49 Greed Backstory Part 2

By: Zenith

Setelah melihat salah satu temanku sendiri terkena ledakkan dari beberapa koin milikku, seluruh anggota badanku dapat aku kendalikan lagi. Namun aku kehilangan tenaga untuk menahan berat tubuhku dan terjatuh ke kumpulan kayu yang akan segera di lahap api.

"Ah! Walau hanya sebentar, itu dapat sedikit menghiburku."

Setelah terjatuh ke kumpulan kayu. Tanpa kendaliku, aku mengatakan beberapa kata yang seolah aku menikmati ini.

"Jika aku tidak bisa memilikinya maka siapa pun tidak boleh memilikinya."

Sekali lagi aku mengatakan sesuatu yang tidak ingin aku katakan. Ya~ apa manfaatnya memikirkan keanehan itu, lebih baik aku menikmati sisa hidupku yang singkat ini karena jarak antara diriku dengan api hanya beberapa meter. Aku tidak akan selamat dan bertahan hidup itulah yang aku prediksikan sampai muncul seseorang dari asap tebal yang langsung mengangkatku dan membawaku pergi dari lokasi kebakaran. Aku tidak dapat melihat wajahnya karena saat itu kumpulan asap menutupi seluruh pandangan. Selain itu, aku mulai kesulitan bernafas karena terlalu sering menghirup asap-asap ini, tetapi bukan itu yang menjadi kendalanya. Apa yang lebih memprihatinkan adalah orang yang sedang membawaku keluar dari sini. Dia akan butuh udara yang lebih banyak dariku karena lebih banyak melakukan gerakkan berbeda denganku yang hanya diam saja.

Aku saja yang hanya diam merasa sangat terpuruk oleh asap ini. Apalagi dia, dia memang terlihat baik-baik saja, tetapi aku tahu dia pasti menahan semua itu dan berfokus untuk selamat dan bertahan. Perjuangannya tidak mengkhianati hasil, setelah beberapa waktu kami menemukan jalan keluar dari kumpulan asap ini pada akhirnya. Ketika kami berhasil keluar dari sana, dia langsung batuk-batuk, dan segera menurunkanku di atas tanah dengan perlahan. Setelah menurunkanku dia berjalan pergi dariku.

Sebelum kehilangan kesadaran, aku mencoba untuk melihat sosok itu selagi asap tidak membutakan penglihatanku. Namun hanya dengan mengambil satu gerakan tangan aku langsung tidak sadarkan diri.

Beberapa waktu berlalu, dan aku terbangun di atas tempat tidur. Sinar matahari bersinar terang dari luar jendela yang berada di sampingku. Sinar matahari tersebut begitu menyilaukan mataku sehingga aku mengalihkan pandangan ke arah lain guna menghindari sinar matahari.

"Sudah siang ya? Huu... ternyata itu hanyalah mimpi."

Menyadari matahari sudah berada di atas kepala, aku segera beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu. Namun ketika aku baru mengambil satu langkah, aku merasa tidak kuat untuk mengambil satu langkah lagi bahkan tidak bisa menahan berat tubuhku lagi sehingga aku tumbang ke tempat tidur.

Rasanya, seluruh tubuhku sangatlah berat padahal tidak ada perubahan sama sekali. Apa mimpi yang aku alami semalam benar-benar hanyalah sebuah mimpi? Atau mungkin... Ah jangan berpikir paranoid Shika. Mimpi yang aku alami sebelumnya terasa begitu nyata bahkan seolah itu pernah terjadi beberapa jam lalu. Hah~ itu mimpi yang luar biasa.

"Tak... tak... tak...."

Ketika sedang merenungkan mimpi yang aku alami, suara langkah kaki terdengar di balik dinding. Ibu tidak mungkin berjalan dari tempat tidur karena sedang sakit keras kecuali dia telah sembuh, tapi tetap saja. Walau sudah sembuh seharusnya dia masih di fase pemulihan, hanya ada satu kemungkinan untuk ini, ada orang lain di rumah.

Suara langkah kaki itu semakin keras dan keras sampai berhenti di depan pintu. Lalu gagang pintu kamar ini berputar dengan perlahan dan pintu itu terdorong ke dalam, memperlihatkan wajah yang tidak asing bagiku.

"Matsu!"

Aku terkejut melihat Matsu masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

"... Hoshikawa, kenapa kamu berteriak dan tidak melanjutkan tidurmu, kesehatanmu untuk sementara ini tidaklah baik setelah insiden beberapa hari silam."

Dia mengatakan hal semacam itu dengan nada datar? Juga apa maksudnya dengan insiden beberapa hari silam?

"Panjang jika aku ceritakan. Juga aku tidak ingin menceritakannya, tetapi... kau harus mengetahuinya meski kau tidak akan menerima kenyataannya. "

Lalu Matsu menceritakan semuanya dari awal sampai akhir dengan terperinci dari sudut pandangnya. Dari apa yang dijelaskan oleh Matsu aku mendapatkan bahwa kebakaran yang kulihat dalam mimpiku adalah kejadian nyata. Juga setelah aku diselamatkan, aku tidak sadarkan diri untuk beberapa hari.

"Begitulah...."

Setelah Matsu selesai menceritakan semuanya aku merasa sangat benci padanya, dari yang ia ceritakan. Matsu telah melihat semuanya dari awal dan dia punya waktu untuk menghentikan kebakaran itu dan menangkap pelakunya.

"... Matsu.... Kenapa? Kenapa? Kamu tidak menghentikan dalang dibalik insiden itu sebelum kekacauan terjadi. Kau bisa 'kan menyelamatkan kami... tapi kenapa? Kenapa kamu harus menunggu dia pergi dari sana."

"Kau tidak akan mengerti dan juga paham dengan alasanku tidak menolongmu atau ibumu lebih awal. Di jelaskan lebih dari dua kali pun aku tidak yakin kamu akan mengerti."

Hiks... apa-apaan dia. Matsu di depanku saat ini seperti bukan orang yang aku kenal selama ini. Aku tidak terima dengan semua ini... ini pasti mimpi bukan? Iya pasti ini mimpi aku yakin itu... yang kuperlukan sekarang hanyalah bangun dari mimpi buruk ini.

Aku segera memeluk diriku sendiri dan mengatakan, "bangun... bangun... bangun... bangun... bangun... bangun."

Namun, aku tidak berhasil bangun dari mimpi buruk ini. Walau begitu, aku tetap mencoba untuk bangun sampai Matsu melihatku dan khawatir.

"Hoshikawa...."

Matsu hendak menyadarkanku dengan memegang tanganku, tetapi aku memberontak dan menepis tangannya sebelum mencapai diriku. Ia pasti bagian dari mimpi buruk ini yang berniat untuk terus memenjarakanku dalam mimpi ini. Hahaha... tidak semudah itu.

Setelah menepis tangan Matsu, aku segera berjalan menuju pintu tapi sialnya aku lupa akan kondisi tubuhku dan terjatuh ke lantai.

Matsu langsung keluar dari kamar ini setelah melihat usaha kaburku yang gagal karena kondisi tubuhku. Sebelum benar-benar pergi, dia memberi sup hangat dan teh di atas meja dekat tempat tidur, dan lalu pergi dari sini tanpa memberikan salam.

Detik-detik berlalu dan aku tidak mencoba untuk kembali ke tempat tidur dan memakan makanan pemberian dari Matsu. Sampai aku mengenang waktu ketika aku membuatkan makanan untuk ibuku. Karena mengenang itu, aku mencoba untuk bangkit dari tanah dan berdiri walau tidak berdiri sepenuh, tetapi aku masih bisa berjalan walau akan sangat lambat jadi, aku berjalan dengan perlahan pergi dari tempat ini.

[POV 1 Matsu]

Pada malam itu, aku melihat seseorang yang mengenakan jubah hitam sedang melakukan sesuatu di dekat dinding rumah salah satu temanku. Ketika aku berjalan mendekati orang itu, aku melihat percikan api tercipta di dekat tangannya yang seperti sedang melakukan sesuatu pada dinding rumah temanku. Ya… aku mengetahui apa tujuan orang itu dan ingin menghentikannya. Namun jika aku menghentikannya maka identitasku akan terungkap dan aku tidak akan bisa melihat Hoshikawa lagi. Ya… aku masih terbayang-bayang tentang beberapa penduduk di bawa paksa oleh mereka, dan aku hal itu terjadi padaku juga. Jika aku menghentikannya bisa-bisa aku....

Geh.... Aku hanya bisa diam melihat semuanya terjadi. Aku merasa bersalah karena menahan niatku tapi aku tidak memiliki keberanian untuk melakukannya. Jadi aku hanya bisa mengigit bibirku sampai darah mengalir dari mulutku, aku tersiksa. Aku ingin bertindak tapi aku dihantui oleh bayang-bayang yang menakutkan. Cih... yang kuperlukan hanyalah menunggu orang itu pergi dari sana akan, tetapi semua tidak berjalan sesuai dengan dugaanku.

Setelah membakar rumah, dia masih berdiri di sana dan ketawa nyaring lalu berjalan ke dalam rumah terbakar. Awalnya aku pikir dia hanya orang gila, tetapi ketika dia membuka tudung yang menyembunyikan wajahnya, aku melihat sosok yang akrab. Orang yang membakar rumah Hoshikawa adalah temanku juga. Tindakan yang ia lakukan sudah pasti sudah bukan iseng belaka. Seorang anak berusia 12 tahun membakar rumah itu sudah pasti ada yang salah. Khe... cepatlah pergi dari sana Renka, tetapi dia tetap berdiri di sana.

Sampai Hoshikawa berlari menuju rumahnya yang sedang dilahap oleh api. Dia terjatuh tidak percaya melihat pemandangan itu dan hanya menatap kosong pada kobaran api. Sementara aku hanya bisa mengepalkan tanganku dengan kuat-kuat. Selanjutnya, Renka datang dari belakang Hoshikawa dan langsung mengangkat Hoshikawa dengan menarik kerah bajunya sambil berteriak-berteriak. Aku benar-benar ingin bertindak, tetapi ketakutan lebih banyak mengisi diriku dibanding keberanian. Ini benar-benar....

Sampai akhirnya Renka berjalan keluar dari sana, dan melihat dia pergi memberiku kesempatan untuk menyelamatkan Hoshikawa. Jadi aku langsung berlari ke sana untuk menyelamatkannya. Asap itu benar-benar tidak baik bagi sistem pernafasanku, aku juga lupa membawa benda untuk menutup hidungku. Jadi aku hanya menutup hidungku dengan tanganku sampai menemukan Hoshikawa. Dengan segera aku membawanya walau itu berarti aku harus memakai tanganku yang berguna untuk menutupi hidungku. Tidak nyawa lebih penting.

Dengan susah payah aku membawa Hoshikawa pergi dari sana. Sungguh ini seperti bukan asap kebakaran biasa, kenapa sangat tebal? Tidak untuk sekarang abaikan pertanyaan itu, harus fokus pada keselamatan seseorang.

Singkat cerita, aku berhasil keluar dari sana walau aku merasa sedikit pusing. Yah yang penting aku berhasil menyelamatkan Hoshikawa. Namun aku juga merasa bersalah karena tidak menghentikan kebakaran itu. Sebelum pandanganku buram semua, aku menurunkan Hoshikawa yang saat itu berada dalam kondisi setengah sadar. Aku menurunkannya dengan perlahan lalu berjalan meninggalkannya. Satu... dua... tiga... aku berjalan sambil menghitung waktu berapa detik sampai aku kehilangan kesadaran dan ternyata itu tujuh detik.

Beberapa waktu berlalu dan aku melihat langit yang masih gelap, sepertinya aku tidak sadarkan diri tidak terlalu lama. Ketika aku berbalik badan aku menemukan Hoshikawa dalam keadaan kehilangan kesadaran. Jadi aku membawanya ke rumahku. Ibuku bertanya apa yang terjadi karena melihat Hoshikawa tidak sadarkan diri dan aku tidak bisa menjawab semuanya dengan detail. Aku hanya bisa memberikan jawaban kejadiannya tanpa menjelaskan aku yang menyelamatkannya, dan ibu mengizinkannya.

Beberapa hari berlalu dan aku melihat Hoshikawa terbangun tanpa mengingat kejadian buruk yang menimpa padanya sebelumnya. Aku senang karena Hoshikawa saat itu masih bisa tersenyum, tapi... aku harus memberitahunya tentang kebenaran itu. Walau itu akan membuat dinding di antara hubungan kami. Aku sudah bersalah atas kejadian yang menimpanya dan aku masih ingin berbohong padanya? Tidak, sudah cukup bagiku untuk terus mengecewakannya.... Walau dia akan membenciku, aku harus memberitahu semuanya dengan jelas dan detail.

Ya seperti yang aku prediksikan, dia marah, benci, kecewa padaku. Dan aku menerima semua hinaannya. Ini masih tidak seberapa dengan keegoisanku untuk tidak menyelamatkannya lebih awal. Aku berharap ada cara supaya kesalahanku di maafkan olehnya. Aku sungguh ingin minta maaf, tetapi kalimat pendek itu sangat susah untuk keluar dari mulutku. Yang bisa aku lakukan ke-depannya hanyalah menerima kemarahan dan kebencian darinya.

avataravatar