Setelah selesai dari bagian radiologi dan memperoleh tanda terima untuk pengambilan hasil cek kesehatannya, tiba-tiba Finland teringat sesuatu.
Ia tergesa-gesa mampir ke ruangan Caspar dan hendak mengetuk pintu, tetapi niat itu diurungkannya ketika mendengar suara percakapan dari dalam.
"Dokter benar-benar akan tinggal di Singapura selama enam bulan? Wow... Pasti manajemen akan senang sekali." terdengar suara suster yang berbunga-bunga.
"Iya, saya memutuskan untuk jadi dosen tamu selama satu semester di NUS*," jawab Caspar.
"Wahhh... Mahasiswa tahun ini beruntung sekali."
Caspar tertawa pelan.
"Semoga mereka bisa menghargai kesempatan yang diberikan itu. OK, ambilkan jadwal saya untuk hari ini."
"Tidak menerima periksa pasien lagi?" tanya suster dengan nada menggoda. Finland tidak dapat mendengar jawabannya. Hanya suara dehaman dan kemudian suster meminta maaf.
"Oh..iya, maaf kalau saya lancang. Segera saya ambilkan jadwal meeting dokter hari ini".
Pintu segera dibuka dari dalam dan suster itu tergesa-gesa keluar. Ia menatap Finland yang ada di balik pintu dengan heran, tetapi tidak berkata apa-apa.
"Errr.. Dokter.." Finland mengetuk pintu dan memberanikan diri untuk masuk. Caspar mengangkat wajah memandangnya dan langsung tersenyum.
"Ada apa?"
"Err... Anu... Aku minta maaf atas kecerobohanku semalam.. Sungguh aku sangat bersalah. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Aku tak dapat membayangkan kalau kemarin tanganmu yang terluka.. Dan.. kau nanti tak bisa lagi bekerja sebagai dokter bedah... "
Finland sungguh merasa bersalah saat ia menyadari bahwa kecerobohannya bisa menghancurkan karier dan hidup seseorang.. hanya demi menghemat uang untuk transportasi.
Caspar tertegun, ia buru-buru bangkit dan berusaha menenangkan Finland yang shock. Dirangkulnya gadis itu ke dadanya sambil menepuk lembut punggungnya.
" Sshhh... It was an accident. Jangan terus menyalahkan diri. Aku baik-baik saja. Yang penting kau sudah menyadari kesalahanmu dan tidak akan mengulanginya."
"Tapi kalau tanganmu rusak, kariermu bisa hancur..." kata Finland pelan.
"Kata siapa? Aku masih bisa jadi petani, pengacara, peneliti, CEO, model, bahkan desainer. Hobiku sangat banyak. Please, dont worry about me."
Caspar lalu mendudukkan Finland di kursi lalu memberinya minum untuk menenangkan gadis itu.
"Finland, coba lihat sini..." katanya kemudian. Finland menghapus airmatanya dan memandang wajah Caspar penuh pertanyaan.
CETREK!
Tiba-tiba Caspar memotret wajah sedih Finland dan menunjukkan hasilnya.
"Lihat ini, matamu tampak sedih sekali, seolah membawa beban seisi dunia sendirian. Aku telah hidup di dunia ini sangat lama, tetapi belum pernah melihat wajah sesedih wajahmu waktu itu, dan aku merasa kasihan kepadamu. Apakah aku dapat menolongmu?
Finland tertegun. Mungkin inikah penyebab Caspar bersikap baik kepadanya dari semalam?
"Begini... Aku akan membuat projek kecil selama 6 bulan aku di Singapura. Projeknya berhubungan dengan Finland. Setiap kita bertemu aku akan mengambil fotomu dan aku akan lakukan sesuatu agar kau tersenyum. Bagaimana?"
Finland tampak terkejut mendengar penuturan Caspar. Apa ini berarti... Mereka akan sering ketemu?
Hatinya tiba-tiba berdebar kencang dan wajahnya memerah.
"Err.. Aku pamit dulu, Dok."
Finland buru-buru keluar untuk menenangkan perasaannya.
Ia duduk di taman depan rumah sakit dan menghirup napas dalam-dalam. Sepertinya nasib buruknya sudah berubah sejak ia bertemu pemuda itu tadi malam. Ia lalu melihat jam dan setelah yakin Jean pasti sudah bangun, ia mengirim whatsapp tentang ia diterima kerja.
Jean sedang ada di Prancis dan beda 7 jam di belakang Singapura. Finland tak suka membangunkannya dgn bunyi telepon karena ia tahu istirahat sangat penting bagi sahabatnya itu.
[Kabar baik! Aku sudah diterima bekerja. Gajinya bagus, dan bulan depan aku bisa cari kamar kontrakan]
[Selamat! Hebat! Eh, tapi tidak usah buru-buru cari tempat baru. Aku kan jarang di rumah. Tinggal di tempatku saja. Supaya kau bisa menabung.]
Finland terdiam sesaat... Iya, dia punya cita-cita ingin sekali pergi ke Finlandia dan melihat sendiri mengapa ibunya memberinya nama Finland. Tetapi biaya traveling ke sana sangat mahal...
[Aku tidak mau merepotkan. Kapan kau pulang?]
[Minggu depan aku mampir di Singapura selama seminggu, terus lanjut ke Korea. Kau tidak perlu keluar dari apartemen, aku cuma menginap seminggu. Aku bisa tidur di sofa. Haha.]
[Waduh.. Jangan, aku saja yg di sofa.]
[Jangan konyol, deh. Kau kan perempuan.]
[Aku kan cuma numpang.]
[Nanti mau oleh-oleh apa dari Prancis? Maccaroon Pierre Herme* seperti biasa? Atau make up sephora? Kau itu sudah mulai kerja, harus mulai dandan.]
[Hahaha.. Terserahmu saja kalau begitu. Oke aku tidak akan mengganggumu lagi yg pasti sibuk luar biasa. Jaga kesehatan yaaa. I miss you!]
[Bisous!]
Cekrek!
Finland mengangkat wajahnya saat mendengar bunyi kamera. Caspar berdiri di dekatnya mengacungkan kamera yang barusan dipakainya untuk memotret Finland.
"Kau barusan tersenyum. Cantik sekali. Kuharap kau tidak keberatan aku mengambil fotomu."
"Eh.. Bu.. bukan begitu. Aku tidak menyangka kau mengikutiku ke sini".
"Ini kebetulan. Aku mau ke gedung sebelah," kata Caspar sambil menunjuk gedung berlapis serba kaca di sebelah kanan, "dan kebetulan melihatmu di sini."
"Oh.. Aku sedang ngobrol dengan Jean tentang pekerjaanku. Dia sangat senang."
"Jean itu siapa?"
"Dia, sahabatku. Aku sekarang tinggal di apartemennya."
"Oh... apakah kau tidak berniat cari apartemen sendiri yang tidak maskulin begitu? Biar bisa tinggal dengan nyaman? Kalau sudah kerja nanti kan dapat gaji?"
Finland tertawa kecil, "Ahhaha.. Gajiku cuma UMR, paling bisa dipakai menyewa satu kamar di pinggiran kota. Tidak cukup untuk menyewa satu apartemen penuh. Aku memang berencana mencari kamar kontrakan, tapi aku tidak pemilih soal desainnya, yang penting layak huni saja."
Caspar tercenung sebentar.
"Di rumahku ada kamar kosong yang layak huni dan bisa dikontrakkan seharga 500 dolar per bulan. Kau boleh datang liat-liat dan putuskan sendiri."
Ia menunjukkan hasil jepretannya barusan, "Lihat, mukamu mulai tersenyum di sini. Kalau kau lihat kamar yang kutawarkan, senyummu nanti pasti lebih lebar lagi."
Finland tersipu.
"Terima kasih. Akan kupikirkan".
"Jangan lama-lama. Nanti aku berubah pikiran. Jaga diri baik-baik."
Caspar melanjutkan perjalanannya meninggalkan Finland yang masih terkesima.
.
.
* NUS = National University of Singapore (Universitas Nasional Singapura)
* Maccaroon Pierre Herme = Merek kue maccaroon paling terkenal di Prancis.