26 Ch. 26: Udara Yang Beku

Elia tahu bila ada makhluk dengan konsentrasi energi astral sekuat itu di dekatnya, maka hanya ada satu konklusi yang bisa dia ambil tentang makhluk-makhluk itu.

'Mereka berbahaya!'

Pencahayaan gang yang minim membuat rupa mereka bertiga tersembunyi di balik bekapan kelam. Namun, Elia tahu bila mereka bukanlah manusia sama sekali.

"Nona, apa aku boleh tanya? Kalau menuju ke toko roti Argentine lewat mana, ya?" Sosok yang terkecil diantara ketiganya bertanya.

"Toko roti Argentine? Anda harus memutar jika ingin pergi kesana dengan bis."

Elia membalasnya dengan penuh kewaspadaan, sebisa mungkin dia menjaga jarak dari mereka yang terus mendekat. Dia pancing ketiganya untuk melangkah ke luar gang, menuju ke tempat dimana pencahayaan lebih terang.

Tampak rupa ketiganya, seorang pemuda berambut pirang, seorang berpenutup kepala dan lagi seorang Exodian berperawakan tinggi besar dengan enam mata. Dua orang yang berpenampilan menyerupai manusia tersenyum, sedang pria berperawakan besar bermurung muka.

"Naik bis, ya? Sudah jam berapa sekarang? Sepertinya kita harus jalan kaki kesana," timpal si Pirang.

"Apa anda tahu jalan tikus kesana, Nona?" Si berpenutup kepala bertanya.

"Maaf, tapi aku tidak tahu soal itu."

Si pirang mendesah, dia kecewa. "Sayang sekali, kalau begitu kami harus cari jalan sendiri ke sana. Terima kasih Nona sudah membantu kami."

Ketiganya berjalan melewati Elia, gadis itu tiba-tiba menghalangi mereka menggunakan baton listrik kepunyaannya. Si pirang melirik, masih dengan senyum sayu yang cukup menyebalkan, kemudian dia menanyai mengapa Elia bersikap tak sopan seperti itu.

"Ada apa ini, Nona? Menghalangi kami dengan baton listrik, apa kami melupakan sesuatu? Misalnya ... biaya karena bertanya?" sarkas si Pirang.

"Tidak. Namun, aku mempunyai beberapa pertanyaan kepada kalian. Energi astral yang dimiliki kalian bertiga ... tidak wajar. Hanya ada dua kemungkinan di balik itu ... "

Si berpenutup kepala mendecih. "Kau bertanya seperti itu padahal sudah tahu."

"Aku hanya memastikan," sahut Elia. "Terlebih, siapa kalian dengan energi astral sebesar itu muncul di tempat penting ini? Tidak mungkin hanya kebetulan."

Tawa si Pirang menggelegar lebar, seolah menganggap ucapan Elia bak lelucon yang memuaskan selera humornya.

Tetapi Elia tahu, jika tawa keras pria tersebut hanyalah sebuah sindiran untuknya yang masih berpikir dua kali untuk mengayunkan batonnya, terlepas sudah tahu bila ketiga pria di depannya adalah sosok yang harus dia singkirkan.

"Sesama pengguna seni mistis saling menarik satu sama lain, bukan benar begitu? Luperto?"

Elia tertegun saat sebuah lengan besar berotot penuh bulu hitam menerjang kepalanya, dia tak sempat bereaksi dan harus merelakan kepalanya pecah dihantam oleh sosok tinggi besar itu.

Kematiannya membuat beberapa sosok melesat dari atas atap gedung, mereka memiliki rupa sama persis dengan Elia yang tewas itu. Mereka menukik ke arah Luperto dan menghantamnya dengan baton listrik yang mereka pegang. Namun, kera itu menahannya dan menghempaskan klon-klon Elia.

"Kera itu lagi ... " Elia 1 mendesis.

"Dia datang bersama siapa? Apa kalian tahu dua orang yang lain?" tanya Elia 2.

"Nomer 6 tidak memberitahu, dan dia sudah mati!" sahut Elia 5 yang panik.

Menyaksikan tiga gadis kembar di depannya, si Pirang kembali tertawa. Dia memerintahkan Luperto sekali lagi untuk menyerang ketiganya.

"Baik, Tuan. Mode bertarung!"

Tubuh Luperto membesar, otot-ototnya yang kekar kian masif dan mengeras, empat tangan tambahan keluar dari punggungnya menuntaskan transformasi kera itu.

"Eeek! C–cepat beritahu Elia asli—" pekik Elia 5 sebelum Luperto membungkamnya dengan tinjunya.

"Nomer lima! Aaaaaa!"

Kedua klon yang lain panik bukan main melihat kawan mereka begitu muda dihabisi.

"Luperto, hadapi gadis ini. Kalau bisa cari tubuh aslinya ... tapi jangan bunuh dia, ya? Soalnya aku punya rencana untuknya." Si pirang menambahkan perintahnya.

"Baik, Tuan."

Melihat ke dalam bar, si Pirang mendapati Gunawan dan Tika tengah minum di meja bartender. Pemuda itu tersenyum menemukan mereka, sebab kedatangannya ke sini adalah untuk menjemput keduanya.

"Mereka orangnya? Tidak seperti yang kukira." Si berpenutup kepala berujar.

"Jangan lihat buku dari sampulnya, kawan. Jangan remehkan kedua orang itu."

Orang-orang masih belum menyadari jika ada pertikaian. Mereka terkapar dalam buaian arak dan nyanyian, sibuk menikmati surga yang mereka buat sendiri dalam ruangan itu. Hanya Hannah yang tahu ada keributan di luar bar.

"Hei, Pak Tua!" Hannah mengode pada pria tua yang selalu duduk di sudut bar.

Saat melihat isyaratnya, pria tua itu mengangguk dan mengeluarkan sebuah tongkat dari balik jubahnya. Dia melemparkannya begitu saja ke lantai bar. Tongkat itu berdiri dengan sendirinya, ada gelombang merah berpendar ke seluruh bar membuat sebuah perisai pelindung menyelubungi bar.

Si pirang dan si Berpenutup kepala tersentak melihat bar itu tiba-tiba berada dalam lindungan seseorang misterius. Mereka yakin, jika itu bukan perbuatan Elia ataupun anggota biro keamanan.

"Sepertinya ada pemain lain di sini, menyebalkan sekali." Si berpenutup kepala menghela nafasnya.

"Hahaha, bagiku ini malah semakin menyenangkan. Semakin banyak yang meramaikan permainan ini!"

Si pirang menjulurkan tangan kanannya, dua ujung runcing mencuat dari buku jarinya. Manik pemuda itu berpendar merah, sedang sklera matanya berubah gelap. Atmosfer di sekitar si Pirang bertambah berat seiring energi astralnya meluap keluar.

"A–ah! I–ini! Cepat hubungi Elia asli!" Elia 2 panik bukan main. Dahinya basah dengan keringat yang bercucuran.

"Aku sedang berusaha!!!!"

Udara malam turun drastis, genangan di trotoar depan bar membeku. Pelindung yang dipasang oleh si pria tua tidak mampu menahan turunnya suhu, pada saat itulah Tika menyadari jika ada yang tak beres di dekatnya.

"Gun, Gun. Kita harus pergi." Tika menggenggam tangan Gunawan.

"Ahhh? Apa? Gulai panggang babi? Aku tidak tahu bagaimana rasanya?"

"Kita harus pergi."

Mereka tiba-tiba menghilang dari meja bar, Hannah yang kabet melihat keduanya lenyap kelimpungan mencari keduanya kesana-sini.

Si pirang yang sudah siap ikut bertarung pun tersentak saat melihat Gunawan dan Tika pergi dari depan matanya. Dia menurunkan tekanan energi astralnya dan menaikkan kembali suhu yang telah turun.

"Teleportasi ... keren juga," batin si Pirang.

"Sialan, mereka pergi! Tch, ini semua karena kau buang-buang waktu untuk kemari!" hardik si Berpenutup kepala.

"Eiii, jangan menggerutu sepertu itu, sobat. Kita masih punya mainan lain untuk kita mainkan."

Kedua Elia mendelik ketika si Pirang melirik, tubuh mereka panas dingin menyadari tatapan pemuda itu tertuju kepada mereka. Aura kematian menguar dari maniknya, sedang seringaiannya mengirim kebekuan ke sanubari dua gadis itu.

"Dua lawan tiga, apa kau bisa menahan kami semua?" Si pirang berujar sinis.

avataravatar
Next chapter