17 .017.Hutan Jati Buatan

Wilma Herdian menyadari ada yang salah dengan arah yang dituju Andi Nugraha, mengajukan protesnya saat motor yang mereka kendarai melaju makin menjauh dari arah tujuan rumah Wilma Herdian.

"Lho, Kak Andi, kita jadi belok ke sini? Rumah Wilma, kan, ke arah sana." Andi Nugraha tidak menggubris protes Wilma Herdian.

Motor bebek keluaran lama milik Andi Nugraha, sejak masih duduk di kelas satu sekolah menengah atas, melaju ke sebuah tempat yang jauh dari keramaian.

Hari masih terang, menjelang sore. Namun, tempat yang dikunjungi Andi Nugraha terletak jauh ke dalam. Melewati hutan jati buatan.

Tampak beberapa spot yang instagramable yang disediakan pemilik tempat itu.

Ada yang berupa frame besar, beraneka bentuk dan ukuran. Kursi kayu yang ditata terlihat cozy, bean bag aneka warna, sepeda jadul dengan suasana tempo doeloe, dan lain sebagainya.

Tidak kalah menarik, dekorasi out door dengan payung warna-warni menghiasi sebagian langit-langit hutan jati itu. Tampak juga lampu-lampu kecil melintang dari satu pohon jati ke pohon jati lainnya, membentuk formasi yang indah. Yang jika malam, akan terlihat makin meriah.

"Tempat apa ini, Kak?" Wilma Herdian bertanya selepas turun dari motor Andi Nugraha. Melepas helm dari kepalanya dan menyerahkannya kepada Andi Nugraha.

Andi Nugraha menaruh helmnya di atas motor, meraih tangan Wilma Herdian agar mengikutinya menjelajah isi hutan jati buatan itu.

Wilma Herdian terkagum-kagum dengan konsep yang dibuat pemilik tempat wisata ini. Baru kali ini ia diajak ke tempat yang unik.

Sepanjang penjelajahan kecil hingga ke ujung hutan jati, Andi Nugraha sama sekali tidak berbicara, menanggapi celoteh Wilma Herdian. Entah itu pertanyaan soal tujuan Andi Nugraha membawanya kemari, atau pertanyaan seputar ijin dari kedua orang tua Wilma Herdian, terutama sang ayah, Bagas Herdian–yang terkenal protektif sekali menjaga putri sulungnya itu. Atau pertanyaan, bagaimana Andi Nugraha menemukan tempat unik itu.

Hingga pertanyaan yang kembali diulang Wilma Herdian, yaitu, acara apa yang kali ini mereka hadiri. Betapa Wilma Herdian tidak suka pesta kejutan.

"Kamu ini, cerewet sekali!" seru Andi Nugraha, seiring ia menghentikan langkahnya.

Di hadapan mereka terdapat satu meja bulat ukuran sedang dengan dua kursi dari kayu jati ukiran jepara, diplitur warna dark brown yang terlihat eksotik.

"Sudah tahu aku ini cerewet. Kenapa sedari tadi hanya diam saja?" Wilma Herdian merasa kesal, menatap tajam ke iris mata Andi Nugraha yang berwarna cokelat.

Wilma Herdian memang banyak bertanya, akan tapi jika seandainya Andi Nugraha memberitahukan tujuan mereka lebih awal, Wilma Herdian tidak akan memberondong dirinya dengan banyak pertanyaan.

Andi Nugraha menarik napas dan menghembuskannya perlahan. "Sudahlah, Wil, duduk saja. Tidak perlu kesal begitu."

Wilma Herdian melipat kedua tangannya di depan dada, seraya memalingkan wajahnya dari hadapan Andi Nugraha. Mencibirnya.

"Iya, maafkan aku, Wil. Duduklah dulu. Nanti aku jelaskan." Andi Nugraha menarikkan kursi untuk Wilma Herdian duduk.

Tiba-tiba Wilma Herdian merasa dejavu. Perlakuan yang pernah ia terima dari William Lee. Di saat makan siang pertama mereka yang diklaim sebagian teman-teman TTO-nya sebagai kencan pertama mereka.

Ah, kenapa tiba-tiba teringat lelaki dingin dan menyebalkan itu? Rutuk Wilma Herdian dalam hati.

Wilma Herdian menuruti permintaan Andi Nugraha, duduk di kursinya dengan manis. Pandangan matanya tertuju pada vas bunga di tengah-tengah meja, setangkai mawar merah darah menghiasi meja itu.

Tunggu sebentar!

Wilma Herdian mendapat pemahamannya. Andi Nugraha mengajaknya kencan? Bahkan ini masih Sabtu siang. Apakah bisa dikategorikan sebagai kencan malam mingguan? Apa tidak terlalu cepat jika itu adalah kencan malam minggu?

Wilma Herdian menatap lekat wajah Andi Nugraha yang tengah mengulas senyum. Lengsung pipit terbentuk di kedua pipinya. Wajah dengan rahang tegas yang ditumbuhi rambut halus hingga ke dagunya.

"Ini sebagai permintaan maafku kemarin. Karena mengacuhkanmu selama dua hari." Andi Nugraha duduk di seberang meja. Berhadapan dengan Wilma Herdian.

Oh, hanya permintaan maaf. Bukan kencan, seperti yang diduga Wilma Herdian sebelumnya. Pikirannya terlalu jauh, jika menganggap ini adalah kencan. Sungguh aneh bukan, berkencan dengan seseorang yang sudah sejak lama ia anggap sebagai kakak. Sangat aneh!

"Kenapa, Wil?" Andi Nugraha menatap balik netra Wilma Herdian. Yang meski menatapnya, Andi Nugraha tahu, pikiran Wilma Herdian tengah berkelana ke mana-mana.

Iris mata cokelat, serupa matanya tampak membola, alisnya terangkat tinggi. Wilma Herdian membalas senyumannya.

"Terlalu berlebihan jika ini untuk permintaan maaf kemarin."

"Jadi, Wilma ingin ini dianggap apa? Kencan?" Andi Nugraha terkekeh, saat melihat reaksi yang ditampakkan Wilma Herdian.

"Bukan kencan!" Wilma Herdian menjawab tegas.

Huuh, ada apa dengan para lelaki ini, jika mengajaknya makan berdua saja, ingin dianggap sebagai kencan. Jika begitu, bisa rusak sudah reputasi seorang Wilma Herdian.

Hari ini berkencan dengan Andi Nugraha. Dua bulan lalu, malah berkencan dengan William Lee. Bagaimana dengan besok dan besoknya lagi? Jika ia makan berdua dengan Andi Pratama, atau Kartika Sari, apa akan dianggap kencan juga? Hah?!

Andi Nugraha terkekeh. "Oke, oke, aku, kan, gak bilang sedari awal ini adalah kencan. Hanya permintaan maaf, yang kau anggap berlebihan. Aku bisa bilang apa?"

"Huh?" Wilma Herdian kembali melipat kedua tangannya di depan dada, lagi-lagi memalingkan wajahnya, mencibir hingga bibirnya terlihat seperti akan terjatuh dari tempatnya.

"Kita mulai makan. Karena masih sore, aku gak pesenin makanan berat. Hanya makanan ringan dan minuman kesukaanmu." Andi Nugraha memberi isyarat kepada pelayan yang sejak tadi berdiri mematung, menjadi saksi bisu pertengkaran kecil dua insan manusia.

Tidak lama pelayan itu pergi, ia kembali dengan pelayan lainnya, membawakan pesanan untuk Wilma Herdian dan Andi Nugraha.

Dua porsi waffle original. Hidangan yang dikenal berasal dari Belgia, Eropa. Rasanya gurih dan legit. Biasanya diberi sirup maple sebagai topping. Namun, yang terhidang untuk mereka, bertaburan aneka topping.

Ada satu scoop es krim vanila, sirup cokelat, keju, dan buah beri, serta potongan pisang dan strawberi, dan terakhir ada taburan kacang almond dan hazelnut. Sungguh menggiurkan.

Minuman yang menemani waffle yang menggoda, tidak kalah nikmat, satu gelas cantik milkshake cokelat, dengan es krim float di atasnya.

Wilma Herdian benar-benar merasa ini berlebihan. Dahulu, saat mereka bertengkar, Andi Nugraha hanya memberinya sebungkus permen kristal warna-warni, atau di lain kesempatan–bertengkar lalu baikan kembali–Andi Nugraha akan memberinya sebungkus cokelat ayam.

Paling mahal, hanya satu es krim berbentuk balok seperti kue tart, dengan cokelatnya yang lezat, dari salah satu merk es krim terkenal di dunia, yang diakuisisi sejak tahun 1922 dan menjadi bagian perusahaan besar di tahun 1930. Itu pun mereka menikmatinya berempat, Wilma Herdian, dan dua adiknya Arka dan Layla Herdian, juga Andi Nugraha sendiri.

avataravatar
Next chapter