18 TIDAK BISA PUNGKIRI HATI

Rumah Luna tampak ramai dengan berkumpulnya keluarga besarnya juga teman-teman dari Zenita dan Ayahnya.

Mereka semua masih dalam kesedihan sejak kematian Zenita yang mengejutkan semua orang. Apalagi kematian Zenita yang sangat tragis.

"Luna?? ada teman kamu di depan. Papa lupa siapa namanya. Yang pasti dia teman Alva." ucap Darries mendekati Luna yang sedang duduk bersama Sofia, istrinya.

"Cepat temui dia Lun, dan tanyakan kenapa dia tidak datang bersama Alvaro." ucap Sofia dengan tersenyum merasa sedikit terhibur karena masih ada Luna di sisinya.

"Baiklah Ma, aku akan menemuinya." ucap Luna segera bangun dari duduknya untuk menemui Damien yang sudah berjanji untuk datang.

"Hei Luna." panggil Damien menghampiri Luna yang baru keluar dari ruang keluarga.

"Akhirnya kamu datang lebih awal. Aku pikir kamu tidak bisa datang." ucap Luna dengan tersenyum seraya duduk di kursi panjang.

"Aku sudah berjanji padamu untuk datang. Bagaimana pun halangannya, aku selalu berusaha memenuhi sebuah janji. Karena bagiku janji itu berat. Aku tidak akan memberi sebuah janji kalau aku dari awal tidak sanggup." ucap Damien dengan sebuah senyuman.

"Baguslah Dam, kalau kamu termasuk pria yang tidak pernah ingkar janji." ucap Luna sambil menatap ke arah pintu halaman menunggu kedatangan Alvaro.

"Apa kamu menunggu seseorang selain aku?" tanya Damien saat melihat pandangan mata Luna terpaku pada pintu halaman.

"Tidak, aku hanya melihat banyaknya orang yang datang. Mereka semua sangat sayang pada Zenita." ucap Luna memberikan alasan yang tepat atas pertanyaan Damien.

"Aku melihatnya seperti itu walau aku tidak sempat mengenalnya. Dari beberapa pendapat orang yang berkumpul denganku tadi semua membicarakan tentang kebaikan Zenita." ucap Damien memberikan pendapatnya.

"Zenita memang sangat baik. Selain dia cantik dia juga sangat ramah dan manja. Dia selalu peduli dengan sekelilingnya dan sering membantu orang yang meminta pertolongan padanya. Dia saudara yang baik dan selalu sabar menghadapi aku yang keras kepala." ucap Luna dengan mata berkaca-kaca masih sangat kehilangan Zenita.

"Kamu terlihat sangat kehilangan Zenita. Tapi kamu harus tetap kuat dan jangan larut dalam kesedihan. Masih banyak tugas yang harus kamu lakukan. Terutama membuat keluarga kamu bahagia agar tidak sedih atas kehilangan mereka." ucap Damien sedikit memberikan semangat pada Luna.

"Kamu benar Dam, aku harus kuat untuk bisa tetap melanjutkan hidup keluargaku yang saat ini benar-benar tenggelam dalam kesedihan." ucap Luna seraya mengusap air matanya.

"Tersenyumlah di setiap kamu ada masalah. Setidaknya dengan kamu tersenyum kamu sedikit mengurangi masalah kamu itu. Kamu lebih bisa berpikir dengan baik untuk menyelesaikan masalahmu." ucap Damien dengan tersenyum menatap wajah cantik Luna.

Kembali Luna menganggukkan kepalanya.

"Terima kasih Dam, aku sedikit mulai tenang setelah mendengar nasihat kamu." Ucap Luna sambil melihat ke jam tangannya.

"Sama-sama, aku senang kalau kamu menerimanya dengan baik." ucap Damien mulai merasa ada sesuatu perasaan yang membuatnya bahagia.

"Luna, sebaiknya ajak teman kamu masuk. Acaranya sudah mau di mulai. Apa Alvaro sudah datang?" tanya Sofia dengan tatapan cemas mencari keberadaan Alvaro.

"Sepertinya Alvaro tidak bisa datang Bibi, aku tadi berniat menjemputnya tapi dia bilang kurang enak badan. Jadi aku memintanya untuk istirahat saja." ucap Damien menjawab apa yang di ketahuinya.

"Kasihan Alvaro, pasti saat ini dia sangat sedih. Sudah di tinggalkan Zenita dan sekarang dalam keadaan sakit. Pasti tidak ada lagi yang merawatnya di saat sakit seperti saat ini." ucap Sofia benar-benar menyayangi Alvaro seperti putranya sendiri.

Damien hanya bisa diam sambil melihat ke arah Luna yang hanya menundukkan wajahnya.

"Ayo...Luna, ajak masuk temanmu." ucap Sofia kemudian masuk ke dalam untuk mendengarkan Pak Kyai yang memulai acara tiga harinya Zenita.

Luna menganggukkan kepalanya kemudian mengajak Damien masuk ke dalam rumah.

Acara untuk tiga harinya Zenita berjalan dengan lancar dan khusyu' hingga acara berakhir tepat pukul sembilan malam.

Luna duduk sedih melihat kedua orangtuanya menangis lagi.

"Luna, kamu harus lebih kuat di banding mereka. Kamu harus bisa menguatkan dan menghibur mereka." ucap Damien seraya mengusap bahu Luna.

Luna menegakkan punggungnya seraya mengusap air matanya.

"Kamu benar Dam, aku harus kuat. Aku akan menghibur mereka. Tapi bagaimana denganmu? kamu akan sendirian di sini." ucap Luna merasa tidak enak membiarkan Damien sendirian.

"Kamu tenang saja, kamu bisa menemani orang tuamu. Aku juga mau pamit pulang, sekarang sudah malam. Aku juga sangat lelah membutuhkan istirahat malam ini." ucap Damien dengan tersenyum bangun dari duduknya.

"Terima kasih atas perhatianmu Dam. Sampai ketemu besok di tempat kerja." ucap Luna ikut bangun dari duduknya saat Damien berpamitan pulang.

Setelah Damien pulang, Luna mendekati Ibunya yang mulai tenang dalam pelukan Darries Ayahnya.

"Mama, Papa kalian harus kuat dan jangan menangis lagi. Zenita pasti sedih kalau melihat Mama dan Papa sedih seperti ini." ucap Luna seraya memeluk Ibunya.

"Kamu benar sayang, tapi bagaimana pun juga kesedihan Mama dan Papa tidak begitu saja bisa hilang." ucap Sofia seraya mengusap air matanya.

"Aku tahu itu Ma, aku juga mengalaminya tapi kita harus bisa Ma. Hidup kita harus tetap berjalan kan Ma?" ucap Luna dengan tatapan sedih.

"Ya sayang, kita semua harus kuat agar Zenita tidak sedih di sana." ucap Sofia mengusap lembut wajah Luna.

"Luna, apa Alvaro tidak datang?" tanya Darries setelah melihat Luna dan istrinya mulai tenang.

"Alvaro tidak datang Pa, mungkin dia istirahat." ucap Luna sudah merasa cemas sejak acara di mulai hingga selesai.

"Luna sebaiknya kamu datang sebentar melihat keadaan Alvaro, dan bawa makanan untuknya. Mungkin saja dia belum makan. Kasihan Alvaro tidak ada lagi yang merawat dia setelah Zenita tiada." ucap Sofia dengan tatapan cemas.

"Baiklah Ma, aku akan ke sana melihat keadaannya." ucap Luna tidak bisa menolak keinginan Ibunya juga tidak bisa memungkiri kata hatinya kalau dia sangat mencemaskan keadaan Alvaro yang masih sakit.

"Berangkatlah sayang sebelum malam." ucap Sofia dengan tatapan lembut.

Luna menganggukkan kepalanya kemudian beranjak dari tempatnya untuk segera berangkat ke apartemen Alvaro.

Perjalanan ke Apartemen Alvaro tidak membutuhkan waktu yang lama. Sambil membawa makanan yang sudah di siapkan Ibunya, Luna keluar dari mobil dan berjalan tempat apartemen Alvaro.

Melihat pintu apartemen tidak terkunci dan tampak sunyi, Luna segera masuk ke dalam kamar Alvaro.

"Alvaro??" panggil Luna saat melihat kamar Alvaro kosong.

"Alvaro?!! kemana dia?" ucap Luna sambil keluar kamar dan berjalan ke ruang tengah.

"Alva? kamu di mana?" panggil Luna mulai dengan perasaan cemas.

"Apa mungkin dia di dapur?" tanya Luna kemudian bergegas berjalan ke dapur.

"Alva!!!" teriak Luna dengan suara keras, sangat terkejut melihat Alvaro tergeletak di lantai dengan pecahan gelas yang berserakan di sampingnya.

avataravatar
Next chapter