19 MENYIMPAN SELURUH CINTA

"Alva!!!" teriak Luna dengan suara keras, sangat terkejut melihat Alvaro tergeletak di lantai dengan pecahan gelas yang berserakan di sampingnya.

Bergegas Luna mendekati Alvaro kemudian mengangkat kepalanya.

"Ya Tuhan, Alva!! apa yang terjadi padamu? Alva??! sadarlah." ucap Luna seraya menangkup wajah Alvaro yang terlihat sangat pucat.

Melihat wajah Alvaro yang pucat dan tubuhnya yang dingin Luna menjadi panik. Dengan tangan gemetar Luna menghubungi rumah sakit untuk segera mendatangkan ambulans.

"Alva..bangunlah, jangan membuatku takut Al. Apa yang terjadi padamu sampai kamu tergeletak di sini?" tanya Luna dengan mata berlinang melihat pecahan gelas yang berserakan di lantai.

"Seandainya aku tidak ke sini, apa yang akan terjadi padamu Al?? aku tidak mau kehilangan lagi seseorang yang berarti dalam hidupku. Aku sudah kehilangan Zenita, aku tidak mau kehilangan kamu juga Al." ucap Luna sambil menangis memeluk Alvaro dengan erat.

Luna semakin panik dan ketakutan saat merasakan tubuh Alvaro semakin dingin.

"Alvaro, aku mohon bertahanlah, sebentar lagi ambulans datang." ucap Luna menatap cemas wajah sambil mengusap-usap telapak tangan Alvaro agar hangat.

Saat mendengar suara ambulans datang segera Luna meninggalkan Alvaro dan berlari ke depan menemui para medis yang sudah datang.

"Selamat malam Nona, apa anda yang meminta kami datang?" tanya salah satu dari para medis yang turun dari mobil.

"Benar Pak, tolong saudara saya yang pingsan di dalam." ucap Luna seraya masuk ke dalam menunjukkan di mana Alvaro pingsan.

Dua orang tim medis mengikuti Luna yang berjalan ke arah dapur.

"Bagaimana dia bisa pingsan di dapur?" tanya tim medis sambil memeriksa denyut nadi Alvaro.

"Aku juga tidak tahu Pak. Saat aku datang, aku sudah melihat dia tergeletak di sini." ucap Luna dengan tatapan cemas melihat salah tim medis yang memeriksa Alvaro wajahnya berubah menjadi serius.

"Kita harus secepatnya membawa pasien ke rumah sakit. Denyut nadi dan jantungnya sangat lemah." ucap salah satu tim medis itu pada temannya.

"Ya sudah tunggu apalagi?" ucap temannya kemudian mengangkat Alvaro dan membawanya keluar rumah dan membaringkannya di atas brankar yang ada di dalam mobil ambulans.

Dengan cepat tim medis menangani Alvaro dengan memasang bantuan pernapasan di hidung Alvaro.

"Nona, anda ikut bersama kita saja." ucap salah satu tim medis seraya masuk ke dalam mobil.

Tanpa berkata apa-apa Luna segera masuk dan duduk di samping Alvaro yang terbaring lemah.

"Alva, kamu harus bisa bertahan. Aku tidak akan membiarkan kamu pergi begitu saja." ucap Luna sambil menggenggam tangan Alvaro yang dingin.

"Ya Tuhan, selamatkan Alvaro. Aku mohon, jangan lagi Kamu mengambil orang yang sangat berarti bagiku." ucap Luna dengan perasaan sedih berdoa untuk keselamatan Alvaro yang mulai melemah.

Tiba di rumah sakit, Luna segera keluar dari mobil ambulans saat tim medis lainnya mengeluarkan Alvaro dari mobil dan membawanya masuk ke ruang UGD.

"Dokter tolong lakukan yang terbaik untuk Alva. Aku mohon." ucap Luna dengan tatapan memohon.

"Nona jangan kuatir, kami pasti akan melakukan yang terbaik pasien. Sebaiknya anda sekarang menunggu di luar." ucap Dokter yang menangani Alvaro.

Luna menganggukkan kepalanya berusaha menahan perasaannya untuk tidak panik lagi karena Alvaro sudah dalam penanganan Dokter.

Sambil berdoa dalam hati Luna duduk di kursi panjang menunggu Dokter keluar dari ruang UGD.

"Lama sekali mereka keluar. Alvaro hanya pingsan saja kan? kenapa begitu lama di dalam?" ucap Luna dengan perasaan gelisah bangun dari duduknya dan berjalan mondar-mandir di depan pintu ruang UGD.

Saat mendengar pintu ruangan terbuka, segera Luna menghampiri Dokter yang baru keluar dari ruangan.

"Bagaimana keadaan Alvaro, Dokter? Alvaro baik-baik saja kan Dokter?" tanya Luna dengan tatapan cemas.

"Untuk saat ini keadaan pasien masih sangat lemah. Apa pasien sebelumnya sudah sakit tipes? kenapa pasien tidak menjalani opname di rumah sakit saja? saat ini sakit tipesnya menjadi parah. Membutuhkan pemulihan yang cukup lama untuk benar-benar sehat." ucap Dokter sekaligus menjelaskan penyebab pingsannya Alvaro.

"Maafkan saya Dokter, saya sudah berusaha membujuknya untuk beristirahat total tapi Alvaro sangat keras kepala." ucap Luna sedikit menceritakan awal sakitnya Alvaro.

"Saya sarankan, agar pasien opname sampai sembuh." ucap Dokter dengan wajah serius.

"Baik Dokter." ucap Luna tidak bisa menolak nasihat Dokter, apalagi demi kesembuhan Alvaro.

"Kalau begitu anda bisa tunggu sampai pasien di pindahkan ke kamar inap. Semoga pasien akan cepat sembuh kalau mematuhi apa yang saya sarankan." ucap Dokter dengan ramah kemudian beranjak pergi meninggalkan Luna.

Luna menghela nafas lega setelah mengetahui keadaan Alvaro yang sudah melewati masa kritisnya walau harus menjalani opname beberapa hari sampai di nyatakan sembuh.

Sambil mengusap wajahnya Luna menunggu Alvaro keluar dari ruangan untuk di pindahkan ke kamar inap.

Saat melihat pintu terbuka Luna bergegas menghampiri dua perawat yang sedang membawa Alvaro pergi.

"Suster, Alva di pindahkan ke kamar VIP kan?" tanya Luna memastikan kamar Alvaro sesuai dengan yang dia inginkan yaitu kamar VIP.

"Pasien akan kita pindahkan ke kamar VIP sesuai dengan permintaan keluarga pasien." ucap salah satu perawat dengan ramah.

"Benar suster, kebetulan saya keluarga pasien. Saya yang meminta Alvaro istirahat di kamar VIP." ucap Luna agar perawat tahu dia keluarga Alvaro bukan orang lain.

Perawat itu menganggukkan kepalanya dengan tersenyum.

Setelah memindahkan Alvaro di kamar inap VIP dua perawat itu meninggalkan Alvaro bersama Luna.

Luna sudah menghubungi orang tuanya dan menceritakan apa yang terjadi. Sofia yang sudah menganggap Alvaro sebagai putranya ikut merasa sedih dan meminta Luna untuk menjaga Alvaro sampai sembuh.

Luna tidak bisa menolak permintaan orang tuanya selain mengiyakannya.

"Alva, walau kita sudah bersepakat hanya sebatas sebagai teman kerja kamu tidak bisa menghalangi aku untuk menjagamu. Kamu juga tidak bisa memintaku untuk melupakanmu begitu saja. Selamanya hanya kamu yang ada di hatiku, aku bisa menutupi perasaanku padamu juga pada semua orang tapi aku tidak bisa tidak peduli di saat kamu seperti ini. Aku tidak bisa membiarkan kamu sendirian." ucap Luna dengan air mata berlinang berusaha untuk tidak menangis lagi di hadapan Alvaro yang sudah terlanjur kecewa padanya.

"Aku akan bisa bertahan dengan rasa sakit yang kamu berikan padaku Al, kamu bisa marah dan membenciku. Aku tidak akan membalasnya, karena aku tahu aku yang bersalah. Aku yang sudah menyakiti hati kamu yang paling dalam. Tolong maafkan aku Al. Aku berharap suatu saat kamu bisa mengerti dengan alasan yang sudah kuberikan padamu." ucap Luna dengan air mata tertahan menggenggam tangan Alvaro dan mengecupnya berulang-ulang sebagai permintaan maaf.

avataravatar
Next chapter