webnovel

✧☽ dua ☾✧

Chanyeol melihat ke salah satu titik meja yang ada di restoran seperti biasanya. Anak itu, Baekhyun.

Chanyeol berjalan menyusuri ruangan, seolah-olah tidak menyadari bahwa ada Baekhyun yang sedang duduk di sudut ruangan, Chanyeol berjalan cepat, hingga akhirnya sampai pada meja yang ada di belakang.

Sungguh tidak disangka, Baekhyun memutar tubuhnya, tersenyum lebar pada Chanyeol, sambil tangan kanannya melambai.

"Chanyeol," sapa Baekhyun, masih tersenyum lebar hingga menampakkan deretan gigi-giginya yang rapi.

Chanyeol tidak membalas, padahal dalam hatinya ia ingin sekali mengajak bocah itu duduk bersebrangan dan makan bersama. Atau mungkin... mengobrol sebentar.

Ingat tujuan Chanyeol datang ke tempat ini, bukan untuk mengisi perutnya, melainkan penasaran apakah Baekhyun masih datang ke tempat ini setelah Chanyeol memutuskan untuk membolehkan anak itu datang kembali. Dan ternyata benar, anak itu sedang tersenyum ceria ke arahnya.

Seketika raut wajah Chanyeol berubah, anak itu mengambil macbooknya, membereskan buku-bukunya, memasukkannya ke dalam tas hitamnya. Lantas, anak itu berjalan mendekat ke meja Chanyeol dengan segala barang-barang bawaannya.

"Aku boleh gabung?" tanya Baekhyun.

"Hm." Jawab Chanyeol dingin.

Setelah mendapat izin dari Chanyeol, anak itu segera menurunkan tasnya ke kursi, meletakkan macbooknya di atas meja. Dan segera mendaratkan bokongnya ke atas kursi.

Dan seperti biasa, Baekhyun kembali banyak bicara.

"Aku sudah dibolehkan datang ke tampat ini lagi. Kau tau itu, bukan?" Baekhyun bersuara dengan ceria seperti biasanya.

"Ya." Jawab Chanyeol singkat.

"Aku minta maaf soal kemarin,"

Chanyeol menautkan kedua alisnya, kenapa anak ini meminta maaf. Apakah soal pertemuan seminggu lalu mereka, saat Baekhyun menganggu waktu makannya.

"Aku sudah mengganggumu kala itu. Jadi, aku akan meminta izin terlebih dahulu kepadamu jika ingin bergabung denganmu." Lanjut Baekhyun.

Ucapannya terdengar tulus. Wajahnya polos, dengan raut wajah yang menggemaskan membuat Chanyeol menahan dirinya agar tidak mancubit wajah menggemaskannya itu.

Tapi sedetik kemudian Chanyeol tersadar dengan apa yang ia pikirkan sekarang. Kenapa dengan pikirannya soal anak kecil di hadapannya ini?

"Kau tidak marah padaku, kan?" tanya Baekhyun terlihat khawatir, karena Chanyeol belum juga mengeluarkan suara setelah ia meminta maaf.

"Jangan abaikan aku, Chanyeol. Aku berjanji aku akan pergi setelah kau memaafkanku." Baekhyun menahan ponsel Chanyeol yang sedang dimainkan oleh sang empunya.

Chanyeol menatap kedua mata Baekhyun. Chanyeol terus medengarkan apa yang Baekhyun katakan sejak tadi, hanya saja ia sedang menahan diri agar tidak terlihat ramah di hadapan bocah satu ini.

"Kau maafkan aku, Chanyeol? Ya?" Tanya Baekhyun sekali lagi. Ditatapnya dalam kedua mata Chanyeol, berharap Chanyeol mengeluarkan suaranya.

"Aku sudah memaafkanmu. Jadi diamlah." Ucap Chanyeol, kemudian Baekhyun yang mendengar Chanyeol bersuara langsung melebarkan senyumnya. Lagi.

"Terima kasih."

"Hm."

"Hari ini aku terakhir di restoran ini. Karena, aku akan pindah penginapan. Untuk datang ke sini agak jauh, jadi aku beruntung dapat bertemu denganmu untuk terakhir kali."

Chanyeol menghentikan aktivitas bermain ponselnya, beralih menatap wajah Baekhyun. Kemudian sedikit terkejut mendengar ucapan anak itu, bahwa ini terakhir kali mereka bertemu.

"Kenapa?" entah apa yang sedang Chanyeol pikirkan saat ini, seperti ada rasa sedikit tidak rela jika anak ini pergi jauh darinya.

"Tidak apa-apa." Kata Baekhyun.

Chanyeol yakin betul pasti anak ini berbohong soal alasannya pergi menjauh dari daerah sini. Mungkinkah soal biaya penginapannya terlalu mahal, atau hal apa yang membuat Baekhyun harus pindah penginapan? Terlebih lagi, daerah ini adalah kawasan elit.

Seolah tidak ingin bertanya lebih jauh, Chanyeol hanya mengangguk mendapat jawaban dari Baekhyun.

"Mungkin aku akan mencari tempat lain untuk mengisi perutku." Baekhyun kembali bicara.

"Aku pikir aku harus mencari yang sedikit lebih hemat." Lanjutnya.

"Kau tidak tinggal dengan orangtuamu?" tanya Chanyeol. Ternyata, menahan diri agar tidak bertanya lebih jauh pada anak ini itu sulit. Chanyeol ingin tau soal Baekhyun.

Baekhyun menggeleng, "orangtuaku berpisah. Keluargaku sudah hancur."

"Maaf, aku tidak bermaksud."

"Tidak apa-apa, Chanyeol. Aku harap kita bisa bertemu lagi lain kesempatan. Aku harus pergi." Baekhyun merapikan barang-barangnya, memasukkan ke dalam tas. Setelah terasa semua barangnya masuk ke dalam tas sempurna, anak itu segera berdiri dan pamit pada Chanyeol.

"Sampai jumpa."

Sejak perpisahan hari itu, Chanyeol sadar, bahwa ini bukanlah pertemuan biasa.

---

Chanyeol POV

Sudah dua bulan lalu aku menjalankan aktivitasku sebagai seorang pekerja. Ya, aku kembali bekerja pada perusahaan ayahku kembali. Tapi tidak lagi menjabat sebagai seorang direktur, melainkan aku menjabat sebagai manager. Ya, aku tidak sama sekali mempermasalahkan soal jabatanku, mau apa pun jabatannya, aku tidak tau juga apa tujuanku bekerja keras, sementara segalanya sudah aku miliki. Hanya saja satu, aku belum menemukan pendamping hidupku, yang benar-benar mau bersamaku, nyaman denga sifat kasarku hingga saat ini. Makanya, aku sampai saat ini masih nyaman dalam kesendirian. Dan aku tidak penah mengambil pusing soal itu.

Aku melanjukan mobilku dengan kecepatan sedang. Menyusuri jalan di malam hari, selepas pulang bekerja dan juga lembur tentunya. Karena saat ini banyak project yang harus dikerjakan, aku menuntut diriku untuk bekerja sungguh-sugguh.

Saat dalam perjalanan aku melihat seorang pria sedang menangis terduduk di halte bus. Seketika kedua mataku membulat.

Baekhyun.

Aku memarkirkan mobilku tidak jauh dari letak halte. Lantas aku berlari, menghampiri bocah tersebut.

Entah apa yang membuat Baekhyun sesedih ini, ia terlihat begitu menyedihkan. Tubuhnya gemetar, kedua matanya sembab. Tidak ada seorang pun di halte ini, melainkan dirinya. Aku pun datang dan duduk di sebelahnya.

Baekhyun belum menyadari aku duduk sampingnya, lalu aku menyentuh pundaknya, mengusap-usap pundaknya.

"Jangan menangis." Kataku pelan.

Baekhyun sedikit terlonjak, dia mengarahkan pandangannya ke arahku dengan wajah kacaunya itu. Kasihan, aku ingin sekali memeluk tubuh mungilnya.

Jangan menangis, Baekhyun. Aku benci seseorang yang menangis.

"Chanyeol," Baekhyun memeluk tubuhku erat. Sangat erat, sepertinya anak ini sedang dalam lara hati yang sangat dalam. Entahlah, untuk saat ini aku hanya ingin mendiamkannya.

Berhentilah menangis, Baekhyun.

"Berhenti menangis." Kataku, masih dalam posisi ia memelukku erat.

Entah mengapa, Baekhyun memelukku sama sekali tidak membuatku risih. Aku nyaman mendekap tubuh kecilnya. Tubuhnya yang bergematar karena tangisannya yang kini kian menjadi.

Bagaimana aku mendiamkannya?

Sampai aku memutuskan untuk membawanya ke apartmenku.

Dan ini adalah sebuah reaksi yang cepat. Aku ingin Baekhyun kembali mengoceh, bukan menangis.

Jujur. Aku merindukan suaramu, Baekhyun.

Kini Baekhyun sudah ada dalam mobil. Duduk di sampingku dengan sisa-sisa tangisannya. Ia belum mengeluarkan suaranya sejak tadi. Terakhir kali yang aku ingat, ia memanggil namaku dan langsung memelukku. Setelah itu, ia belum berkata apa-apa lagi. Bahkan aku menawarkan untuk ke apartemenku saja ia hanya menjawabnya dengan anggukan.

Tidak butuh waktu lama, kini LOEY Apartement sudah terlihat di depan mata. Mobilku sudah memasuki basemant, memarkirkannya. Aku mematikan mesin mobilku.

Sebelum memutuskan untuk keluar, aku kembali memperhatikan bocah di sampingku ini. Ia masih menahan tangisannya.

"Berhenti menangis, Baekhyun. Kita sudah sampai, jangan sampai orang berpikir macam-macam ketika melihat kau menangis." Kataku sedikit marah karena Baekhyun masih belum bisa diam.

Baekhyun mengangguk, menghapus sisa-sisa air matanya kasar dengan punggung tangannya.

"Ma-maafkan aku." Kata Baekhyun sesegukan.

Kesal. Aku mengambil sebuah tisu, menahan tangannya yang sedang menghapus air matanya. Lantas tangaku terulur untuk menghapus air matanya dengan tisu yang aku pegang. Dan Baekhyun diam, tidak melawan sama sekali ketika secara tiba-tiba aku mendekatinya untuk menghapus tangisannya. Jarak kami cukup dekat, bahkan Baekhyun sudah menatap kedua mataku dengan mata memerahnya.

"Ch-chanyeol,"

"Diamlah." Aku tidak mau mendengar apa-apa dari mulut mungilnya itu. Aku hanya perlu Baekhyun tenang dulu, setelahnya aku baru mau mendengarkan dia bercerita.

"Diam, Baekhyun. Jangan sampai aku berlaku kasar padamu." Hingga pada akhirnya, watak kasar dalam diriku keluar hingga membantak Baekhyun. Sementara bocah itu terkejut mendengar teriakkanku.

"Ma-maaf, Chanyeol." Katanya lirih. Dan tangisannya bukannya mereda, kini justru kian menjadi.

Aku salah telah membentaknya. Tapi aku tidak tahan lagi.

Akhirnya aku memutuskan untuk tetap membawanya keluar mobil. Aku membukakan pintu untuk ia keluar. Tubuhnya masih bergetar.

Astaga, Baekhyun. Kau sungguh seperti anak kecil.

Baekhyun meraih lenganku terlebih dahulu, tanpa menunggu izin dariku. Ia memegang lenganku dengan kedua tangannya sangat erat seolah-olah tidak mau berpisah denganku.

Aku tidak menepis tangannya kali ini, aku menikmati sentuhannya. Baekhyun terlihat manja denganku saat ini.

Kemudian kita berjalan menuju kamar apartemenku. Kita naik menuju lantai 30, dimana di sanalah kamarku berada. Aku tidak akan membiarkan anak ini tidur di kamar yang berbeda, karena kamarku saja sangat besar, bisa untuk 2 orang bahkan lebih. Jika Baekhyun tidak mau satu kasur denganku pun tidak masalah, aku akan tidur di sofa malam ini.

"Istirahatlah." Kataku. Tapi Baekhyun masih bergelayutan di lenganku.

Anak ini mau apa, sih?

"Baekhyun," panggilku pelan.

"Iya?" jawabnya. Baekhyun mengelap air matanya lagi, kemudian wajahnya bertemu dengan wajahku.

"Jangan menangis lagi. Istirahat di sini."

Baekhyun mengangguk.

Lalu, bocah itu menyandarkan tubuh kecilnya pada sofa. Baekhyun memejamkan matanya, meredakan tangisannya. Kemudian dia memanggil namaku ketika melihatku hendak menuju dapur.

"Mau kemana?" tanyanya.

"Dapur. Mau ikut?"

Tanpa menjawab pertanyaanku, anak itu langsung berdiri di sampingku.

"Aku ikut." Katanya kemudian.

Aku menggelengkan kepalaku sambil menatapnya. Kemudian melangkahkan kakiku menuju dapur untuk mengambil minum untuk Baekhyun, dan tentunya juga untukku.

"Kau mau minum apa?" tanyaku pada Baekhyun yang sedang duduk di kursi yang ada di dapur.

"Hm, apa saja."

"Kau lapar?" Tanyaku lagi setelah memutuskan untuk mengambilkannya sebotol air minum.

"Tidak." Katanya.

Aku mengangguk, kemudian meleparkan botol minuman ke arahnya. Tapi bukannya diambil, justru anak itu membiarkan botol yang kulempar hingga mengenai kepalanya.

Baekhyun meringis sambil memegangi kepalanya. Mungkin sakit.

Dan aku tidak merasa panik sama sekali.

"Kau bodoh atau gimana? Kenapa tidak ditangkap?" omelku. Sementara Baekhyun memasang wajah kesalnya sambil memandang ke arahku.

Anak ini benar-benar tidak takut padaku sama sekali.

"Sakit, Chanyeol." Katanya.

"Terserah." Aku mengambil beberapa botol wine, kemudian membawanya ke ruang tamu.

Baekhyun masih duduk di dapur dalam diam sambil memegangi kepalanya. Tapi tidak butih waktu lama, aku merasakan sebuah tangan melingkar pada lenganku.

Lagi. Baekhyun mencengkeram lengaku erat.

Aku membuang napasku kasar.

"Jangan menyentuhku, Baekhyun." Perintahku. Kemudian Baekhyun melepaskan tanganku, dia mundur selangkah, kemudian meminta maaf.

"Maaf, Chanyeol."

Aku duduk di sofa, kemudian menuangkan wine ke dalam gelas bening di hadapanku. Langsung aku teguk dalam sekali tegukan. Tidak peduli dengan Baekhyun yang ada di satu atap denganku, aku tidak memikirkan soal kehadirannya malam ini. Hingga akhirnya, aku mabuk dan tidak sadarkan diri.

Semua yang kulakukan pada Baekhyun malam ini adalah diluar kendali.

Dan malam ini adalah pertama kalinya aku melakukan hal tak senonoh pada bocah kecil itu.

Maafkan aku, Baekhyun.

Next chapter