1 1 : Hiding

Bibir itu mengerucut kedepan kala melihat rintik hujan mulai turun. Dia, wanita karier bernama Park Jieun ini menghela napas, berusaha menenangkan diri sendiri. Hujan di pagi hari menjadi musuh untuk Jieun. Yang seharusnya ia langsung berangkat ke kantor tanpa hambatan apapun, kini ia harus menunggu hujan mereda lebih dulu, jika tak mau flu melanda.

"Sudah berapa kali kubilang, jangan menggunakan selai setroberi! Ah, sial!" Sehun berteriak dari dalam dapur.

Jieun segera menghampiri Sehun. "Aku tidak membuatkan itu untukmu."

"Dimana sarapanku?"

"Semalam kau bilang tidak akan pulang, jadi aku tidak membuatkan sarapan untukmu." balas Jieun. Dia sedang menyantap roti pangganggnya, tentu dengan kepala menunduk untuk menghindari tatapan Sehun.

Dan, semalam Sehun memang mengirimnya pesan pada Jieun bahwa dirinya tak akan pulang sampai malam datang kembali karena ada yang harus dia selesaikan dalam pekerjaannya bersama Song Hye Kye. Mungkin masalah perceraian klien-nya itu.

"Buatkan sarapan untukku."

Menjeda sarapan bukanlah hal yang menyenangkan. Kalau saja bukan Sehun yang menyuruhnya, sudah dipastikan ia akan mengamuk. "Nee."

"Nanti malam Eomma akan berkunjung kemari. Jadi, pulanglah pukul 11 malam karena sepertinya Eomma akan sedikit lama disini." Sehun melirik sekilas pada Jieun yang tengah sibuk membuatkannya roti panggang.

Kedua mata Jieun melebar. Kenapa tak sekalian saja tak usah pulang? Inilah hal yang selalu Jieun harapkan tidak terjadi, yaitu kedatangan sang Ibu mertua. Ibu mertua yang sama sekali tak mengenalnya.

Ya, ia dan Sehun menikah secara diam-diam. Tak ada yang tau kecuali Tuhan, Hakim dan Pendeta. Dan, sampai detik ini rahasia masih tertutup aman. Mereka berpikir bahwa Sehun masih lajang dan diberitakan sedang di carikan pasangan oleh Orangtuanya. Begitu juga dengan Jieun, gadis yatim piatu yang malang.

Jieun sama sekali belum mengetahui bagaimana rupa kedua Orangtua Sehun. Yang ia tahu, Ayah Sehun pemiliki perusahaan Otomotif. Ibunya memiliki usaha Kue yang cabangnya sudah dimana-mana. Dan, Sehun memiliki seorang Kakak laki-laki yang ia dengar sudah menikah.

Selesai memanggang roti, Jieun meletakkan makanan itu di meja. Sambil mengoleskan selai kacang, ia sedikit memberanikan diri untuk bernegosiasi dengan Sehun, "Bagaimana kalau aku pulang besok-,"

"Pulang!" Sehun menyela ucapan Jieun sangat cepat, bahkan terdengar seperti membentak.

Membuat Jieun langsung memejamkan mata, berusaha tidak melihat tatapan mata Sehun saat ini.

"Tidak ada acara pulang besok."

"Aku akan pulang pagi-pagi sekali." sepertinya bentakan Sehun kali ini belum menutup nyalinya.

"Apapun itu, aku tidak peduli. Nanti malam pulang pukul 11!"

"Tapi-,"

"Berhentilah membantah!"

Bola mata Jieun memutar jengah. Pagi-pagi sudah mendapat bentakkan dua kali bukanlah pagi yang indah. Selesai mengolekan selai ke dalam roti, Jieun segera meletakkan piring itu didepan Sehun dan membawa sisa bagiannya ke ruang tengah. Ia malas sarapan bersama Sehun.

***

Seperti yang sudah di katakan oleh Sehun tadi pagi, Jieun akan pulang pukul 11 malam. Alhasil, setelah menyelesaikan semua pekerjaan Jieun keluar dari kubikel-nya.

"Yak, Jieun-aah!" baru beberapa jengkal keluar dari ruangan, ia langsung disapa oleh Baekhyun.

Jieun memutar bola mata. Sungguh, ia bosan sekali melihat wajah Baekhyun akhir-akhir ini, karena dia selalu mengganggu dan sering nampak juga.

"Ada apa?" tanya Jieun sedikit malas.

Dahi Baekhyun mengerut, "Kau ken-,"

"Jika tidak ada yang penting, jangan ditanyakan. Aku mau pulang." setelah itu ia meninggalkan Baekhyun. Biarlah, biar Baekhyun jengah dan tidak sering-sering menghampirinya.

"Yak, Jieun-aah aku hanya ingin mengajakmu makan malam..."

Kepala Jieun menoleh ke belakang sambil terus melangkah, "Aku tidak lapar!" padahal ia buru-buru sekali karena perutnya sudah bunyi ingin segera menyantap makanan.

Jieun memilih tempat makan yang sekiranya dekat dengan jarak kantor. Ia memesan beberapa makanan dan satu botol minuman Soju untuk menemaninya selesai makan malam, tentu.

Pesanan sampai, Jieun buru-buru menyumpit satu irisan tipis Babi panggang pesanannya. Baru saja ia akan melahap, seseorang telah menutup matanya dari belakang. Jieun kembali meletakkan sumpit dan menarik paksa tangan nakal itu.

"Aku tahu kau siapa! Cepat lepaskan!"

Ya, Jieun tahu itu siapa. Seseorang yang memiliki jari-jari lentik. Siapa lagi kalau bukan Baekhyun?!

Suara tawa dari belakang tubuh Jieun menggema, membuat Jieun semakin percaya bahwa itu adalah Baekhyun. Baekhyun si-pengganggu!

"Ah, ternyata kau sangat mengenaliku." kata Baekhyun, masih dengan senyuman lebar di bibir. Dan, tanpa permisi duduk dihadapan Jieun.

Mata Jieun mendelik, "Aku hanya mengenal jari-jari cantik itu!"

"Tetap saja, karena itu jari-jariku." Baekhyun tak mau kalah dalam hal berdebat dengan Jieun. Apapun itu, ia akan menyahut sampai Jieun tak bisa membalas ucapannya lagi.

Dan, Jieun pun akhirnya diam. Dia pasrah, hanya bisa menghela napas. Bahkan saat Baekhyun mengambil daging panggang kesukaannya tanpa izin, Jieun membiarkannya.

Namun tidak untuk kedua kalinya. Jieun segera merampas sumpitnya dan mulai menyantap daging pesanannya.

"Kupikir kau tak lapar." kata Baekhyun.

"Aku lapar!"

"Tapi waktu kutanya tadi di kantor, kau bilang tak lapar."

"Aku laparnya baru sekarang! Jangan tanya lagi, aku harus makan."

"Yak, Jieun-aah berbagilah sedikit. Aku ingin daging itu..."

"Pesanlah sendiri."

"Aku kemari bukan untuk membeli daging panggang. Aku hanya membeli beberapa botol Soju."

"Oh."

"Aku akan berbagi Sojuku denganmu, tapi kau harus membagi daging panggangmu, bagaimana?" ujar Baekhyun, sungguh diluar akal sehat Jieun.

"Tidak perlu karena aku sudah membeli Soju sendiri, terimakasih. Jika kau lapar, pesanlah makanan bukannya Soju!" ah, entah kenapa ucapan Baekhyun selalu menyulutkan emosinya.

"Tapi ingin daging itu, Jieun-aah!"

Lagi, sepertinya Jieun harus mengalah demi tidak mendengar suara rengekan Baekhyun. Ia menghela napas beberapa kali lalu sambil memejamkan mata Jieun berkata, "Pesanlah Soju, aku akan berbagi dagingku." dan memberikan sepasang sumpit untuk Baekhyun.

Senyum sumringah tercipta di wajahnya. Melihat itu, Jieun jadi ikut tersenyum. Menurutnya, jika Baekhyun tersenyum itu terlihat lucu. Kedua matanya akan menghilamg digantikan oleh garis lurus, dan bibir kecilnya akan tertarik oleh kedua sisi.

Keduanya saling berbagi pesanan. Sesekali Jieun menyuapkan daging panggangnya pada Baekhyun. Setelah itu, selesai menghabiskan makanan keduanya membuat pesta kecil-kecilan. Pesta Soju.

Pukul telah menunjukkan pukul 10 malam, Jieun dan Baekhyun telah menghabiskan tiga botol Soju. Baekhyun yang lebih menghabiskan banyak Soju.

Ketika akan menuangkan Soju ke dalam gelas Baekhyun lagi, deringan ponsel membuat Jieun meletakkan kembali botol Soju di tangannya.

Matanya menyipit melihat panggilan dari nomor Sehun. Ini masih pukul 10, bukannya Ibunya Sehun akan pulang pukul 11?

"Nee...?" sapa Jieun setelah mengangkat panggilan.

"Pulanglah, sepertinya Eomma-ku tak jadi berkunjung."

"Mwo? Me-,"

"Jangan terlalu banyak bertanya. Cepat pulang."

"Hmm.. baiklah."

Jieun menatap lesu pada Baekhyun yang sedang memandangnya tanpa ekspresi. Sepertinya dia sangat menunggu gelasnya diisi oleh Soju lagi. "Aku harus pulang. Kau tidak apa-apa jika aku tinggal?"

"Pulanglah, aku baik-baik saja."

Kepala Jieun mengangguk. Sebelum akhirnya pergi, Jieun menuangkan Soju di gelas Baekhyun sekali lagi lalu mengacak rambut Baekhyun. Bagaimanapun juga, dialah orang yang menemaninya malam ini.

***

Tiba di apartemen, pandangan pertama yang Jieun lihat adalah keberadaan Sehun sedang duduk diatas sofa ruang tengah. Menikmati siaran televisi dengan camilan di kedua tangannya. Enak sekali hidupnya. Sedangkan ia harus menunda jam pulangnya dan berteduh di luaran.

"Buatkan aku Ramyeon." perintah Sehun setelah menyadari keberadaan istrinya yang ternyata sudah pulang.

Jieun mengangguk. Sungguh, ia sebenarnya sangat lelah. Seharian bekerja, meliput kesana dan kemari.

Tanpa masuk ke kamar lebih dulu, ia hanya melewatinya saja sambil melempar tasnya ke ruangan itu. Jieun langsung masuk ke dapur. Baru saja ia hendak membuka bungkusan Ramyeon, Sehun tiba-tiba saja mengambil alih barang itu dan membuangnya ke tempat sampah. Dia menarik paksa tangan Jieun.

"Eomma ada disini. Dia kemari. Cepat masuk ke kamar, aku akan menguncinya dari luar." katanya.

Jieun tentu saja terkejut. Setelah tadi Sehun bilang Ibunya tak akan kemari, namun kini wanita itu sudah ada di apartemen Sehun.

"Jangan membuat suara." ujar Sehun sebelum akhirnya mengunci kamar Jieun.

Sebenarnya itu bukan benar-benar kamar. Awal mula ruangan yang dekat dengan dapur itu digunakan Sehun untuk gudang. Namun, setelah resmi menikahi Jieun ia mengubahnya menjadi kamar, karena kamar di apartemennya hanya satu dan tak mungkin jika mereka akan tidur bersama. Ia pun terpaksa harus merelakan barang-barang yang jarang digunakannya di lelangkan guna untuk melegakan ruangan.

"Kenapa Eomma baru sampai sekarang? Apa terjadi sesuatu?"

"Keponakanmu sangat rewel akhir-akhir ini. Eomma-nya bahkan tak bisa menenangkan."

"Hyung?"

"Sedang ada pekerjaan diluar Kota. Seharusnya kau mengizinkan Eomma berkunjung di jam-jam siang atau sore saja. Agar tak terlalu malam seperti ini. Aaah hoamm..." Nyonya Park menguap. Wanita yang sudah memiliki satu cucu itu melangkah kearah dapur untuk mengecek semua kebutuhan anaknya.

Sehun mengikuti dari belakang, "Aku harus bekerja."

"Apa perlu aku ke kantormu?" Kepala Sehun menggeleng. Jelas ia tidak mengizinkan Ibunya untuk pergi kesana.

Nyonya Park mulai membuka kulkas, mengabsen semua bahan disana, "Atau setidaknya datanglah kerumah. Appa mengharapkan makan malam bersamamu."

"Akan kuusahakan."

"Dan, jangan lupakan Vivi. Dia pasti sangat merindukanmu. Dua bulan kau tak menghampirinya."

Aah... Vivi, Sehun sungguh merindukan pemilik nama itu. Apa kabar dia? Baik-baik saja kan? Semoga iya.

"Aku akan segera kesana jika waktuku sudah senggang."

"Itu bungkus Ramyeonmu? Kenapa dibuang?" Ibu Sehun menunjuk isi tempat sampah.

"Sudah kadaluarsa." balas Sehun sekenanya.

Percakapan itu tak hanya di dengar oleh empat telinga. Jangan lupakan keberadaan Jieun di kamar. Dia jelas mendengar percakapan kedua orang di dalam dapur. Mulai dari Nyonya Park yang menyuruh Sehun untuk berkunjung kerumahnya hingga mengenai... Vivi. Siapa sebenarnya Vivi? Seperti apa rupanya?

Kenapa setiap kali Ibunya Sehun berkunjung dia tak pernah lupa untuk membahas mengenai kerinduan Vivi pada Sehun?

avataravatar