15 MELEPAS RINDU

"Gantilah pakaianmu dengan kaos ini, setelah itu kamu bisa istirahat. Aku akan pulang sekarang." Ucap Luna seraya meletakkan kaos bersih di samping Alvaro, kemudian berjalan ke arah pintu.

"Jangan pergi Luna." ucap Alvaro dengan suara parau seolah-olah suaranya tercekat dalam tenggorokannya.

Mendengar hal itu, seketika itu juga langkah Luna berhenti, membalikkan badannya menatap wajah Alvaro yang tampak pucat menatapnya dengan tatapan sayu.

Alvaro menelan salivanya menatap Luna dengan sinar mata penuh luka dan kerinduan.

Perlahan Luna mendekati Alvaro seolah-olah jiwanya kembali tenggelam dalam masa lalu yang tidak bisa dia lupakan bersama Alvaro.

"Kenapa kamu menahanku pergi? bukankah sejak tadi kamu menginginkan aku pergi?" tanya Luna dengan tatapan tak berkedip mencari kerinduan di mata Alvaro.

"Aku sangat marah padamu Luna?!! tapi aku tidak bisa mengingkari perasaanku ini. Apa yang harus aku lakukan?!! katakan padaku?!" ucap Alvaro berusaha menahan rasa kecewanya dengan sikap Luna yang seolah-olah tidak mempunyai hubungan apa-apa di antara mereka berdua.

Luna hanya bisa terdiam mendengar ucapan kecewa Alvaro. Dengan perasaan bersalah, Luna beranjak dari tempatnya membuka pintu kamar Alvaro, namun Alvaro bangun dari tempatnya dan berdiri di pintu menghalangi Luna yang akan pergi.

Alvaro bersandar di pintu sambil mengusap wajah Luna.

"Kamu tidak bisa pergi begitu saja Luna, kamu harus mengatakan apa yang kamu rasakan padaku. Apa yang kamu inginkan dariku?! apa Luna?!!" ucap Alvaro dengan nafas tak beraturan menahan semua rasa yang membaur dalam hatinya.

Luna menelan salivanya menatap dalam kedua mata Alvaro dengan mata berkaca-kaca. Tanpa terduga, Luna meraih tengkuk leher Alvaro dan mencium bibir Alvaro dengan kasar dan brutal.

Tanpa memberikan kesempatan Alvaro untuk membalas ciumannya, Luna semakin dalam dan intens mencium bibir Alvaro dengan rasa rindu yang sudah membuncah.

Punggung Alvaro tertekan pada dinding pintu sangat terkejut dengan apa yang di lakukan Luna padanya.

Masih dalam rasa terkejutnya Alvaro memeluk pinggang Luna dengan erat. Nafas Alvaro terasa berhenti merasakan ciuman Luna yang telah lama tidak dia rasakan.

Setelah cukup lama melepas rasa rindunya dengan ciuman yang sangat dalam, Luna melepas ciumannya kemudian menenggelamkan kepalanya pada dada Alvaro yang begitu hangat.

"Aku sangat merindukan Alva, sangat merindukanmu. Kamu sama sekali tidak tahu bagaimana aku menjalani hidupku di basis Utara tanpa dirimu." ucap Luna dengan suara tangisnya yang mulai terdengar di telinga Alvaro.

Alvaro menelan salivanya, mendengar ucapan Luna terasa ada rasa sakit dalam hatinya. Perasaan rindu yang terucap dari bibir Luna benar-benar menghempaskan perasaan rindunya semakin dalam.

"Aku juga sangat merindukanmu Luna. Kamu juga tidak tahu apa yang aku rasakan di sini saat jauh darimu." ucap Alvaro dengan suara parau mengusap lembut punggung Luna.

Luna semakin mempererat pelukannya saat mendengar pengakuan Alvaro yang juga mempunyai rasa rindu yang sama dengannya.

"Maafkan aku Alvaro, terpaksa aku menjauh darimu. Aku tidak ingin melukai hati Zenita, lebih baik aku yang terluka daripada melihat hati Zenita yang terluka." ucap Luna semakin terisak-isak dalam pelukan Alvaro.

Baru kali ini Luna menangis di hadapan Alvaro, Luna tidak bisa lagi menahan rasa kesedihannya mengingat dia telah kehilangan Zenita dan juga telah kehilangan cintanya.

Alvaro memejamkan matanya, merasakan kerinduan dan cinta Luna yang dia rasakan kembali.

"Jangan menangis lagi, sejak kapan Lunaku menjadi wanita yang cengeng." ucap Alvaro sambil mengusap air mata yang mengalir di pipi Luna.

"Aku tidak bisa lagi menahan kesedihanku. Aku telah kehilangan Zenita. Selama ini aku sudah berkorban agar Zenita bahagia selama hidupnya. Tapi ternyata pengorbananku tidak bisa mewujudkan keinginan Zenita untuk bisa hidup bersamamu." ucap Luna seraya melepas pelukan Alvaro kemudian berjalan ke sofa dan duduk dalam diam.

Sambil menahan tubuhnya yang masih lemas, Alvaro mendekati Luna dan duduk di sampingnya.

"Semuanya kita kembalikan pada takdir Tuhan, Luna. Semua apa yang terjadi terkadang tidak seperti apa yang kita inginkan. Aku juga sudah berusaha untuk mewujudkan keinginanmu dengan menikahi Zenita. Dan aku sama sekali tidak pernah berpikir dengan takdir Zenita yang berakhir seperti ini." ucap Alvaro meremas kedua tangannya mengingat jelas saat melihat wajah Zenita yang pucat tak bernyawa dalam pelukannya.

"Aku sangat kehilangan Zenita, Al. Aku masih tidak bisa menerima hal ini. Aku masih tidak percaya Zenita tidak bersama kita lagi." ucap Luna sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Luna tidak ingin lagi terlihat rapuh di mata Alvaro.

"Aku juga sangat kehilangan Zenita, Luna. Aku sudah berusaha yang terbaik untuk kebahagiaan Zenita. Aku juga sudah merasakan kelembutan dan kehangatan cinta kasih sayangnya Zenita." ucap Alvaro jujur dengan perasaan hatinya.

Luna mengangkat wajahnya, menatap penuh wajah Alvaro.

"Aku bersyukur kamu sudah merasakan cinta Zenita yang begitu besar padamu." ucap Luna dengan perasaan tak menentu antara bahagia dan cemburu.

"Tapi apa yang aku rasakan itu tidak pernah mengubah perasaan cintaku padamu Luna. Hal itu sangat berbeda, aku bisa merasakannya." ucap Alvaro membalas tatapan Luna dengan tatapan penuh cinta.

"Tidak Alvaro, kamu tidak bisa mencintaiku lagi. Kita tidak mungkin lagi bisa bersama. Ada cinta Zenita di antara kita. Kamu sendiri tahu apa yang di inginkan Zenita? dia menginginkan kita tetap untuk bersahabat dan aku tidak ingin mengecewakan hati Zenita." ucap Luna seraya bangun dari duduknya namun tangan Alvaro dengan sangat cepat menarik tangannya hingga tubuhnya terjatuh dalam pelukan Alvaro.

Luna terdiam dalam pangkuan Alvaro, tatapan Alvaro bagaikan telaga biru yang mampu menenggelamkan hatinya pada kerinduan yang sangat dalam.

Perlahan Alvaro meraih tengkuk leher Luna. Masih dalam tatapan penuh rindu Alvaro mencium dalam bibir merah Luna yang setengah terbuka.

Detak jantung Luna berpacu dalam hasrat rindu yang tersimpan bertahun-tahun. Gaya ciuman Alvaro sama sekali tidak berubah masih dengan sensasi ciuman-ciuman kecil namun sangat dalam hingga mampu memercikkan sengatan yang menjalar ke seluruh tubuhnya.

Dalam diam, Luna memejamkan matanya masih merasakan ciuman dalam Alvaro yang semakin brutal dan menggila.

"Alva, hentikan...aku mohon hentikan Al." ucap Luna saat Alvaro mulai merambah menyusuri ceruk lehernya dengan meninggalkan jejak kemerahan di sana.

"Aku tidak akan berhenti sebelum kamu mengakui perasaan cinta kita ini Luna? Katakan padaku?! apa kamu bisa menolak hasrat cinta yang tidak bisa kita hindari ini?" ucap Alvaro seraya mengusap dan meraba sekitar leher Luna.

Luna tidak menjawab apa yang di katakan Alvaro selain memejamkan matanya merasakan kehangatan dengan sentuhan-sentuhan Alvaro yang merambah ke seluruh tubuhnya.

"Katakan Luna? apa yang kamu rasakan saat ini? kediamanmu apakah sudah menjawab semuanya??" tanya Alvaro menatap penuh wajah cantik Luna yang masih terpejam.

avataravatar
Next chapter