1 PROLOG

Jarum jam itu terus berputar, ia sama sekali tak ingin berhenti walau sedetik pun. Setiap hari, langit di luar sana pun juga terus berubah warna, gelap, terang, jingga dan kembali gelap. Gadis kecil itu masih duduk di tempat yang sama, jendela kamarnya, memandang kosong pada alam yang seketika asing baginya.

Beberapa waktu belakangan, gadis kecil yang bernama Nayla memiliki kehidupan normal yang ia nikmati dengan suka cita. Menjadi anak tunggal dari pengusaha sukses di bidang percetakan, membuatnya benar-benar menjadi seperti seorang putri. Hunian yang cukup mewah dan memiliki pekarangan serta taman yang luas. Ragawi yang cukup menonjol, dari anak seusia.

Nayla cantik, kulitnya putih dan bersih, rambutnya hitam, lebat dan panjang. Di antara teman-teman sekolahnya, di Sekolah Dasar Percontohan, ia jugalah yang paling berkilau. Seolah benar-benar sosok anak yang sempurna, ia juga dianugrahi kecerdasan yang mumpuni.

Nayla memiliki dua orang sahabat, Aira dan Reza.

Rumah mereka berdekatan, bahkan mereka sering bermain bersama. Aira dan Nayla bak anak kembar. Serupa tapi tak sama. Wajah yang juga cantik dan kulit yang putih bersih. Hanya saja, Aira lebih suka berambut pendek, dan otaknya juga pas-pasan.

Sedangkan Reza, anak laki-laki yang tambun, berkaca mata, dan sering menangis jika diganggu oleh teman-teman di sekolah. Reza semula adalah pribadi yang tertutup, ia sering hidup berpindah-pindah. Karena pekerjaan ayahnya, yang hanya pekerja proyek biasa. Di mana ada panggilan proyek, di situ pula lah, Reza dan ibunya akan diboyong.

Terakhir, ayah Reza, yang bernama Dendra, memutuskan untuk mengakhiri pekerjaannya di proyek, ia lelah berpindah-pindah. Bertemu dengan ayah Nayla, Razi, yang tak lain adalah sahabat lamanya, membuat Dendra pun berpikir untuk mempertimbangkan tawaran kerja sama dari Razi.

Razi akan membuka cabang, dan meminta Dendra untuk mengelola cabang itu sepenuhnya, dengan sistem bagi hasil. Karena kerja sama inilah, akhirnya Reza pun tak lagi berpindah-pindah sekolah dan tempat tinggal.

Nayla dan Aira adalah teman pertama Reza di kota ini. Mereka selalu berangkat sekolah bersama diantar sopir keluarga Nayla.

Namun, karena selalu mendapat ejekan di sekolah, Reza jadi sering menangis. Ia dibully karena gendut, berkaca mata, dan jelek. Terlebih saat tahu, setiap hari menebeng dengan Nayla dan Aira. Ia semakin menjadi bulan-bulanan.

Nayla lah yang selalu pasang badan membela Reza, setiap kali anak laki-laki tambun dan cengeng itu diganggu teman-temannya.

Keakraban antara mereka mulai terjalin, meski Aira yang memiliki pribadi lebih selengekkan masih suka mengganggu si tambun. Tapi, Reza tak pernah menangis, karena ia merasa aman bila ada Nayla di sisinya.

***

***

Tiga tahun berlalu, anak-anak ini sudah mulai Ujian Akhir Nasional Sekolah Dasar. Usaha yang dikelola Dendra pun mengalami kemajuan yang signifikan. Ia akhirnya mengambil alih sepenuhnya cabang yang dibangun Razi, dengan mengembalikan semua modal yang sudah tertanam di perusahaan itu.

Razi, yang semula memang berniat membantu sahabatnya, dengan senang hati dan merasa bangga atas pencapaian Dendra.

Jika di awal mereka adalah partner dalam usaha, namun, kini berubah menjadi saingan bisnis. Entah apa yang merasuki Dendra? Ia tiba-tiba sangat berambisi untuk menguasai dan merebut seluruh pelanggan yang sudah sekian lama bekerja sama dengan percetakan Razi.

Diam-diam Dendra menyusun taktik jahat untuk menjatuhkan Razi. Meskipun Ayu, istrinya tak setuju dengan perbuatan suaminya ini. Tapi, ia tak punya daya apapun. Ambisi Dendra untuk meraih kesuksesan telah membutakan mata hatinya.

Sementara Reza, Nayla dan Aira tetap bersahabat seperti biasa. Anak-anak tentu tak tahu menahu soal itu, mereka hanya memikirkan sekolah dan perjanjian persahabatan mereka.

"Hingga nanti-nanti, kita akan tetap bersahabat seperti ini. Mulai sekarang, kita harus punya kode rahasia. Reza dua puluh, aku dua dua dan Aira dua empat."

Nayla mengomando untuk saling menempelkan tangan di tengah mereka.

"Dua puluh, dua dua, dua empat itu apa sih, Nay?"

Aira memang terlihat bingung, meskipun ia tetap menurut meletakkan tangan di tengah, di atas punggung tangan Nayla.

"Kode rahasia, sesuai nomor rumah masing-masing, Ra. Kelak, kalau kita sempat berpisah, dan bertemu lagi saat dewasa, ucapkan aja kata sandi itu. Dua empat berarti kamu, Ra."

Aira mengangguk paham.

"Sahabat sampai mati! YES…"

Teriak mereka serentak.

Begitulah anak-anak. Ada-ada saja yang bisa menjadi sandi. Semacam kreatifitas tanpa batas.

Beberapa saat jelang UAN, tiba-tiba terjadi kebakaran di perusahaan Razi ayah Nayla. Di mana, saat itu kantor sedang terikat perjanjian kerja sama dengan beberapa sekolah dan Universitas, mencetak soal-soal UAN untuk SD, SMA dan SMA. Sementara pada Universitas, adalah mencetak soal penerimaan mahasiswa baru. Waktu itu, semua masih menggunakan ujian secara manual, dengan alat tulis. Tidak seperti saat ini, semua dikerjakan melalui sistem komputer.

Kejadian kebakaran yang seperti disengaja terjadi dini hari. Beberapa unit mobil pemadam kebakaran sudah berusaha memadamkan api. Namun, nahas, dokumen-dokumen yang disusun di ruangan pengerjaan, tidak dapat diselamatkan. Di situlah kelemahan menagemen Razi, ia bahkan seolah teledor menyimpan berkas-berkas penting, padahal pengerjaan proyek sekolah hanya tinggal pemeriksaan akhir.

Malang tak dapat ditolak, Razi hanya mampu bersimpuh di depan kantornya, yang sebagian besar sudah menghitam dan di beberapa bagian, sudah mulai roboh dilalap si jago merah.

Ia tak lagi mampu berpikir, apa yang akan dilakukan ke depan. Jika bangunan dan peralatan masih bisa digantikan melalui klaim asuransi, namun bagaimana dengan kertas-kertas penting itu? Bagaimana pula dengan nasib karyawan yang gajinya saja belum terbayarkan.

Akhir kata, klaim asuransi justru ia gunakan untuk membayar gaji karyawan, serta mengganti rugi pada beberapa perusahaan lain yang sudah terlanjur memberikan deposit di awal. Untuk tender sekolah, ia meminta maaf pada pihak terkait, karena musibah yang melanda perusahaannya, proses UAN diundur.

Dari sana lah, DA Publishing maju menggantikan Nayla Publishing, nama perusahaan percetakan Razi, mengambil alih tender sekolah, dengan segera dan cekatan menyelesaikan seluruh soal-soal.

Perlahan, Razi sudah mulai berlapang dada, dan menerima musibah ini sebagai cobaan dari Tuhan. Mungkin ia melupakan hak-hak orang dari pendapatannya, sehingga Tuhan pun menegur dengan cara seperti ini. Razi, Ayah Nayla tetap berbaik sangka kepada semua orang. Ia tak ingin mendengar tuduhan-tuduhan yang dialamatkan pada Dendra, yang dengan sengaja membakar kantornya.

Razi memulai semua dari nol. Ia pun akhirnya memberanikan diri meminjam dana kepada rentenir, setelah pengajuan peminjaman dana usaha ditolak oleh hampir semua bank. Tidak ada bank yang mau membantu untuk memulai usaha dari nol.

Saat itu, Melati, Ibu Nayla sempat menyarankan agar menjual saja asset yang masih mereka punya. Mobil dan rumah. Tapi, Razi menolak. Ia tak ingin keluarganya merasakan kepahitan hidup. Rumah ini sudah didapatkan susah payah.

Razi, memulai kembali usaha dari nol, bukan lagi di bidang yang sama. Ia mencoba usaha baru, berjualan bunga.

Semula berjalan baik. Pembayaran hutangnya pada rentenir terbilang lancar. Hingga ia pun ditawari menambah nominal pinjaman. Saat itu, Razi berpikir tidak masalah, untuk lebih mengembangkan lagi usahanya. Hingga pihak bank pun akhirnya datang bergantian menawari pinjaman.

Razi tergiur iming-iming pihak bank, dan menggadaikan rumah serta mobilnya sekaligus. Dan meminjam dana hampir satu miliar. Ia ingin membuka toko bunga yang lebih besar, tidak hanya toko bunga emperan seperti ini.

Pinjaman pada rentenir tetap jalan, bank pun diterima. Kini Razi memiliki dua lubang hutang yang harus ia bayar. Tanpa disadari, hal itu ternyata menggerogoti pendapatannya. Ia salah mengambil langkah.

***

***

UAN telah selesai, pengumuman kelulusan juga sudah keluar. Reza pun dikirim sekolah keluar negri. Ia memberontak, padahal ayahnya sudah berjanji takkan memindahkan dirinya lagi. Namun, percuma. Orangtuanya beralasan ini untuk masa depan Reza.

Ia sama sekali tak ingin berpisah dengan Nayla dan Aira.

Namun apalah daya, perpisahan tetap terjadi, Nayla melepas Reza dengan tangisan. Aira pun juga meneteskan air mata, ia menabahkan Nayla dengan menepuk-nepuk punggung sahabatnya itu. Entah kenapa, Nayla begitu berat melepas kepergian Reza, bergitu pun sebaliknya.

Ada rasa yang tak biasa tertanam di dalam hati kedua bocah ini. Rasa nyaman, tak ingin berpisah.

"Aku pergi untuk kembali, Nay. Kelak kalau kamu bertemu pemuda yang memanggilmu dengan nomor dua dua, bisa dipastikan itu aku," ucap Reza saat memeluk Nayla, sebelum ia diantar ke bandara.

"Apa kamu bisa menemukanku? Apa kamu bisa mengenaliku saat dewasa nanti?"

Reza mengangguk, "Pasti! Meskipun kau sudah berubah jadi cinderela atau upik abu pun, aku akan dapat mengenalimu."

"Sudah lah dramanya. Aku juga mau dipeluk."

Aira pun ikut bergabung. Mereka saling berpelukan bertiga.

Perpisahan yang begitu tak diinginkan Nayla. Benar-benar berat berpisah dengan si Tambun Dua Puluh.

***

***

Beberapa hari setelah kepergian Reza, Nayla mengalami kecelakaan saat berboncengan dengan ayahnya pulang dari toko. Razi meninggal dunia dalam perjalanan menuju rumah sakit, sementara Nayla kondisinya sangat kritis. Anak itu mengalami pendarahan otak yang cukup hebat.

Berhari-hari Nayla dirawat dan tak sadarkan diri. Hingga hari ke sepuluh, ia pun membuka mata. Melati, ibunya bersyukur hingga meneteskan airmata. Rasanya takkan sanggup jika harus kehilangan Nayla juga.

Tapi, sayang. Saat sadar, Nayla justru tak ingat apa-apa.

***

***

avataravatar
Next chapter