webnovel

Rahasia Umum

Gadis cantik itu terus berjalan sambil menikmati lagu India. Dia sangat jenuh dengan keadaan di sekitarnya.

Terlebih lagi dia harus menikmati sesi foto prewedding, yang tidak diinginkannya.

Tempat itu sangat indah dan nyaman. Pasir pantai yang putih air laut yang kebiruan dan sangat teduh.

Intan dan Eza sangat menikmati foto prewedding itu.

"Mari foto. Ibu meminta. Ceh, pakaianmu!" seru Dirga yang tiba-tiba datang dengan minuman alkohol. "Huh. Muak lihat kamu, kecuali jika kamu mengizinkan aku mencobanya." Lalu menghina kesederhanaan calon istrinya.

"Kamu takut 'kan? Aku yakin kamu menolakku karena kamu sudah tidak suci." Dirga meneguk birnya. Rina menatap tidak suka dengan penuh amarah.

'Jelas saja dia kan melampiaskan semuanya kepadaku. Daripada dia bertindak macam-macam mending aku segera pergi dari sini,' seru Rina dalam hati.

"Est ... eh, maaf perut ku mules," kata Rina sengaja mencari alasan. Dia segera pergi dengan memegang perutnya seperti orang kesakitan.

Rina merasa lega ketika sudah jauh dari Dirga. Dia duduk di bawah pohon yang rindang.

'Rasanya ingin segera kembali pulang. Mungkin jika aku rebahan sangat nyaman,' ucap Rina dalam hati.

[Assalamualaikum lagi apa Mas?]

Rina mengirim pesan lewat whatsapp, tidak lama ponselnya berdering. Rina segera menerima panggilan itu.

"Waalaikumsalam. Ini sedang makan siang. Bagaimana? Apa jadi prewedding? Sudah ada perubahan baik?" tanya Hafiz, Rina malah menggrutu tidak henti.

"Perubahan perubahan baik apanya! Malah semakin nekat iya."

"Ya jangan marah-marah gitu. Rasanya kamu mau melahabku. Hahaha," sahut Hafiz bercanda.

"Habis bagaimana lagi lho Mas. Si Dirga itu memang sangat sangat keterlaluan. Masak dia berusaha menjajal ku. Berusaha menikmati mahkota liang kesempitan. Astagfirullah ... rasanya aku benar-benar ingin kabur. Aku ingin terjun bebas. Atau berenang di dalam laut lepas. Biar mati sekalian."

"Rina bicara apa kamu! Jangan menyerah. Berdoa saja, Allah pasti mengabulkan. Sangat sulit dimengerti, aku sendiri menikah dengan tanpa cinta. Rasanya berada di dalam penjara. Walaupun dia gadis baik. Aku berusaha menikmati ini tapi hatiku terus tertekan. Heh ...." Hafiz membuang napas panjang.

"Setidaknya yang Mas Hafiz nikahi adalah wanita baik. Andaikan Dirga juga baik dan bisa menghargai. Pasti aku berusaha membuka hatiku. Namun jika kalau aku hanya masih sama apa bisa aku membuka hatiku. Rasanya benar-benar muak," celetus Rina ringan.

"Bingung menjadi satu, lentera menjadi belenggu, jenuh menjadi alasan. Tiada rasa syukur. Cinta begitu indah. Namun nafsu membahayakan. Ya Allah izinkan hamba mengenal cinta dari agama. Runia adalah gadis baik namun setan. Yaitu aku belum bisa menerima. Entah Ri ... terus ingin kesal saja. Dia cerewet. Heh!" Hafiz mengutarakan isi hatinya.

"Kalau aku menjadi Mas, aku tidak akan menyia-nyiakan orang baik. Walaupun orang itu tidak sempurna, setidaknya dia memiliki perasaan dan bisa menghargai. Apa Mas tahu aku sangat tertekan. Sungguh semuanya terjadi di depan mataku. Aku berani bersumpah. Bagaimana bisa calon suamiku bermain dan bertindak sesuka hati di depan mataku. Terlebih lagi dia melakukan raba-meraba dengan calon kakak iparnya." Rina menceritakannya dengan kesal dan menahan tangis.

"Hehehe. Itu sudah menjadi rahasia umum. Namun Eza tetap menerima. Entahlah Eza itu bagaimana. Terlihat cerdas tapi dibodohkan dengan cintanya. Eh, atau nafsunya? Bukankah kejadian di SMA itu sudah membuktikan jika Intan dan Dirga selalu sering bersama. Jangan bahas itu ya. Mending lihat kartun saja," kata Hafiz.

"Aku ingin membangun iman. Aku ingin percaya jika Allah akan memberikan keajaiban. Ya Allah, hiks hiks hiks, hiks, est ... heh ... est, eh. Kan, aku jadi nangis," kata Rina dengan bibir bergetar menahan tangis.

"Aku tidak bisa mengatakan apapun. Cobalah curhat sama seseorang Ustadz atau siapa. Biar lebih tenang. Eh, tapi ... aku menyimpan rekaman kata-kata dari Ustadz tadi pagi, saat Runia mendengarkan. Aku kirim voice notenya ya," kata Hafiz.

Rina menunggu dengan memejamkan mata dan menikmati angin.

'Bawalah kesuntukan hati ini,' batin Rina sambil memukul pelan dadanya yang masih sesak.

Tring!

Ting!

Ting!

Rina dengan tidak sabar segera membuka voice note itu

[Kita sering kali mendengar, terkadang Allah mengabulkan segera doa hambanya, sesuai dengan harapan dan permohonan mereka. Ada kalanya juga Allah menunda terijabahnya doa hambanya, sesuai dengan harapan dan permohonan mereka, karena ada hikmah tertentu di balik tidak terkabulnya doa. Bisa jadi juga Allah mengabulkan permohonan hambanya dengan bentuk yang lain dari permintaan mereka, karena apa yang mereka minta memang ada kemaslahatan. Sedangka terdapat sesuatu yang lebih maslahat dari permintaan mereka. Kita jangan pernah berputus asa dari rahmat Nya.]

Rina terlihat memikirkan sesuatu. Tidak lama ponselnya kembali berdering.

"Bagaimana apa sudah mendengarkan? Jika yakin janji Allah pasti ditepati. Aku hanya ingat, ada firman yang mengatakan, la tahzan innallah ma'ana. Jangan bersedih sesungguhnya Allah bersama kita. Sepertinya aku benar-benar harus belajar mencintai Runia," ucap Hafiz dalam telepon membuat Rina tersenyum.

"Jalani saja Mas. Siapa tahu Mbak Runia adalah wanita yang benar-benar jodoh akhiratnya Mas. Kita kan hidup secara singkat. Hanya mencari amal ibadah agar sampai ke surga. Sebenarnya aku sudah sering mendengarkan pituah-pituah nasehat-nasehat." Rina memijat kepalanya yang terasa pening.

"Itulah, makanya yakin saja. Kalau ngomong memang mudah, yang menjalani itu juga berat," tutur Hafiz. Rina mengambil napas panjang-panjang lalu mengheluarkan.

"Huft ... tapi apalah aku, Mas. Terkadang kita harus menerima kekurangan seseorang. Hiks hiks, est ... tapi kalau aku, hiks. Harus berusaha menerima kejelekan dan aib. Rasanya kepala aku ingin pecah. Bunuh diri dosa bahkan tidak bisa sampai ke surga. Aku menjalani dan berharap ada keajaiban. Allah begitu mudah membalikkan tangan."

"Setuju," sahut Hafiz. "Apa yang harus aku lakukan. Beri aku cara, agar aku terlihat jatuh cinta kepada Runia. Sedang aku tidak bisa romantis. Apa perlu, pergi ke makan bersama? Apa perlu juga memberikan dia bunga. Bunga kan, akan layu. Sedangkan aku belum mengenali Runia. Apa yang dia suka dan dia tidak suka," jelas Hafiz dengan suara galau.

"Tidak melakukan hal-hal yang romantis. Cukup saling berbicara saja, dan sedikit terbuka. Kita bisa mudah jatuh cinta kepada orang itu, karena tepat dan baik. Setiap kekurangan itu pasti ada. Mas pasti bisa mencintai dia," kata Rina sangat yakin lalu berdiri, matanya membulat.

"Tapi bagaimana bisa, ketika aku mendengar suaranya, aku ingin menutup telingaku."

Rina menutup telepon, melemparkan ponselnya dan berlari. Dengan sekuat tenaga dia berlari dan tidak memperdulikan apapun. Matanya tertuju kepada seorang anak yang melambaikan tangan karena terbawa arus.

'Aku berlari dengan hati yang terluka. Aku yang mudah mengeluh dan menyerah. Tasbih cintaku terletak pada kekuatanku. Ihtiarku adalah putaran tasbihku. Kesabaranku berada dalam keiklasanku. Lindungi aku dari nafsu birahi. Hinanya diriku, kejinya diriku, dosanya diriku. Itulah hilafku. Engkaulah Sang Maha Pengampun,' batin Rina saat berusaha menyelamatkan anak itu.

"Hidup dan matiku, ku serahkan keladaMu."

Bersambung.

Terima kasih banyak jika berkenan membaca. Boleh juga beri kritik dan saran untuk cerita ini.