2 Kamar 112

Persetan dengan Randy, aku tidak akan lagi sudi meletakkan namanya di dalam hatiku yang berhaga. Tidak ada lagi cinta untuk bajingan seperti Randy, aku terlalu bodoh bisa dibuai mulut manisnya. Walau hari-hariku pernah berwarna karenanya, namun akulah si buta warna yang tertawa saat tak mampu melihat warna asli yang diberika Randy. Aku terlalu naif saat berharap menjadi wanita satu-satunya di kehidupan Randy. Kini aku tak lagi mau percaya dengan kata Cinta yang wujudnya bahkan tak pernah dapat aku lihat. Aku tak ingin lagi berharap pada seseorang jika hasilnya adalah sama, bahwa aku akan di kecewakan.

Kamar 112.

Amora meringkuk merasakan dingin yang mulai menusuk sampai ke tulang, tangannya bergerak berusaha meraih selimut untuk menutupi tubuhnya. Karena terjanggal oleh sesuatu selimut tidak dapat sepenuhnya menutupi tubuh Amora, Amora yang malas untuk membuka matanya hanya bergerak mundur untuk membuat semua bagian tubuhnya dapat di balut dengan selimut.

Hem, kenapa tubuhku seolah menyentuh sesuatu yang hangat dan kekar. Batin Amora. Mau tidak mau Amora terpaksa menoleh ke belakang untuk memastikan apa yang baru saja di sentuh oleh tubuhnya.

Seketika jantung Amora berdegup kencang, matanya tak mampu berkedip menyaksikan apa yang ada di hadapannya saat ini. Wajahnya menjadi pucat pasi dan tangannya gemetaran. Seorang pria tengah berbaring menghadap Amora, pria asing berparas tampan nan rupawan tertidur dengan pulasnya dalam keadaan bertelanjang dada.

Amora menelan ludahnya perlahan, di saat itu juga Amora mengintip kedalam selimut yang membalut tubuhnya. Saat itu Amora ingin sekali berteriak kencang, namun dengan cepat ia membekam mulutnya agar tidak mengeluarkan suara. Ia ingin menangis namun dengan segera ia menahannya dan berlari masuk ke toilet sembari mengambil seluruh pakaiannya yang berserakan di lantai.

Di dalam kamar mandi, Amora menatap cermin sembari meremas kasar rambutnya, terlihat ada begitu banyak kiss mark di bagian leher hingga dada bagian atas miliknya. Amora merasa jijik dan saat itu air matanya mengalir deras.

"Apa yang sudah aku lakukan, mengapa aku bisa sebodoh ini?" Amora menyalahkan dirinya sendiri.

Amora menjatuhkan tubuhnya secara perlahan hingga terduduk di lantai. Ia menangis tersedu-sedu sembari meringkuk terpuruk. "Tidak... aku harus segera keluar dari kamar ini." Amora tersadar dan langsung mengenakan pakaiannya. Amora dengan gerak cepat berjalan keluar dari kamar mandi. Pemuda itu masih tertidur pulas hingga tidak menyadari Amora pergi meninggalkan kamar tersebut.

Tepat di dalam lift, Delon asisten pribadi Ardana berjalan dengan wajah kusut, menatap ponsel yang ada di genggamannya. Wajahnya terlihat panik, bagaimana tidak panik sedari tadi kakek berusaha menghubungi Ardana yang tidak diketahui keberadaannya sejak semalam, padahal pagi ini mereka punya jadwal meeting yang sangat penting dengan Klien dari Austria.

Untung saja Delon menelpon supir Ardana yang saat itu tertidur pulas di dalam mobil di area parkiran Hotel. Supir tersebut langsung memberitahu keberadaan Ardana.

"Ck apa yang dia lakukan di hotel ini semalaman, tidak biasanya Ardana seperti ini." Delon tau benar walaupun Ardana adalah pewaris tunggal keluarga Kenzo namun Ardana adalah sosok pemuda yang disiplin dan punya jadwal tidur yang teratur. Ia tidak pernah tidak kembali ke rumah sehabis bekerja, tapi hari ini Ardana tidak punya jadwal bertemu klien di kamar hotel dan hal itu membuat Delon penasaran mengapa Ardana memesan kamar hotel dan menginap tanpa memberitahunya.

"Ck... kakek tua ini terus-menerus menelpon tanpa jeda!" gumam Delon kesal.

[Di dalam panggilan]

Apa kau sudah menemukannya?

Ah sudah kakek, aku sedang meuju kamar Tuan Ardana.

Aktifkan panggilan Video sembari berjalan, aku ingin melihat aoa yang membuat cucuku tidak kembali semalam.

Baik Kek...

Dengan cepat Delon mengaktifkan kamera mengarahkan fokus terhadap jalan yang dilalui Delon. Delon Tiba di kamar 112 dan secara kebetulan Amora keluar dari balik pintu di detik sebelum Delon mengetuk pintu kamar tersebut. Amora sangat terkejut saat melihat Delon di hadapannya, tanpa basa basi Amora melewati Delon dan berlari tergesa-gesa meninggalkan tempat tersebut.

Seorang gadis... sejak kapan? batin Delon tidak percaya.

Menyadari ponsel yang ada di genggamannya, Delon dengan cepat mematikan panggilan tersebut.

Hais... apa yang dia lakukan bersama wanita di kamar hotel. Batin Delon kesal.

Delon mendorong pintu dengan kasar dan matanya langsung tertuju kepada Ardana. Delon langsung menghampiri Ardana dan memukul tubuh sang Tuan muda dengan bantal.

"Kau apa yang kau lakukan Ha...! Kau bermalam bersama wanita jalang di kamar hotel ini,"

"Delon... kenapa kau ada di sini?" Tanya Ardana yang saat itu belum sadar sepenuhnya.

"Hei ARDANA... apa kau masih bisa tertidur pulas setelah melewatkan meeting penting dengan klien pagi ini. Apa kau tau keuntungan apa yang sudah kau lewatkan?"

Seketika tubuh Ardana seolah ditarik, ia langsung bangkit dan menatap Delon.

" Meetng... iya pagi ini aku sudah melakukan janji temu dengan Tuan John."

"Sudah terlambat, mereka sudah kembali ke Austria."

"Apa...? mengapa? kenapa mereka pergi?"

"Kau masih sempat bertanya kenpa? apa kau tidak waras? mereka menunggu selama dua jam lebih dan kau tidak muncul di hadapan mereka, apa kau pikir jadwal mereka sesantai dirimu yang bisa-bisanya bermalam dengan wanita jalang. Hei... ada apa denganmu, apa kau sudah gila, gila karena Tuan yang selalu memintamu untuk segera menikah?"

"Wanita...?" Ardana berusaha mengingat kejadian yang terdaji kepadanya semalam.

"Ya... jangan pura-pura lupa, aku tidak menyangka kau berubah menjadi pria yang sangat menjijikan seperti ini."

"Hei... aku ini adalah bos mu, kenapa kau bicara tidak sopan?"

"Sebelum jadi bos, kau hanyalah teman ku. Lantas apa yang membuatku harus bicara sopan dengan mu?"

"Karena kau temanku, itulah mengapa sampai saat ini kau masih bekerja di perusahaan ku."

"Ck.... terserah! huft, sekarang ada dimana wanita itu?" Tamaya Ardana sembari menekan-nekan bagian kepalanya yang terasa pusing.

"Dia sudah pergi, jangan bilang kau lupa membayarnya."

Ardana langsung menengok kearah Delon dengan kesal, tanpa berkata apapun lagi Ardana bergegas menuju kamar mandi.

Di dalam kamar mandi Ardana ingat jelas kejadian apa yang sudah terjadi semalaman diatas ranjang bersama wanita itu. Tidak ada yang tidak diingat oleh Ardana bahkan gambaran raut wajah wanita itu masih dapat dibayangkan Ardana dengan terperinci.

Dia bukan gadis sembarangan, dia juga buka gadis bayaran lantas apa yang dia lakukan di tempat seperti itu, dari penampilannya Ardana tau benar dia bukanlah wanita yang suka pergi atau bermalam dengan sembarangan pria. Apalagi Ardana yang merenggut kesucian wanita itu, dan apa yang mereka lakukan semalam merupakan yang pertama bagi gadis itu.

"Aku harus mencari tau siapa wanita itu." Kata Ardana menatap bayangan dirinya di cermin.

avataravatar