webnovel

Dikhianati

Wajah Aila berseri ketika berdiri di depan pintu apartemen di mana Albi, kekasihnya tinggal, hati berbunga penuh harap membayangkan wajah terkejut Albi ketika nanti melihat kedatangannya yang tiba-tiba.

Sekali lagi seperti biasanya, Aila harus bermain kucing-kucingan dengan Saga, sang bodyguard kejam dan keras kepala yang tak pernah membiarkan dirinya sendirian, di mana ada Aila di situlah pasti ada Saga bersamanya, bak seperti bayangan yang terus menghantui yang membuat Aila merasa tidak nyaman. Beruntung hari ini dia bisa mengecoh Saga dengan berpura-pura membeli pakaian dalam di sebuah pusat perbelanjaan demi menemui Albi, kekasih hatinya, begitu Saga lengah, gadis itu mengambil gerakan kabur secepat kilat tanpa meninggalkan jejak.

Karena rasa khawatir Rayn, sang papa yang terlalu berlebihan, Aila seperti penjahat kelas kakap yang setiap hari harus dijaga dan diawasi. Jiwa muda Aila kian meronta karena terus saja selalu di kekang, dia juga ingin seperti gadis remaja pada umumnya bisa pergi bermain bersama teman-teman sebayanya, ingin mencoba hal-hal yang baru seperti memiliki pacar contohnya, hal yang tak diperbolehkan sang papa, tetapi membuat gadis itu semakin ingin mencobanya.

Pasangan? Itu sangat mustahil untuknya, bukannya tidak ada yang mendekatinya, Aila tergolong gadis idaman para lelaki selain cantik, kaya, gadis itu juga termasuk tipe ideal untuk dijadikan pasangan hidup. Namun, siapa lelaki yang berani mendekat ketika Saga standby dua puluh empat jam di dekat Aila.

Aila Zilvaya Kusuma, satu-satunya putri dari Rayn, seorang pengusaha kaya raya yang bergerak dalam bidang pelayanan jasa, seperti perhotelan, transportasi, perbankan dan asuransi, tidak hanya menggeluti bidang pelayanan jasa saja, tetapi juga memiliki beberapa gudang bisnis usaha lainnya. Aila, gadis berusia dua puluh dua tahun yang teropsesi dengan yang namanya sebuah kebebasan.

Tlulit!!

Pintu yang menghalangi jalanya mengayun terbuka.

Perlahan senyuman yang menghiasi bibir Aila memudar, ekspresi terkejut ia perlihatkan ketika melihat sepasang sepatu wanita berhak tinggi tergeletak di atas lantai.

Jantung gadis itu berdetak sangat cepat tak beraturan, rasa yang tak nyaman secara tiba-tiba merasuk ke dalam hatinya dan memenuhi otaknya, tetapi Aila berusaha keras menepis semua prasangka buruk yang bersliweran di otaknya. Ia menarik napas dan memejamkan mata sesaat sebelum kembali melangkah untuk melanjutkan kembali langkah kakinya yang sempat tertunda, gadis itu membawa kaki jenjangnya menaiki anak tangga menuju ke kamar Albi.

Langkah Aila kembali terhenti tatkala tanpa sengaja, ia menginjak kain yang berserakan di lantai. Ia membungkuk, mengambil kain yang ada di bawah kaki jenjangnya. Sedetik kemudian Aila membelalakkan mata sambil mengeratkan gigi saat tahu yang ada di tangannya adalah pakaian wanita.

Dengan kasar ia meremas pakaian yang ada di genggaman tangannya, lalu membuangnya begitu saja ke sembarang tempat. Dada bergemuruh dan terasa semakin sesak, kemarahan di dalam hatinya semakin berkobar seperti bara api yang tak bisa padam.

Indera pendengaran Aila terasa sakit ketika mendengar suara desahan dan erangan seorang wanita berasal dari dalam sana. Aila tertegun sejenak sambil mengenggam gagang pintu kamar itu kuat-kuat, sontak tangan Aila gemetar ketika harus menerima kenyataan yang sudah ada di depan mata, tetapi dengan bodohnya ia ingin menyangkalnya bahwa apapun yang di tangkap indera pendengarannya adalah salah.

Klek!!

Pintu kamar Albi mengayun terbuka lebar, sorot matanya menangkap sesuatu yang menjijikkan, Albi dan seorang wanita muda sedang melakukan penyatuan.

Sontak dengan refleks cepat Albi dan wanita itu menoleh ke arah sumber suara secara bersamaan, kedua sejoli itu melihat Aila datang berdiri terpaku di ambang pintu, sehingga membuat kedua makhluk asusila tersebut terkejut bersamaan.

Aila bergeming menatap ke depan sana dengan ekspresi marah dan siap menyemburkan kemarahannya kapan saja.

Sementara Albi, bergegas melepaskan penyatuan tubuhnya dengan wanita muda itu, lelaki itu segera mengambil pakaian dalam yang terserak di lantai dan mengenakannya.

Sementara wanita muda di atas ranjang sana, menarik selembar selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos tanpa busana.

Melihat tatapan Aila yang ingin melahapnya, Albi berusaha meredakan suasana, ia bergegas menghampiri kekasihnya sambil memasang wajah selembut mungkin. "Sayang ...! Kamu datang? Kenapa tidak meneleponku terlebih dahulu? "

Hening!

Aila terdiam tidak menjawab, matanya memerah menatap Albi menahan marah.

"Oh! Soal ini? Tenang dulu, Sayang. Aku bisa menjelaskan semuanya, ayo, kita duduk dulu, kamu pasti lelah 'kan?" Seolah mengerti dengan tatapan kekasihnya, Albi melingkarkan lengannya melewati punggung Aila untuk mengajak gadis itu keluar kamar.

Namun, dengan refleks cepat Aila mengebaskan tangan Albi.

Plakkk!!!!!

Sebuah tamaran keras mendarat di pipi Albi, seketika lelaki memegang pipinya yang terasa panas sambil menggerakkan rahang yang mulai mengeras. Ingin rasanya ia mencekik leher Aila saat itu juga, tetapi ia masih berusaha menahan emosinya.

"Katakan sejak kapan kamu melakukannya?" Mata Aila sudah memerah dengan buliran air yang membayang di pelupuk matanya. Antara pedih, tersakiti dan marah bercampur menjadi satu, perasaan Aila hancur berkeping-keping ketika melihat Albi yang terkesan santai merasa tidak bersalah, gadis itu semakin merasa muak, betapa bodohnya ia selama ini mencintai pria brengsek seperti Albi, berwajah malaikat tapi berhati iblis.

"Katakan, Al!" Melihat Albi yang hanya terdiam membuat amarah Aila semakin memuncah.

Tidak disangka, kekasihnya begitu tega menjalin hubungan dengan wanita lain, lebih parahnya sudah melakukan hubungan yang sangat jauh layaknya suami istri. Dan wanita di atas ranjang sana malah tersenyum penuh kemenangan. Ya, Tuhan! Kutukan macam apa ini?

"Sayang, sebaiknya kamu katakan saja, sejak kapan kita saling mencinta." Wanita itu duduk bersandar di kepala ranjang ikut bicara, membuat Aila menatapnya penuh dendam.

"Kamu! Apa yang sudah kuperbuat pada kalian? Kenapa kalian begitu tega melakukan ini padaku?" Aila hendak menghampiri wanita itu, tetapi dengan cepat Albi mencegahnya.

"Ai, tunggu! Ini sama sekali bukan salahnya! Aku mencintainya, dia memberiku kepuasan yang tidak pernah kamu berikan padaku, kami tidak perlu bersembunyi-bunyi dalam menjalani hubungan, tidak seperti hubungan kita yang selalu bermain kucing-kucingan." Albi mencekal lengan Aila dengan kuat karena tidak ingin Aila mencelakai wanitanya.

'Apa?' Aila membelalakkan mata tak percaya. Kalimat yang diucapkan Albi barusan membuat indera pendengaran Aila seakan ditusuk-tusuk sebuah jarum. Gadis itu memutar tubuhnya menatap Albi dengan tatapan nanar, tubuhnya bagaikan di hujami pisau ribuan kali.

Tanpa merasa malu lagi, Albi dan wanita itu memunguti pakaian mereka yang berserakan di lantai, kemudian memakainya kembali di hadapan Aila.

Albi memasukkan kedua tangannya ke saku celana yang dipakainya sambil menaikkan sudut bibirnya menatap Aila dengan tatapan mengejek. "Sudahlah, tidak perlu terkejut seperti itu!! Sepertinya hubungan kita sampai di sini saja karena pasti hanya akan sia-sia." Albi melingkarkan tangannya ke pinggang wanita itu, kemudian beranjak berjalan menuju pintu keluar.

Kedua tangan Aila tergenggam erat, api yang ada di dalam hatinya kian membesar dan berkobar-kobar. Giginya bergemerutuk ketika menatap punggung Albi dan wanita itu menuju ke arah pintu sambil tersenyum bahagia.

Dengan teganya, tanpa menoleh Albi berjalan meninggalkannya. Lebih menyakitkan lagi, tak ada ekspresi penyesalan dari wajah Albi yang sudah menyakitinya.