16 15. Tangan Pemberi Harapan

Aku pun ragu- ragu melihat uluran tangan itu. Tangan itu, tangan pemberi harapan atau...

"Thanks Jep." Aku pun memutuskan tak menerima uluran tangan itu. Aku menggapai ranting pohon di sebelahku hingga akhirnya Aku bisa naik.

JP pun menarik kembali tangannya.

Aku membersihkan celana jeansku yang kotor dengan menepuk nepuknya.

Kami pun berjalan di perbukitan yang banyak ditumbuhi pinus tersebut.

Ketika kami sudah mencapai di ujung puncak, kami bisa melihat pemandangan hamparan kebun teh dan juga kota Bandung tampak mengintip di bawahnya lagi.

Aku bisa melihat cantiknya pemandangan yang bisa dilihat dari puncak tersebut.

Sinar matahari sore pun juga bisa kulihat.

Fajar sibuk mengambil gambar dengan DSLR pemandangan di puncak tersebut.

Aku pun hanya menikmati saja pemandangan yang jarang kulihat tersebut.

Lalu JP menawari kami foto bersama- sama.

"Jep, lo foto bertiga dulu, nanti gantian," ujar Fajar.

Aku pun berdiri di sebelah JP dan kiriku berdiri Rana. Kami pun berfoto di antara pinus- pinus yang cantik.

Cekrek!

Rana tiba- tiba minggir.

Diam- diam Fajar mengambil gambar dengan DSLRnya lagi dimana di foto itu mengambil objek Aku dan JP.

Aku yang sedang berdiri persis di sebelah JP menyadari keisengan Fajar.

JP juga sadar dengan apa yang dilakukan Fajar namun Ia tak menanggapi apapun, Ia tetap bersikap cool, seakan- akan tak terjadi apa- apa.

Aku juga sama, tak mau menunjukan kesaltinganku sama sekali meski rasanya ingin sekali salting saat itu.

Akhirnya matahari semakin menujukan seminar oranyenya menandakan jika sang matahari akan tenggelam. Kami pun memutuskan kembali ke kampus.

**

Hari ini adalah gladi resik pelepasan wisudawan yang akan diwisuda besok.

Semua pengurus BEMT sangat sibuk mempersiapkan acara yang akan dilaksankan besok. Yang paling sibuk adalah kegiatan dekor mendekor aula fakultas yang akan dijadikan tempat pelepasan wisudawan. Aku pun membantu mendekor aula fakultas bersama dengan Ayu dan Keisha.

Wanda yang merupakan staf Departemen Humas menghampiri kami bertiga.

"Kei, plakat buat kakak kelas yang cumlaude udah beres semua kan?"

"Udah kok Wan, jumlahnya semua 15 kan?" ujar Keisha.

"Bener 15?" tanya Wanda lagi meyakinkan.

"Seinget Aku, kemarin semuanya udah diitung jumlah totalnya ada 15 kok Wan!" sahutku.

"Tapi masalahnya..."

"Apa masalahnya?" tanya Keisha.

"Kurang 3 lagi nih, udah gue itung bolak- balik."

Aku pun mengingat sesuatu. "Eh iya Kei, Aku inget kemarin yang satu kantong yang isinya tiga kebawa Rana. Soalnya kan emang kantongnya ada 4 gitu, satu kantong isinya 3 atau 4, yang satu kantong si Rana yang bawa eh kebawa. "

"Oh iya, Aku inget- inget, Nya. Bener kata kamu yang satu kebawa Rana."

"Yaps."

"Mau gue bungkusin dulu nih semua plakatnya hari ini," ujar Wanda.

"Yaudah deh gue tanya Rana aja dia dimana sekarang," ujarku.

Aku pun menelpon Rana.

"Halo, Ran."

"Iya Nya. Kenapa?"

"Kamu dimana sekarang?"

"Di aula rektorat."

"Kamu bawa plakatnya gak?"

"Ada di Aku nih, Nya. Aku lagi latihan buat besok disini jadi palingan 1 jaman lagi baru bisa kesana."

"Oh yaudah aku samperin Kamu aja disana," ujarku.

Aku pun menutup teleponku.

"Yaudah Aku ke rektorat sekarang ya."

"Mau sama gue kesana?" tanya Ayu.

"Nggak usah kok Ay, Aku bisa kesana sendiri. Kamu bantuin Keisha aja ngedekor disini."

"Oka deh."

"Thanks ya Nya. Aku bantuin Ayu sama Keisha ngedekor juga disini."

"Sama- sama Wan."

Aku pun berjalan sendiri menuju Gedung Rektorat.

Akhirnya Aku pun tiba di Gedung Rektorat, Aku pun langsung menuju ke aula rektorat.

Saat kubuka pintu aula, Aku langsung bisa mendengar denting piano.

"Sesaat Dia datang pesona bagai pangeran. Dan berikan harapan bualan cinta di msa depan, enggaku lupakan semua usahaku."

Aku baru pertama kali mendengar lagu ini seumur hidupku. Suara khas yang pernah kudengar itu aku tahu siapa yang menyanyikan lirik lagu tersebut.

Aku pun mendekati piano yang dibuat mengiringi nyanyian tersebut.

Tiba- tiba sang pemain piano menghentikan permainannya.

"Van, kesini mau ambil plakat ini ya?" JP menunjuk kantok plastik di bawahnya.

"Iya Jep."

"Ini tadi Rana nitip ke Gue." JP pun mengambilkan kantong yang berisi plakat yang dimaksud.

Senyum ramah JP tak bisa kuacuhkan begitu saja. Rasanya hatiku mulai berdetak lebih kencang jika terlalu lama memandanginya.

Batinku. Sadar Nyanya, lo tuh siapa? Lo udah tahu ya... nggak mungkin lo ngarepin JP, udah deh buang perasaan lo jauh- jauh. Melihat JP dengan kemeja kotak- kotak abu- abu hitam- putihnya dengan lengan panjang, membuat ketmpanannya menjadi bertambah berkali- kli lipat.

Aku pun langsung mundur undur diri.

"Gue mau balik ke aula fakultas lagi ya Jep."

JP pun tersenyum. "Sok aja Van."

Aku pun masuk ke toilet di gedung rektorat karena masih merasa belum baik- baik saja.

Aku pun memegang bagin dadaku, rasanya sangat deg- dean, belum lagi rasa mulas yang tak tertahn, semua ini benar- benar meyiksaku.

Aku pun mengambil smartphoneku yang ada di dalam tasku. Aku pun membuat sebuah twit yang merefleksikan perasaanku yang sangan menggebu- gebu tanpa berpikir panjang lagi.

'Bertemu si awesome dengan kemeja kotak-kotaknya.'

Aku pun memposting di timeline twitterku kalimat yang jelas- jelas memuji JP ini.

Lalu, aku pun keluar dari toilet dan bergegas menuju aula fakultas.

Tak lama saat aku baru akan keluar dari lobi gedung rektorat, aku berpapasan dengan Richard dan kawan- kawan.

"Vanya..." sapa Richard.

"Iya Richard... gue duluan ya, lagi buru- buru." Aku pun melengos begitu saja saat baru mau didekati Richard.

"Ye... si Vanya aneh teuing jadi cewek!" ujar Richard.

Bryan juga berpapasan denganku. Ia sedang membuka Hpnya saat berpapasan denganku. "Nya..." Ia hanya geleng- geleng. "Wah si Vanya tumben ngetwit, gue kira akun twitternya udah dinon-aktifin sama Dia."

**

Aku pun termenung sendiri berjalan di pinggir kolam kampus. Semua yang kulihat rasanya adalah indah karena melihat dirimu.

Kupu- kupu di dalam perut rasanya sangat berterbangan bersama. Aku tak tahu lagi bagaimana membendung rasa ini, rasa jatuh cinta yang belum pernah Aku rasakan. Entahlah, ini hanyalah cinta monyet semata atau hanya cinta yang benar- benar cinta pertama, cinta yang berbeda. Selama ini Aku mungkin belum pernah menyukai seorang Pria seperti ini, entahlah... Aku tak ingin berpikir lebih dalam lagi, ini hanay membuatku semakin tak karuan, semua perasaan ini terlalu bercampur aduk. Saat Aku bertemu dengannya ada perasaan senang, deg-degan, takut, juga panik.

Aku pun menuju parkiran motor dan mengendarai motorku, sepanjang perjalanan ini Aku hanya memikirkan JP, semuanya JP. Aku sudah hampir gila rasanya menahan gejolak ini. Aku harus bagaimana Tuhan? Apakah ini benar- benar jatuh cinta atau hanya sekedar cinta monyet seperti sebelum- sebelumnya?

**

avataravatar
Next chapter