2 KEBETULAN YANG MENYEBALKAN

Mendekati jam makan siang adalah waktu yang paling menyiksa untuk seorang Lenny. Bukannya apa, gadis ini memang selalu gak sempat sarapan saat pagi hari. Jadi perutnya sudah keroncongan bukan main. Bikin tidak fokus bekerja.

Hidup sebatang kara di Ibu Kota bukanlah hal yang mudah. Lenny sering kali merasa kerepotan karena mengurus semuanya sendiri. Apalagi saat malam, dia sering insomnia yang mengakibatkan susah bangun pagi harinya. Ini membuat hidupnya makin berantakan karena gak akan sempat buat sarapan. Sudah mandi ke kantor aja untung-untungan.

Mendadak gadis itu melamunkan sepiring nasi padang yang masih panas, ditambah rendang dengan bumbu yang banyak, plus sambal ijo. Hmmm terasa sangat lezat! Aahh, dia memang pecinta masakan nusantara sejati. Menurutnya kuliner asli Indonesia adalah yang terbaik. Apalagi nasi padang, sudah dapat porsi banyak, kenyang, murah lagi! Cocok dikantong anak kost seperti dirinya.

"Len, ke ruangan saya ya, sekarang!" Suara pak Bayu mendadak membuyarkan lamunan Lenny soal nasi padang barusan. Lenny tergagap. Dia takut terciduk sedang tidak fokus bekerja.

"Sa.. saya pak?" Ia menunjuk dada nya.

"Lha iya toh, moso nenekmu. Makanya, jangan melamun! Bytheway, kamu mikiri opo toh? Utang? atau Kutang?"

Ucapan pak Bayu yang terakhir di sambut riuh tawa seisi ruangan kerja. Pak Bayu memang hobi bercanda. Sebagai seorang kepala divisi, beliau termasuk orang yang humble, berbaur dengan staff, dan terkadang konyol. Jadi lawakan seperti tadi sudah sering kali didengar.

Lenny tersenyum simpul. Dia segera masuk ke dalam ruangan pak Bayu. Dengan pelan, gadis itu membuka lalu menutup pintu ruangan itu kembali. Dia segera duduk di sebuah kursi yang berhadapan langsung dengan pak Bayu.

"Ada apa ya Pak?"

"Jadi gini.." Pak Bayu menyodorkan sebuah berkas bermap hijau ke hadapannya, "Kamu ke gedung sebelah, kasihkan ini ke Pak Reyhan Deandra. Tau kan? Bilang ini estimasi anggaran proyek yang baru kita sepakati kemaren. Kalau dia setuju langsung minta tanda tangan".

Lenny terkejut. "Loh kok saya sih pak?"

"Lha terus siapa? Nenekmu?"

"Ck", Dia berdecak. "Please deh pak, nenek saya bisa jantungan namanya disebut terus!" gerutunya.

"Lha makanya, kamu aja yang pergi ke gedung sebelah. Kamu kan lagi gencar digadang-gadang buat promosi naik jabatan.. tunjukkan dong kalau kamu memang pantes!" pak Bayu memberi sebuah motibasi, yang basi banget. Bilang aja dia males pergi ke gedung sebelah karena gak siap kena kritik pak Reyhan!

"Ya udah pak, tapi habis jam makan siang aja gak masalah kan?" Lenny mencoba bernegoisasi. Bertemu Reyhan dua kali di hari yang sama akan membuang banyak energi karena dia pasti harus menjelaskan kembali isi berkas yang diantar. Dan sekarang, dia sedang lapar berat. Tidak ada energi untuk menatap bos nyebelin itu, apalagi untuk cuap-cuap.

"Walah, ndak bisa! Ini kan bukan perusahaan nenekmu! Harus sekarang, ini sudah ditunggu".

"Tap... tapi pak ini kan.."

"Halah uwes, ayo kamu segera ketemu pak Reyhan. Go go go semangat!"

Pak Bayu mengusir secara halus. Lenny menghela nafas sesaat. Dia segera bangkit dengan membawa berkas itu, dan berlalu dari hadapan pak Bayu. Mentalnya benar-benar diuji hari ini, lebih parah dari acara uji nyali.

***

Sampai di lobby gedung utama, Lenny segera masuk ke lift dan menuju ke lantai 11. Ya, lantai 11 adalah tempat dimana Reyhan berada. Bahkan satu blok lantai 11 diperuntukkan khusus sebagai ruang kerja Reyhan Deandra beserta staf-staf kepercayaannya. Satu blok yang di desain sangat menarik, cantik, dan tertata rapi. Kabarnya, Reyhan sengaja mendatangkan arsitek khusus dari luar negeri hanya untuk mendesain lantai 11. Horang kaya memang bebas!

Lenny segera menuju ke ruang kerja Reyhan yang terletak di bagian paling ujung. Sebelum masuk, siapapun wajib lapor kepada sekertarisnya.

Sekertaris Reyhan ini sangat cantik, punya wajah diatas rata-rata. Selain itu juga cerdas, cekatan, dan bisa diandalkan. Namanya Fio, idola banget di Divisi keuangan, terlebih pak Bayu yang selalu memuja kecantikannya.

"Selamat siang mbak, saya mau ketemu pak Reyhan". Ujar Lenny tanpa basa basi.

"Selamat siang, mohon maaf sebelumnya sudah buat janji dengan beliau?"

"Belum sih. Saya dari gedung sebelah, divisi keuangan, mau ngasihkan berkas ini nih..." Lenny menunjuk berkas yang di bawa.

"Maaf, dengan mbak siapa?"

"Lenny Addara, Divisi Keuangan".

"Baik, mohon tunggu sebentar ya mbak".

Lenny mengangguk. Sekertaris cantik itu segera menekan tombol telpon di depannya. Dia berbicara nada yang sangat pelan plus sopan, memberitahukan ada tamu dengan orang diujung telpon.

"Baik pak, terimakasih". Sekertaris itu meletakkan ganggang telpon, "Baik mbak Lenny, silahkan masuk beliau sudah menunggu".

Lenny segera mengucapkan terimakasih dan berlalu. Dia mengetuk pintu dengan agak keras. Biar dikira semangat, padahal tenaganya sudah sisa-sisa.

"Masuk!" Ucap seorang dari dalam.

Lenny segera melangkah mendekati meja kerja Reyhan. Suasana ruangan kerja ini selalu membuatnya takjub, walaupun ini bukan kali pertama dia masuk. Ruangan yang sengaja dibuat menghadap ke pemandangan kota.

Warna ruangan didominasi dengan nuansa cokelat muda dengan berbagai figura yang mendukung. Bahkan disalah satu sudutnya terpampang lukisan karya pelukis interbasional dengan harga yang fantastis, benar-benar indah!

"Silahkan duduk!" Dia mempersilahkan. Lenny menarik kursi dan duduk. Dia segera menyodorkan berkas dari pak Bayu tadi, yang langsung di baca oleh Reyhan.

"Kamu ini kurir pak Bayu, ya? Kenapa selalu kamu yang antar berkas kesini?" Tanyanya sambil membolak balik isi berkas. Belum sempat Lenny menjawab, cowok itu sudah buka suara lagi.

"Ini kenapa bisa segini angkanya? Atas dasar apa kalian buat estimasi begini?"

"Em.. itu pak... kan kemarin.."

"Gimana sih? Jangan karena mau memotong biaya, jadi begini! Saya nggak mau kualitasnya nanti justru menurun!" Lagi, dia memotong sebelum Lenny sempat menjelaskan. Benar-benar suatu kebiasaan buruk.

"Begini pak.."

"Ah, udah!" Reyhan sama sekali tidak mau mendengarkan alasan apapun. "Saya gak mau tau, pokoknya ini harus direvisi. Besok hari apa?"

"Rabu pak"Jawab Lenny cepat.

"Rabu..." Reyhan bergumam sebentar, mencoba mengingat jadwalnya "Kalo gitu lusa pagi-pagi kamu antar berkas yang udah direvisi kerumah saya karena lusa saya akan kerja dari rumah. Kamu tau kan, rumah saya?"

WHAT?

Lenny tercekat.

Gila nih orang, emang dia kira gue kurir kantor? Mana pake nganterin ke rumah dia segala!

"Enggak pak".

"Ya kamu tanya itu sama Fio, sekertaris saya!" Tatapan Reyhan tajam ke arahnya. Ia bahkan tidak menyunggingkan senyum sama sekali. Benar-benar bos yang kaku.

"Sebelum berangkat ke kantor, kamu antar berkas ke rumah. Inget, jangan sampai terlambat karena proyek ini penting!"

"Baik pak, kalo gitu saya permisi dulu". Lenny yang tidak ingin terlalu lama dipandang seperti narapidana kasus berat, segera bangkit dari kursinya. Tapi sial, mendadak bunyi keroncongan dari perutnya terdengar keras. Mengiba siapapun yang mendengarnya.

Seketika Lenny memegang perutnya. Dia menganggukkan kepala untuk pamit dan segera balik badan. Namun ketika akan melangkah keluar, suara berat Reyhan menahannya.

"Eh tunggu dulu!"

Lenny segera balik badan. "Maaf pak, ada lagi yang bisa dibanting?" Lenny segera menutup mulut. "Maaf pak, maksudnya dibantu?"

Reyhan nyaris tertawa mendengar kalimat berantakan itu. Tapi demi menjaga wibawa kebossyan nya, dia hanya tertawa dalam hati.

"Gak ada, ini jam makan siang. Kamu temani saya makan di luar". Nada suaranya menurun, sedikit manusiawi.

"Sa.. saya? Ngg.. nggak usah pak saya.."

"Saya gak terima penolakan! Letak berkas itu di meja ini, nanti setelah makan siang kamu ambil lagi".

Reyhan benar-benar membuat seluruh otot-otot Lenny lemas sekarang. Cewek itu sampai tidak bisa berkata-kata lagi. Bertemu saja dia sangat malas, apalagi ini? Makan siang bersama? Benar-benar suatu mimpi buruk!

***

Mobil yang dikendarai Bambang, ajudan pribadi Reyhan melaju dengan cukup pesat, membelah keramaian Ibu Kota di jam makan siang. Dan berada dalam satu mobil dengan boss besar adalah sebuah kemustahilan nyata yang kini dirasakan oleh Lenny. Ia merasa menjadi gadis malang sekarang. Gara-gara bunyi perutnya yang tidak tahu diri, membuat dia terjebak selama satu jam kedepan bersama orang yang tidak disukai. Sudah bisa dipastikan boss nya itu jadi iba karena bunyi tadi. Ah, sial!

"Kamu belum sarapan?" Tanya Reyhan memecah keheningan suasana. Sontak wajah Lenny memerah, benar-benar malu dia sekarang.

"Belum pak"Jawabnya singkat. Ia memalingkan wajah ke arah jendela, menyembunyikan rasa malu yang kini terbaca jelas di rautnya.

"Kesiangan ya? Sampai tadi pagi kamu nabrak saya?"

"Iya pak".

"Kok bisa?"

Ck! Hampir saja Lenny ingin marah, kalau saja dia nggak mikir yang duduk disebelahnya saat ini adalah boss besar, pewaris Deandra group. Sudahlah menyebalkan, ternyata Reyhan ini kepo juga ya!

"Tadi pagi saya antar ibu saya ke bandara,mau pulang ke kampung. Dan semalam juga saya insomnia, jadi saya kesiangan". Dia menjelaskan hal yang bahkan tidak perlu.

Reyhan ber-oh ria. Pandangannya kembali fokus ke depan. Mengaba-aba Bambang sang ajudan pribadi yang bisa merangkap jadi apa saja.

"Belok kiri, kita ke caffe Grand Nada, Bams!"

"Siyaaap bos!"

Mobil itupun segera berbelok dan menepi, ke alamat yang dituju. Mereka berdua segera turun dari mobil, sedangkan Bambang bertugas memarkirkan mobil terlebih dahulu, baru kemudian menyusul.

Reyhan berjalan di depan dengan langkah yang mantap. Bak jongos, persis dibelakangnya, Lenny membuntuti. Gadis itu tidak berani mensejajarkan langkah dengan boss nya. Dia merasa jadi butiran upil jika disandingkan dengan Reyhan yang punya tampang oke, badan bagus, plus tajir mlintir dari lahir.

"Pesan aja sesuka kamu!" Reyhan mempersilahkan. Mereka sengaja memilih tempat duduk di bagian paling ujung. Sepertinya Reyhan ini memang suka yang ujung-ujung.

Lenny membolak balik menu. Ini pertama kalinya dia masuk ke caffe mewah seperti ini. Yang datang kesini saja orang-orang elite semua. Dan sebenernya, dia pengen aji mumpung, pesan semua makanan yang belum pernah dimakan. Tapi lagi-lagi, gengsi memaksanya untuk tidak melakukan hal tercela itu. Tidak, apa kata dunia nanti! Ketahuan makan bareng boss aja bisa jadi bahan gunjingan satu kantor!

"Kalo nasi padang, disini gak ada!" ucap Reyhan lagi. Lenny terbelalak. Duile, kok dia bisa tau?

"Kenapa kaget? Kamu jangan ge-er! Saya tau ini karena baca resume kamu dua tahun lalu" Dia seolah tau hanya dari sorot mata Lenny saja.

"Saya pesen yang ini, ini, sama ini deh mbak. Kamu pesen apa nih, Len?"

"Samain aja deh pak".

"Kamu tuh bener-bener gak ada inisiatif ya?!"

Lenny tidak menanggapi kalimat terakhir. Reyhan segera membuat fix order dengan mbak waitress nya. Sementara itu, terlihat Bambang yang baru masuk, justru memilih duduk sendirian di sudut caffe yang lain.

"Loh.. kenapa ajudan bapak gak gabung disini?"

"Ya suka-suka dia dong" Jawab Reyhan ketus.

Sial, harusnya tadi gue gak usah nanya! Pikir Lenny.

Dan kegiatan makan siang itu berjalan sangat kaku dan alot. Hanya terdengar alunan music dari caffe dan desau angin yang membelai wajah keduanya. Reyhan melirik arloji ditangannya, masih ada waktu beberapa menit untuk bersantai sebelum kembali ke kantor.

Sambil menunggu gadis di depannya menghabiskan makanannya, Reyhan memainkan ponselnya sebentar. Tiba-tiba meja mereka didekati oleh seorang yang dikenalnya.

"Wey brader Reyhan, what's up bro?"

Reyhan terkejut, "David? How are you, man?"

"I'm good bro, how about you?"

"I'm fine" mereka berdua segera bertoast ria. Reyhan mempersilahkan temannya itu untuk duduk.

"By the way, ini cewek lo? Kok gak pernah cerita?" David menunjuk ke Lenny yang sedari tadi hanya diam. Matanya menyapu Lenny dari ujung rambut sampai ujung sepatu.

"Oh, ini karyawan gue!" Jawab Reyhan segera. "Len, kenalin, ini David sahabat lama saya. Dia udah lama di Bali, dan rencananya perusahaan dia yang akan kerja sama dengan proyek di Bali nanti. Surprise juga ketemu lo disini Vid!"

"Yo'i man, gue emang sengaja gak ngabarin siapapun kalo lagi di Jakarta". David terkekeh, "Hi girl, gue David!" David mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Lenny menyambutnya.

"Saya.. Lenny".

David tertawa.

"Oh please girl, bisa kan pake bahasa 'elo-gue' aja? Jangan karena lo lagi sama boss lo ini, lo jadi baku juga ke gue!"

"Oke, gue Lenny". Gadis itu menyunggingkan senyumnya. Seketika David terpana. Penampilan Lenny memang seperti karyawan biasa, tapi dia merasa terhipnotis dengan senyum yang menawan itu. Sungguh sangat manis dan familiar. Apalagi wajah mulus gadis itu dihiasi rambut yang tertiup angin, persis seperti drama sinetron.

"Sorry, kita pernah ketemu sebelumnya? Maybe lo pernah ke Bali ketemu gue? Atau apa gitu?"

"Nope" Jawab Lenny segera.

David mengerenyitkan dahi. Dia seperti tidak asing lagi dengan wanita itu. Tapi pernah ketemu dimana ya?

"Jangan sok kenal lo!" Sahut Reyhan.

"Gak bro, gue gak asing lagi. Kayaknya gue sering liat.. di..." David mengetuk-ngetuk meja, mencoba mengingat, "Astaga, Instagram! Lo.. Selebgram kan?"

HAAAA???

Reyhan ternganga. Mana mungkin tampang pas pasan gitu jadi selebgram.

"Iya kan? Gue sering liat nihhhh.. Addara satu dua tiga empat kan nama Instagram lo?"

Lenny menelan ludah.

Gimana mungkin David ini justru blak blakan menyebut nama akun sosial medianya di depan bossnya pula. Apa kata Reyhan nanti? Bahkan cowok itu sangat anti sosial media!

"Em.. itu.. kalo itu..."

Lenny benar-benar tidak tau harus menjawab apa sekarang.

***

avataravatar
Next chapter