16 .016.Pria Seperti Andi Nugraha

"Ngapain, kamu bohong, Wil? Bukannya udah punya hp baru?" tanya bang Joe, setelah Andi Nugraha meninggalkan TTO.

"Yah, Bang. Kalau Wilma bilang punya hp baru, kak Andi mesti marah lagi. Apalagi kak Andi tahu, ponsel yang ini, kan, dari pak William." Bang Joe mengangguk. Paham.

Ada semacam aura persaingan cinta rupanya. Tapi, apakah Wilma Herdian tahu? Sepertinya gadis ini masih terlalu polos.

Pukul tiga sore, pesawat telepon TTO berdering. Wilma Herdian tengah bersiap-siap untuk pergantian shift dengan Rere Walid dan Kartika Sari. Menghitung jumlah uang dan tiket penjualan pagi hingga siang.

"Majapahit Air, selamat sore, dengan bang Joe. Ada yang bisa kami bantu?" Suara bang Joe, menyapa penelepon di seberang sana.

"Oh, kamu, Ndi ...."–bang Joe terkekeh–".... Wilma lagi siap-siap .... Iye ntar aku kasih tahu .... Oke, siap, Bos. Bawel, lu, ah!" Bang Joe menutup pesawat teleponnya sambil terkekeh. Mengalihkan pandangan pada Wilma Herdian yang masih sibuk menghitung uang penjualan.

"Wil, kamu disuruh nunggu dua puluh menit lagi. Andi nganter tiket dulu, baru ke sini." Wilma Herdian mengangguk sambil tetap fokus dengan uang di tangannya.

Bang Joe beranjak dari kursinya menuju pantry.

Tidak lama, Andi Pratama keluar dari pantry, di tangannya memegang secangkir kopi, yang masih mengepulkan asapnya. Aroma khas wangi kopi memenuhi ruangan ticketing.

Andi Pratama duduk di kursi antrian, di depan meja ticketing. Hari ini, jatah libur Andi Pratama, namun karena tinggal di mess, sesekali ia suka membantu rekan-rekannya yang bertugas, di saat TTO sedang ramai.

Jika tidak, ia hanya duduk-duduk santai seperti sekarang. Menonton saluran televisi yang tengah menyiarkan berita terbaru di dunia bisnis, seraya sesekali menyesap kopinya perlahan.

Wilma Herdian, yang telah selesai serah terima tugas, ikut duduk di samping Andi Pratama. Menyimak berita bisnis yang berkaitan dengan pabrik tempat ayahnya, Bagas Herdian bekerja, dahulu. Sebelum pabrik itu tutup karena mengalami pailit hingga bangkrut.

Menurut berita, pabrik itu dalam waktu dekat akan mulai beroperasi kembali, di bawah kepemilikan yang baru.

Pabrik yang telah terbengkalai selama hampir satu tahun lamanya. Entah apa yang terjadi sebelumnya dengan pabrik itu, hingga berangsur-angsur, setiap bulan selalu ada pemangkasan karyawan dan buruh kasar, pemutusan hubungan kerja, tanpa pesangon yang layak. Dan ayah Wilma Herdian akhirnya ikut mengalami hal serupa dengan rekan-rekannya terdahulu.

Kini, ada pengusaha asing yang kaya raya–menurut berita–yang membeli pabrik itu. Reporter berita belum mengetahui secara pasti, pabrik yang telah lama ditinggalkan pemiliknya itu, akan membuka usaha di bidang apa.

Dahulu, pabrik yang telah mampu bertahan lebih dari seperempat abad, bergerak di bidang industri makanan. Banyaknya produk-produk baru dengan inovasi yang lebih baik, mungkin menjadi salah satu faktor penyebab pabrik itu kalah bersaing dan akhirnya merugi.

Wilma Herdian tertegun sesaat. Jika pabrik itu kembali dibuka dan beroperasi, ada kemungkinan besar membutuhkan pekerja untuk mengoperasikan beragam alat, mengolah bahan mentah menjadi barang jadi, dan sebagainya. Itu artinya, mereka akan membuka lowongan pekerjaan. Semoga saja ayah atau ibunya, atau adik-adiknya menonton berita ini.

Ayahnya setidaknya memiliki pengalaman kerja cukup lama sebagai teknisi alat-alat berat, di pabrik yang lama. Wilma Herdian menjadi berharap banyak, ada lowongan yang dibuka sesuai dengan klasifikasi yang dipunyai sang ayah.

"Wilma, mau pulang, gak?" Sebuah tepukan bersamaan suara laki-laki membuyarkan lamunan Wilma Herdian.

Andi Nugraha telah duduk di sampingnya. Wajahnya terlihat ceria. Dan yang lebih penting, senyum ramah di wajahnya kembali terukir. Membuat Wilma Herdian merasakan kebahagiaannya kembali. Ia membalas senyum ramah Andi Nugraha.

"Nah, gitu, dong. Yang akur. Jangan berantem lama-lama. Kasihan, kan, Wilma kerja harus naik angkot terus." Bang Joe, telah kembali dari pantry, di tangannya membawa segelas kopi hitam. Aroma khas kopi kembali menyeruak, memenuhi ruang ticketing.

Wilma Herdian hanya tersipu malu, tidak berani berkata apa pun. Berangkat dan pulang kerja tanpa diantar jemput oleh Andi Nugraha sebetulnya bukanlah masalah besar. Wilma Herdian tidak keberatan akan hal itu. Sama sekali tidak. Ia bukan gadis kecil lagi, ia sekarang adalah seorang wanita yang harus mulai belajar mandiri. Tidak tergantung orang lain untuk menyandarkan hidupnya.

Hanya saja, ia merasa tidak nyaman jika Andi Nugraha marah kepadanya. Merusak hubungan baik yang telah lama terjalin. Hampir seumur hidup Wilma Herdian. Mulai ia menangis untuk pertama kalinya di dunia, Andi Nugraha ada di sana.

Menurut cerita sang mama, orang tua Andi Nugrahalah yang mengantar ibunya untuk melahirkannya dahulu. Bahkan menungguinya hingga ibunya melahirkan. Karena ayah Wilma Herdian harus tugas keluar kota sementara waktu dan tidak bisa untuk pulang cepat dan menemani istrinya melahirkan.

Bisa dikatakan Andi Nugaraha dan Wilma Herdian adalah pasangan dari masa kecil, hingga sekarang. Jadi, saat mereka ribut kecil, ada rasa tidak nyaman dalam hatinya. Bukan lagi perkara bahwa Wilma Herdian bergantung hidupnya pada Andi Nugraha. Wilma Herdian sudah membuktikannya selama tiga bulan terakhir, menjadi tulang punggung bagi keluarganya.

Pemutusan hubungan kerja sang ayah, telah banyak memberinya pelajaran berharga bagi Wilma Herdian. Bahwa untuk mendapatkan uang itu butuh kerja keras. Bahwa bekerja itu melelahkan. Dan, hidup boros bukanlah gaya hidup yang baik. Apalagi jika besar pasak daripada tiang.

Hidup hemat dan bukan berarti pelit.

Ada uang, silakan membeli. Jika tidak ada, tahan diri, dan mulai menabung. Bukannya mengambil jalan pintas dengan berhutang.

Dahulu, karena merasa sang ayah masih bekerja, begitu mudah bagi mereka untuk mengambil barang secara kredit, alias berhutang, membayar dengan angsuran. Padahal sebagiannya, jika dipikirkan ulang, bukanlah barang-barang yang sangat mereka butuhkan.

"Iya, kita akur sekarang, kok, Bang." Andi Nugraha membalas sindiran bang Joe. Menarik tangan Wilma Herdian agar segera meninggalkan TTO.

Memberi kesempatan bang Joe banyak berbicara, akan sangat menyebalkan bagi Andi Nugraha. Karena apa yang diucapkannya sering kali ada benarnya.

Sebagai pria beristri, bang Joe banyak tahu tentang wanita. Dan bisa menilai seseorang yang tengah jatuh cinta atau patah hati, dari tingkah lakunya. Seperti yang diperlihatkan oleh Andi Nugraha.

Bang Joe tahu, bahkan orang-orang lain pun bisa melihatnya kemarin saat ulang tahun Wilma Herdian. Bahwa Andi Nugraha menaruh hatinya untuk Wilma Herdian. Lebih dari seorang teman, atau seorang kakak terhadap adiknya.

Tidak ada pria yang cemburu akan mengungkapkannya secara terang-terangan kepada wanitanya. Ego mereka yang membuatnya bertingkah demikian. Meski tidak semua. Tapi, Andi Nugraha termasuk tipe yang mengedepankan egonya.

Alih-alih mengungkapkan rasa cemburunya, pria seperti Andi Nugraha akan bertindak di luar kebiasaannya. Menjadi tidak ramah dan menjaga jarak dengan wanita yang telah membuatnya cemburu.

"Lho, Kak Andi, kita jadi belok ke sini? Rumah Wilma, kan, ke arah sana." Suara protes terdengar dari balik punggung Andi Nugraha, saat motornya melaju ke arah berbeda.

avataravatar
Next chapter