2 1. Invitation Letter

Satu minggu lalu...

Suara musik yang bergemuruh, banyak orang yang menari di bawahnya, lampu yang berkelap-kelip dan bau dari minuman yang terpajang di rak. Menjadikan tempat ini, tempat yang paling aku jauhi seumur hidup.

Aku baru saja pulang dari kantor, ketika aku dapat sebuah pesan bahwa temen-temen ku sudah menjemputku dan bilang ingin menyegarkan pikiran. Menyegarkan pikiran apa katanya, jika datang ke tempat yang malah akan membuat masalah baru bagi mereka. Entah pulang dalam keadaan mabuk dan besoknya akan sakit kepala atau terbangun dengan keadaan telanjang bersama pria lain di hotel. Sungguh, jika aku tahu mereka akan mengajakku kesini. Aku lebih memilih tidak ikut.

Aku memesan orange juice, sedangkan teman-temanku memesan minuman alkohol, walau aku tahu kadar alkoholnya rendah. Tapi harus tetap ada satu orang yang waras di sini bukan?! Aku tidak mau mengambil resiko, jika 2 bulan dari sini, mereka akan terkejut dengan dua garis merah di alat tes kehamilan.

"Jadi, kenapa kalian membawaku kesini?" Tanyaku, setelah meminum orange juice.

Delina, salah seorang temanku yang memilih menjadi model untuk dekat dengan orang yang disukainya sejak lama, menoleh dengan tatapan yang menelangsa. "Kau pasti tahu, Rea. Kenapa aku mengajakmu kesini."

Aku memutar otak, sepertinya aku tahu kenapa dia seperti ini. Siapa lagi jika bukan tentang Denard, Pria yang di sukanya. "Kau di tolak lagi?" Tanyaku meyakinkan.

Delina mengangguk, lalu menjatuhkan kepalanya di rak bak. Delina adalah gadis baik, tapi sayang kisah percintaan tidak sebaik karirnya. Menyukai seseorang dari kecil dan berusaha mendapatkan hatinya. Membuat Delina menjadi budak cinta yang sangat menyebalkan. Siapa sangka jika Delina sayangku ini pernah berpura-pura menjadi orang gila atas perintah Denard. Menari dipinggir jalan raya, mengacak-ngacak rambutnya sendiri dan semuanya yang berhubungan dengan orang yang tidak waras.

Apa aku marah? Tentu bahkan aku ingin sekali mencopot leher Denard saat itu juga. Jika saja tidak ditahan oleh Sina.

"Aku rasa kau harus memberinya pelajaran, Honey." Ungkapku.

Delina menarik kepalanya lagi dan menatap ku dengan berbinar. "Benarkah?"

Aku mengangguk yakin. "One hundred persen, yes."

Delina segera merapat kepadaku. "Bagaimana caranya?"

"Kau punya Carlos, sayang. Manfaatkan adikmu itu untuk membuatnya meradang."

Delina sedikit tidak yakin. "Apakah harus?"

Aku meminum orange juice ku lagi. Lalu mentapa temannya yang tersayang ini yang sayangnya sedikit bodoh tentang cinta. "Carlos, adikmu itu. Tidak pernah terekspos keluar, keluargamu dan kau." Tunjukku ke dirinya. "Menjaganya sangat ketat, bahkan Denard pun tidak tahu bahwa kau punya seorang adik lelaki  yang sangat tampan. Manfaatkanlah ketampanan adikmu itu untuk meresahkan hatinya." Saran ku.

Delina mengangguk. "Tapi, apa adikku itu mau membantuku?" Tanya tidak yakin.

Aku melihatnya dengan senyum menggoda. "Aku yakin dia mau." Jawabku.

Delina mengangguk lalu dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon adiknya itu dan berdiri, untuk mencari ruang kosong.

"Kau yakin dengan rencanamu itu, Rea?" Tanya temanku satunya.

Aku menoleh dan menatap Sina dengan penuh senyum kemenangan. "Apa rencana ku tidak ada yang tidak pernah berhasil, Sina?"

"Of course, No."

"That's Right. Lihat saja hasil akhirnya." Ucapku sambil menenggak kembali orange juice ku.

Sina, seorang gadis berambut cokelat dengan mata hitamnya. Dia adalah temanku dari Sekolah menengah pertama, sama seperti Delina. Kami dipertemukan dengan indah oleh tuhan. Saat kami bertiga tidak sengaja menghajar pedofil dan memasukannya ke dalam sel.

Kami berdua terdiam, saling memperhatikan suasana dan tentu mengawasi Delina yang masih menelfon adiknya.

Namaku Reaina B.Saigon, aku lahir di kota kecil yang sangat Indah. Aku datang ke kota ini saat umurku masih 13 tahun. Aku anak tunggal, makanya itu Ibu dan Ayahku sangat menyanginku hingga rela kehilangan nyawa mereka saat menyelematkanku dari kecelakaan tragis malam itu. Menyesakan, Tapi jika sudah takdir Tuhan, Apa boleh buat. Dan aku bersyukur telah di pertemukan dengan mereka berdua.

Delina menghampiri kami, raut wajahnya berseri-seri, seperti habis memenangkan lotre. Aku tahu raut wajah ini. Siapa lagi jika bukan adiknya yang menyetujui rencanaku.

"Kau benar, Rea. Carlos mau membantuku." Delina menceritakan bagaimana adiknya mau dan apa langkah selanjutnya. Setelahnya itu dia pamit, karena kebetulan adiknya mau menjemputnya.

Hanya tinggal Aku dan Sina disini. Kami saling diam, hingga Sina memberiku sebuah undangan di muka.

Aku mengambilnya, lalu membolak-balikan undangan berwarna hitam dengan tulisan emas ini. "Undangan apa ini?" Tanyaku.

"Apa kau buta hingga tidak bisa membaca huruf yang terletak jelas di sana?" Kesalnya.

Aku tahu jelas undangan apa ini. Aku hanya ingin memancing amarahnya saja, karena sudah lama dia tidak kesal denganku.

"Aku tahu. Maksudku, kenapa kau memberi undangan ini ke diriku?"

Sina menyesep alkohol dari gelas kecilnya. "Aku menang pertandingan di kantor. Lalu aku mendapatkan undangan ini sebagai hadiah." Jawabnya dengan suara rendah. "Dan udangan itu untuk minggu depan. Sedangkan aku tidak bisa datang, karena aku harus pergi ke Kanada selama 1 pekan." Ucapnya.

Aku mengangguk paham. "Jadi kau mau aku menggantikanmu? Begitu maksudmu, bukan?"

"Awalnya aku ingin Delina yang pergi. Tapi anak itu tidak bisa di andalkan. Apalagi semua orang yang akan hadir bertopeng semua. Aku takut dia Kenapa-napa nanti."

"Kau mengkhawatirkan Delina tapi tidak dengan diriku? Teman macam apa kau!" Ucapku pura-pura kecewa.

Sina tertawa, lalu membuka dompetnya mengeluarkan beberapa lembar uang dan menaruhnya di bawah gelas kecil. "Setidaknya kau bisa menendang kejantanan mereka." Ucapnya lalu pamit.

"Aku pulang duluan, Kau tahu Ibuku bagaimana bukan?"

Aku mengangguk, dan membiarkan Sina pergi.

Aku menghela nafas lalu memasukan undangan tersebut ke tasku. Lalu membayar minuman dan pergi dari tempat itu. Sesampainya di parkiran, aku melihat lagi ke bar itu, seperti ada yang jangan. Tapi apa? Setelah kupikir, aku kesini dengan mobil Sina, dan sekarang mobilnya tidak ada. Astaga aku di tinggalkan.

"SIALAN KALIAN BERDUA, AKU BERSUMPAH AKAN MENINGGALKAN KALIAN DI TEMPAT INI LAIN KALI."

Bersambung...

avataravatar