sebelumnya, itulah sebabnya ada sebagian luka yang sudah terinfeksi. Saya takut jika lukanya tidak segera diobati akan memberi pengaruh buruk pada tubuh Luna."

Seketika mata hijau kelabu Axel yang terlihat tenang kini berganti warna menjadi kuning menyala dengan iris lonjongnya yang menyeramkan. Diikuti dengan geraman keras yang membuat Gavrill seketika memundurkan posisinya.

Axel telah berganti shif dengan Arsen yang mungkin siap mencabik siapapun yang telah berurusan ataupun yang menyakiti mate-nya.

Damien yang sudah mengetahui itu adalah Arsen, tentunya tidak mampu berbuat apa-apa selain diam. Ia takut jika akan semakin memancing amarah wolftone alphanya itu. Karena ia tahu betul bagaimana sifat dari Arsen, yang lebih keras kepala dari alphanya. Bahkan Axel sendiri terkadang selalu mengalah untuk wolftonenya itu.

"Katakan Gavrill, itu bekas luka apa?"

Gavrill yang setengah gemetar ketakutan. Kemudian meneguk salivanya berat dan mengatakan.

"Sepertinya itu.. itu adalah bekas luka cambukkan tuan."

Mendengar perkataan Gavrill, Arsen sontak berubah dari bentuk manusianya ke bentuk seringala hitam berbulu lebat dengan taring serta matanya yang mengerikan. Kukunya yang tajam dan besar menancap kuat ke lantai yang telah retak dibuatnya.

"Alpha tolong kendalikan amarahmu." Kini Damien memberanikan diri untuk menahan Arsen. Karena ia tidak bisa membiarkan wolftone keras kepala itu berbuat hal yang akan membahayakan semuanya.

"Jangan berani mencegahku Damien."

"Aku mengerti alpha, tapi kau harus berfikir kembali. Aku hanya takut, jika anda membunuh mereka sekarang, para manusia itu pun akan mengetahui keberadaan kita. Jika itu sampai terjadi, maka pack ini akan dalam bahaya."

Arsen menggeram keras. Ia tidak peduli apapun yang dikatakan oleh Damien, ia justru bersiap hendak akan melompat ke arah jendela. Namun aksinya gagal, saat justru Axel kembali mengambil alih tubuhnya.

Mata kelabu Axel kini yang terpancar.

"Sial! Hampir saja." Axel masih berusaha menahan Arsen di dalam tubuhnya yang kini tengah mengamuk dengan ribuan umpatan kasar untuknya.

Di sisi lain Damien mulai mendekatinya.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang alpha?"

Axel membalikkan tubuhnya. Mata hijau kelabunya kembali tertuju pada puteri tidurnya di sana.

"Untuk saat ini sembuhkan dulu Luna ku.  Dan masalah manusia-manusia tidak berguna itu... aku memiliki rencana lain untuk menghukum mereka."

*****

_Kediaman Chandrick

"Cepat ambilkan obatnya Lisa!"

"Iya mah sabar! Aku juga sedang berusaha mencarinya astaga..."

Sejak kedatangan mereka dari hutan terlarang, kehebohan serta pertengkaran terus mewarnai malam mereka.

Bahkan tidak jarang dari mereka yang saling berteriak dengan umpatan kasar. Sebanarnya hal itu terbilang biasa di keluarga Chandrick, namun situasinya kali ini tentunya berbeda.

Hal itulah yang membuat Sonya istri sekaligus ibu dari anak-anaknya Hans sangat emosi kepada kedua anaknya yang sama sekali tidak mampu melakukan apapun.

Tentu saja, karena selama bertahun-tahun mereka hanya dilayani oleh Hanna. Jadi mana mungkin mereka bisa melakukan segalanya seperti yang Hanna lakukan.

Seperti hal nya saat ini, Sonya terus membentak Keyla dan Lisa dengan Keyla yang disuruh untuk membuatkan air hangat dan sedikit makanan untuk Hans yang terluka. Sedangkan Lisa mengambil berbagai peralatan medis, yang sampai sudah lima belas menit belum juga kembali.

Sonya sendiri ia tengah disibukan dengan mengelap seluruh darah di tubuh Hans. Sedangkan Robeth, dia berusaha memanggil dokter untuk segera datang ke kediaman Hans.

"Aku menyerah mah! Aku tidak bisa memasak!!" Teriakan frustasi itu berasal dari Keyla. Perempuan berambut cokelat itu melempar pancinya ke arah dimana Sonya berada, dan hal itu berhasil membuat Sonya sontak melotot ke arahnya.

"Dasar anak tidak berguna! Masa memasak bubur instan saja tidak bisa!?"

"Iih mamah tahu sendirikan kalau aku tidak bisa memasak. Kitakan selama ini terus mengandalkan si Hanna jelek itu. Jadi mana bisa aku memasak, lagi pula mamah juga tidak sejago Hanna kan?"

"DIAM! Jangan sebut tumbal sialan itu lagi di rumah ini. Dan jangan jadikan dia sebagai alasan kamu tidak bisa memasak. Lebih baik kamu sekarang keluar dan cari makanan di sana!"

"Hah? Apa? Mamah gak salah? Ini baru jam tiga pagi mah, memangnya sudah ada toko makanan yang buka?"

"Ya mana mamah tahu, kalau kamu tidak bisa memasak. Berarti kamu harus mencarinya di luar."

"Gak mah, aku gak mau. Mamah aja yang cari. Kenapa harus aku?"

Mendengar perkataan Keyla barusan sontak membuat Sonya mengambil panci di depannya dan langsung melemparnya pada Keyla. Hal itu membuat Keyla langsung menghindar dibarengi dengan teriakan histerisnya.

"Anak kurang ajar! Berani kamu mengatakan itu padaku!? Mau aku cambuk huh?"

"Ti-tidak mah, aku tidak mau."

"Yasudah cepat keluar!"

"I-iyah, aku akan keluar."

"Sekarang!"

"Iyah maaah astaga."

Keyla akhirnya keluar setelah mengambil jaket kulit berwarna merahnya. Walaupun dengan hati yang kesal, Keyla pun segera berjalan menuju mobilnya. Namun sesaat ia hendak menyalakan mesin mobil, kedua mata cokelatnya justru terhenti saat tiba-tiba menangkap kedua sosok laki-laki berbaju hitam yang berdiri tepat di sembrang jalan menuju hutan. Bisa Keyla lihat, bahwa tatapan mereka tertuju padanya saat ini.

Entah siapa dan apa yang sedang mereka lakukan di sana, yang jelas hal itu membuat sekujur tubuh Keyla merinding seketika.

"Mereka itu siapa? Kenapa mereka terus menatapku?"

Beberapa detik Keyla hanya diam memerhatikan kedua laki-laki di sana yang juga masih menatapnya. Seolah merasakan udara yang menyeramkan baru saja menghantam kulitnya, Keyla mulai merasa resah.

"Perasaanku jadi tidak enak. Apa aku kembali saja ke dalam yah? Tapi... jika aku kemnali mamah pasti akan menghukumku." Mata Keyla masih ia pusatkan ke sembrang jalan. Sampai akhirnya ia pun menunduk karena semakin lama ia semakin ketakutan.

"Aku harus pergi sekarang. Semua pasti akan baik-baik saja."

Saat Keyla kembali mengangkat kepalanya dan betapa terkejutbya ia ketika tidak lagi melihat kedua laki-laki itu di sana.

"Oh God! Ini benar-benar menakutkan." Keyla dengan rasa berat kemudian tetap menyalakan mesin mobilnya. Dan akhirnya tetap pergi dari rumahnya. Dengan entah bahaya apa yang mungkin akan menjemputnya.

*****

_Castle The Blak Moon

Dengan balutan perban yang hampir  menyelimuti seluruh tubuh bagian atasnya.  Hanna yang masih tertidur lelap kini perlahan membuka matanya.

Kabut-kabut yang menghalangi pandangannya sedikit demi sedikit menghilang hingga menampakkan dengan jelas sosok yang saat ini masih setia menemaninya di sana.

"Kau sudah bangun sayang?"

______

Heem.. gimana nih menurut kalian?

Apa kalian suka dengan cerita ini? jika iya tolong beri dukungan untuk author yah😁

Jangan lupa meninggalkan komennya💗

avataravatar