webnovel

Kehidupan Baru

Suasana pagi ini begitu cerah. Namun tidak dengan wanita berumur 25 tahun yang kini masih bergelung di bawah selimut. Wanita itu bernama Abaya Andhira Dahayu, nama yang disematkan oleh kedua orang tuanya agar Andhira mempunyai jiwa yang kuat dan juga pemberani. Ternyata benar, nama itu membuat Andhira menjadi wanita yang kuat dan tangguh. Bagaimana tidak, di saat usianya yang masih terbilang muda. Ia sudah mengurus seorang anak perempuan, anaknya bersama kekasihnya dulu. Kesalahan yang pernah dia lakukan itu membuahkan hasil dan kini gadis kecil itu sudah berumur empat tahun. 

Andhira hidup seorang diri, meskipun papanya kaya namun Andhira tidak pernah tinggal bersama dengan papanya. Karena papanya tinggal bersama istri barunya yang begitu jahat padanya di saat papanya tidak ada di rumah. Dan hal itu membuat Andhira tidak pernah betah di rumah. Untung saja Andhira mempunyai rumah atas peninggalan dari mendiang mamanya. Dan kini Andhira hanya tinggal bersama dengan buah hatinya dan juga seorang pembantu rumah yang selama ini bekerja di rumahnya. 

"Ma! Ayo bangun, udah siang nih. Abel mau sekolah. Cepetan Mama bangun!" Seorang gadis kecil berteriak menyuruh mamanya bangun. Karena tumben sekali hari ini Andhira begitu tidak semangat. Entah kenapa, perasaannya seperti ada yang mengganjal. Dan itu membuat Andhira malas untuk bangun. 

Andhira yang masih bergelung dibawah merasa malas untuk bangun. Ia hanya menggeliatkan tubuhnya saja tanpa mau beranjak dari ranjang. 

"Ma!" Sekali Abel memanggil sambil menggoyangkan tubuh mamanya. 

Andhira akhirnya mengalah dan bangkit dari posisi baring nya berubah duduk. 

"Bentar ya Sayang, mama mandi dulu. Sekarang Abel tunggu aja di bawah." Andhira kemudian beranjak dari ranjang dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sedangkan Abel langsung ke bawah untuk menunggu mamanya yang sedang bersiap-siap. Gadis itu tampak memberengut kesal saat melihat mamanya yang masih belum bersiap-siap seperti biasanya.

Bibi Sari yang melihat Abel tampak cemberut langsung menghampiri Abel.

"Non Abel, kok wajahnya ditekuk gitu. Ada apa? Masih pagi lho ini," ucap Bibi Sari sambil membelai surai panjang milik Abel. Abel kemudian mendongakkan kepalanya saat mendapat pertanyaan dari Bibi Sari.

"Mama tuh Bi, lama banget jam segini belum bangun. Harusnya kan udah berangkat ke sekolah, Abel nggak mau telat soalnya," jelas gadis kecil dengan rupa seperti Andhira versi mini.

"Mungkin mama Non Abel lagi capek makanya bangun kesiangan, kan mama kerja kalau siang cari uang buat Non Abel." Bi Sari berusaha menghibur Abel yang tampak sedih. Bi Sari merasa kasihan dengan gadis kecil yang sejak kecil tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang Papa. Hingga saat ini pun Bi Sari tidak pernah melihat Andhira dekat dengan pria manapun.

"Teman sekolah Abel semua yang kerja papa mereka, mama mereka nggak kerja Bi," protes Abel sambil menundukkan wajahnya, dan dari sudut tangga Andhira mendengar keluhan gadis kecilnya yang kini sudah mulai paham dengan sosok papa. Batin Andhira menjerit saat tidak mampu menghadirkan sosok papa buat Abel. 

Sedangkan Bi Sari yang mendengar perkataan Abel langsung memeluk gadis kecil itu dan membelai rambut panjangnya yang hitam. Mata Bi Sari tampak berkaca-kaca karena sejak lahir dirinya lah yang merawat Abel dan juga Andhira.

Andhira yang melihat pemandangan itu langsung mendekat agar tidak menambah suasana yang tampak menyedihkan. 

"Sayang, kamu jadi berangkat ke sekolah nggak? Mama udah siap nih, kita sarapan dulu ya?" ajak Andhira yang berusaha menyembunyikan rasa sedih yang dia rasakan pagi ini. Abel langsung melepas pelukan Bi Sari kemudian mendekati mamanya.

"Sama Bi Sari sudah dibawakan bekal untuk dimakan di sekolah Ma," sahut Abel.

"Ya udah kalau gitu makasih ya Bii, maaf kalau aku bangun terlambat pagi ini. Kita berangkat dulu dan nanti siang jangan masak buat kita ya Bi?" Andhira berpamitan seraya memberi perintah pada Bi Sari untuk tidak masak siang nanti.

"Baik Non, hati-hati naik mobilnya pagi ini, karena masih padat kalau  jam segini," ucap Bi Sari mengingatkan Andhira, kemudian Andhira mengangguk lalu berlalu menuju pintu utama untuk segera mengantarkan Abel ke sekolah sebelum benar-benar terlambat.

***

Tak lama kemudian akhirnya Andhira sudah tiba ke sekolah Taman Kanak-Kanak tempat Andhira sekolah selama ini. Setiap hari Andhira selalu menyempatkan diri untuk mengantar jemput Abel meskipun dirinya sibuk di sela-sela menjalankan bisnisnya di dunia fashion. Andhira mempunyai sebuah butik besar yang sudah terkenal di kalangan sosialita sehingga bisnisnya bertambah pesat dan juga maju. Semua itu didirikan dengan modal yang diberikan oleh mendiang mamanya yang memang dari keluarga kaya raya.

Selama ini papa Andhira tidak tahu jika Andhira mempunyai bisnis yang bagus dan juga rumah dari peninggalan almarhum istrinya. Karena tempat tinggal Andhira sangat jauh dari kediaman papanya saat ini.

"Sayang, nanti kalau misalkan mama telat jemput kamu jangan mau ya diajak siapapun yang nggak kamu kenal? Ingat pesan mama ya Sayang?" tutu Andhira berusaha memberi nasehat pada Abel agar tidak mau diajak pulang oleh sembarang orang.

"Baik Ma," sahut Abel seraya mencium pipi kanan kiri mamanya dengan penuh kasih sayang. Andhira bersyukur jika Abel tidak pernah rewel dan juga nakal.

Setelah berpamitan dan memastikan jika Abel sudah masuk ke dalam kelas, Andhira langsung kembali masuk ke dalam mobil dan ingin menuju ke butiknya. Setiap hari kesibukan Andhira adalah mengurus Abel dan juga mengurus butiknya yang dibantu oleh asistennya yang bernama Jeni.

Dengan kecepatan tinggi Andhira melajukan mobilnya agar segera sampai ke butiknya dengan tepat waktu. Meskipun di butik itu dia adalah seorang bos, namun Andhira tidak pernah datang dan pergi semaunya jika tidak ada kepentingan mendadak. 

Akhirnya setelah beberapa menit mengendarai mobilnya dengan cepat, Andhira sudah tiba di butiknya. Dua karyawan yang sudah ada di butik tersebut memberi salam pada bos mereka yang baru saja datang.

"Oh ya apakah Jeni sudah datang?" tanya Andhira pada dua karyawannya.

"Sudah Bu, mbak Jeni sedang menulis beberapa orderan yang masuk pagi ini," sahut salah satu dari mereka. Kemudian Andhita mengangguk paham dan segera naik ke lantai atas dimana tempat ruangannya berada. Dua karyawan tadi bertugas melayani pelanggan dan mengganti baju yang ada di display.

Setibanya di atas Andhita membuka ruangan Jeni yang berada di samping ruangannya.

"Selamat pagi Mbak Dhira!" sapa Jeni sambil membungkukkan badannya memberi hormat. Meskipun mereka berdua akrab namun jika masa bekerja Jeni selalu bersikap profesional pada Andhira.

"Emang udah ada pesanan ya pagi ini?" tanya Andhira seraya duduk di kursi depan meja Jeni.

"Iya nih Mbak, tapi ada salah satu pelanggan yang agak cerewet dan banyak maunya. Katanya barang yang dibuat nanti harus berkualitas." Jeni menjelaskan keinginan pelanggannya.

"Ya kan selama ini kita menggunakan bahan berkualitas untuk membuat gaun dan juga baju yang kita pajang," sahut Andhira heran dengan pelanggan yang masih belum percaya dengan kualitas butiknya.

"Ya mungkin dia pelanggan baru Mbak, makanya belum tau. Katanya gaun itu akan digunakan dua hari lagi," sahut Jeni dengan wajah yang tampak bersalah.

"Lalu kenapa kamu terima Jeni." Andhira geram, pagi-pagi sudah ada kerjaan yang membuat moodnya buruk. Menggarap baju dengan desainnya sendiri akan membutuhkan waktu kurang lebih lima hari.

"Dia memaksa Mbak," jelas Jeni. Andhira hanya bisa menghela napas berat sambil memijit pelipisnya yang terasa sedikit pusing.

Next chapter