4 TAKDIR ZENITA

"Zenita! Nita!! jangan di tutup dulu! Aaagghhh!! sial! aku harus bagaimana sekarang." ucap Alvaro dalam hati merasa bersalah pada Zenita.

Berulangkali Alvaro menghubungi Zenita namun tidak ada jawaban bahkan kemudian ponselnya tidak aktif.

"Ada apa Al? apa terjadi masalah?" tanya Damian saat melihat Alvaro terlihat gelisah.

"Sepertinya aku tidak bisa mengantar Rama ke tempat Rara, karena malam ini aku sudah berjanji pada Zenita untuk datang ke Apartemennya. Mungkin kamu tidak tahu kalau besok aku akan menikah." ucap Alvaro seraya mengusap wajahnya.

"Aku tidak percaya ini, besok kamu akan menikah? dan sekarang kamu masih disini? bagaimana itu mungkin Al? seharusnya kamu tenang di rumah." ucap Damian menatap heran Alvaro.

"Itulah kelemahanku, aku tidak bisa meninggalkan pekerjaan yang masih belum selesai. Dan sekarang aku sudah berjanji untuk datang ke Apartemen Zenita. Padahal malam ini kita harus mengantar Rama ke kota C. Apa kamu bisa mengantar Rama sendiri ke sana?" tanya Alvaro menatap Damian penuh harap.

"Kamu tenang saja berikan saja alamat lengkap Tiara, biar aku yang mengantar Rama ke sana." ucap Damian tidak tega melihat Alvaro yang gelisah.

"Kamu yakin bisa mengantar ke sana? tapi itu akan lebih baik kalau kamu yang mengantar ke sana, karena tidak ada yang mencurigaimu." ucap Alvaro seraya bangun dari duduknya.

"Baguslah, kalau begitu lebih baik kamu pulang sekarang. Biar aku yang mengurus disini dan mengantar Rama. Semoga dengan kedatanganmu calon istri kamu tidak akan marah lagi padamu." ucap Damian sedikit mengajak Alvaro bercanda.

"Terima kasih kawan, aku tidak akan melupakan jasamu ini. Aku pergi...dan kamu harus hati-hati." ucap Alvaro tersenyum tipis kemudian pergi meninggalkan Damian.

Dengan naik motor besarnya Alvaro pergi ke Apartemen Zenita.

Alvaro tiba di Apartemen pribadi Zenita sudah sangat malam. Apartemen Zenita terlihat sangat sepi dan gelap.

"Apartemen Nita terlihat sepi, apa Nita sudah ke rumah besarnya?" tanya Alvaro dalam hati.

Dengan perasaan tidak enak Alvaro masuk ke dalam Apartemen Zenita dengan menggunakan kunci yang di milikinya.

"Zenita! Zenita! di mana kamu?" panggil Alvaro seraya menekan tombol lampu agar Apartemen Zenita terang.

Kening Alvaro mengkerut suasana Apartemen Zenita sangat sepi seperti tidak berpenghuni.

"Zenita! di mana kamu? Zenita!" teriak Alvaro memanggil nama Zenita dan mencari ke seluruh ruangan.

Langkah kaki Alvaro berhenti saat mendengar suara gemericik air dari kamar Zenita.

Dengan cepat Valentino masuk ke dalam kamar Zenita. Alvaro berdiri tegak di dalam kamar, tubuhnya tak bergerak di tempatnya saat melihat pintu kamar mandi sedikit terbuka dan melihat sedikit sebuah kursi tergeletak di kamar mandi.

"Zenitaaaa!!!" teriak Alvaro berlari ke kamar mandi.

"Zenita!! Zenita!! Zenitaaaaa!!!" panggil Alvaro dengan histeris saat melihat Zenita tergantung di tali gantungan di kamar mandi.

"Zenita!!! Aaagghhh!!! Zenita!! apa yang terjadi padamu sayang!!" teriak Alvaro dengan suara tangis tertahan menurunkan tubuh Zenita dari tali gantungan.

"Zenita!" panggil Alvaro duduk bersimpuh sambil mengusap wajah Zenita yang sudah berbaring di pangkuannya.

"Apa yang terjadi padamu sayang? kenapa kamu melakukan hal ini? Maafkan aku, maafkan aku Nita." ucap Alvaro menangis keras sambil memeluk tubuh Zenita yang sudah meninggal.

Dengan tangan gemetar, Alvaro mengambil ponselnya dan menghubungi David untuk mendatang beberapa polisi. Selain menghubungi David, Alvaro menghubungi ambulans juga menghubungi orang tua Zenita.

Setelah menghubungi semuanya, Alvaro bersandar di dinding kamar mandi.

Kedua mata Alvaro merah, menahan air matanya agar tidak keluar lagi.

"Zenita, kenapa kamu melakukan hal ini? apa kamu tidak percaya padaku hingga kamu melakukan hal ini?" tanya Alvaro sambil menatap wajah Zenita yang terlihat putih memucat.

Saat melihat beberapa temannya masuk ke dalam, dengan berat hati Alvaro bangun dari tempatnya, namun saat mau keluar dari kamar mandi kakinya menginjak sesuatu.

Dengan kedua alis terangkat Alvaro mengambil sesuatu yang diinjaknya, sebuah kancing dari besi dan sebuah alat tespack kehamilan.

Segera Alvaro memasukkan kancing besi dan alat tespack ke dalam kantong celananya, saat teman-temannya masuk ke dalam kamar mandi.

"Apa yang terjadi Alva?" tanya David yang juga datang untuk mengetahui apa yang terjadi.

"Aku juga tidak tahu Pak David, aku datang Zenita sudah dalam keadaan seperti ini. Aku aku tidak tahu kenapa Zenita melakukan hal ini." Jawab Alvaro dengan perasaan sedih.

"Apa kamu mendapatkan sesuatu yang mencurigakan?" tanya David dengan serius.

Alvaro menggelengkan kepalanya dengan lemas.

Dengan cermat David mengambil tali yang menjerat leher Zenita dengan kaos tangannya dan memasukkannya ke dalam kantong plastik untuk sebuah bukti.

Alvaro beranjak dari tempatnya saat tim medis mengangkat jenazah Zenita.

Orang tua Zenita yang baru datang menangis histeris saat mengetahui Zenita sudah dalam keadaan tidak bernyawa dengan leher yang merah karena jeratan tali di lehernya.

Hasil sementara dari kepolisian di perkirakan Zenita bunuh diri dengan mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri.

"Alva, kenapa ini terjadi? kenapa Zenita harus bunuh diri? bukankah dia sangat bahagia karena besok akan menikah denganmu?" tanya Sofia Mamanya Zenita dengan air mata berlinang.

"Aku juga tidak tahu Mama, aku baru datang untuk memenuhi janjiku pada Zenita. Tapi aku melihatnya sudah seperti ini. Aku kehilangan Zenita Mama." ucap Alvaro seraya memeluk Sofia yang tidak berhenti menangis.

"Sudah Ma, jangan menangis. Semua sudah terjadi, kita harus mengurus jenazah Zenita dengan baik." ucap Darries Papa Zenita yang lebih tegar karena Darries seorang mantan kepala di kantor kepolisian di mana tempatnya bertugas.

"Alva, jenazah Zenita sudah di dalam ambulans. Kita membawanya ke rumah sakit untuk otopsi atau kita bawa ke rumah Jendral Darries?" tanya David yang masih memanggil Darries dengan panggilan Jendral karena dulu David pernah menjadi anak buah Darries.

"Antar ke rumah besar saja Pak David, aku yang akan menemani Zenita pulang." ucap Alvaro dengan perasaan sedih.

"Alva, apa kamu sudah memberitahu Luna?" tanya Sofia dengan kedua matanya yang sembab.

"Aku belum memberitahunya Ma, aku tidak bisa melihat kesedihan Luna." ucap Alvaro seraya beranjak dari tempatnya untuk segera masuk ke dalam ambulans.

Dengan perasaan sedih, Alvaro menghubungi Tiara agar segera datang untuk melihat menghadiri pemakaman Zenita besok pagi.

"Tiara, untuk sementara Rama serahkan saja pada asisten kamu. Kamu datanglah sekarang juga dengan Damian." ucap Alvaro dengan suara pelan kemudian menutup panggilannya.

Sambil menatap sedih wajah Zenita, Alvaro mengambil kancing besi dan alat tespack dari dalam kantong celananya yang di temukannya di samping Zenita.

"Sayang, aku yakin kamu tidak bunuh diri. Dan aku tidak tahu apa kamu hamil atau tidak? kalau kamu hamil, kamu hamil dengan siapa? karena aku tidak pernah menyentuhmu? Aku yakin ini rekayasa seseorang. Aku akan mencari orang yang membunuhmu dan yang membuatmu hamil! Aku pasti akan menemukannya. Aku berjanji padamu, aku akan balas dendam pada orang yang membunuhmu!" ucap Alvaro seraya mengamati kancing besi dan tespack yang di pegangnya.

avataravatar
Next chapter