7 LUNA DARRIES

"Seandainya Zenita masih hidup, aku akan punya keponakan bukan?" ucap Luna dengan wajah sedih.

"Hem... keponakan dari laki-laki lain, bukan keponakan dariku." ucap Alvaro dengan suara pelan.

"Alvaro, apa mungkin memang Zenita melakukan bunuh diri karena tahu dirinya hamil dari laki-laki lain?" tanya Luna dengan tatapan penuh.

"Tidak mungkin, apa kamu tidak mengenal Zenita? untuk menyakiti hewan saja Zenita tidak pernah, apalagi menyakiti bayinya." ucap Alvaro dengan nada datar.

"Kamu benar juga, tidak mungkin Zenita menyakiti bayinya sendiri. Zenita pasti akan merawatnya dengan baik." ucap Luna sambil mengusap wajahnya.

"Alvaro, apa selama sebulan ini kamu pernah merasakan perubahan pada diri Zenita. Mungkin Zenita seperti ketakutan atau sesuatu hal yang lain?" tanya Luna dengan tatapan penuh.

"Tidak ada yang perubahan yang menurutku menyolok, selain Zenita dalam beberapa Minggu ini selalu ingin bersamaku. Zenita tidak ingin aku jauh darinya bahkan saat aku pergi untuk bertugas dia tidak ingin aku pergi.

Padahal selama ini, Zenita sangat mengerti pekerjaanku juga perasaanku. Hanya Zenita yang menerima aku apa adanya tanpa pernah mengorbankan perasaanku." ucap Alvaro sambil memicingkan matanya.

Mendengar ucapan Alvaro, Luna menghela nafas panjang.

"Apa kamu menyindirku?" tanya Luna dengan tatapan penuh.

"Tidak! aku tidak menyindirmu. Aku bicara tentang kenyataan. Bagaimana ada seorang wanita yang tega menyakiti hatiku dan mengorbankan perasaanku dengan memintaku menerima cinta saudaranya. Apalagi hal itu di lakukannya hanya karena ingin meraih jabatan yang lebih tinggi." ucap Alvaro dengan wajah merah padam.

Kembali Luna mengambil nafas panjang melepas semua rasa sesak yang ada di dalam dadanya.

Masih teringat dengan jelas dalam ingatan Luna, bagaimana hatinya hancur saat dia tahu kalau saudara kembarnya sangat mencintai seorang laki-laki yang sama, yang juga dia cintai yaitu Alvaro.

"Kenapa kamu terdiam apa kamu sedang mengingat tentang semua kesalahanmu padaku?" tanya Alvaro dengan tatapan tajam.

"Maafkan aku, aku terpaksa melakukannya. Aku menginginkan yang terbaik bagi Zenita. Karena itu aku harus pergi dan menjauh dari kalian berdua." ucap Luna dengan kedua matanya berkaca-kaca.

"Aku tahu, tapi tidak dengan mengorbankan perasaanku dan memintaku menyerahkan cintaku pada Zenita!! apalagi hanya demi mendapatkan jabatan kamu inginkan selama ini!" ucap Alvaro seraya mengusap wajahnya dengan hati terluka.

"Lihat ini Luna!" ucap Alvaro dengan tiba-tiba melepas kaosnya di hadapan Luna dan menunjukkan sesuatu.

Luna mengangkat wajahnya dan melihat tato di dada kiri Alvaro.

"Apa kamu masih mengingat tato ini? apa kamu masih ingat bagaimana aku mendapatkan tato ini?" tanya Alvaro dengan wajah merah padam.

"Alvaro, bagaimana bisa tato itu masih ada di sana? pasti hati Zenita terluka saat melihat tato itu." ucap Luna dengan tangis tertahan melihat namanya masih ada di dada kiri Alvaro.

Kembali Luna teringat akan kejadian tiga tahun yang lalu saat dia menjadi satu tim dengan Alvaro. Saat itu dirinya terluka karena sebuah tembakan. Dan hanya Alvaro yang saat itu bersamanya, karena Alvaro menginginkan dia hidup. Alvaro bersumpah akan mengukir nama Luna di dada kirinya dengan namanya. Dan itu benar-benar terjadi, di saat dirinya sadar di hadapannya Alvaro mengukir namanya dengan sebuah belati.

"Apa yang kamu ingat Luna? apa kamu mengingat janji kita berdua untuk tidak saling melepaskan walau apapun yang terjadi?" tanya Alvaro dengan suara bergetar.

Luna mengangkat wajahnya, dengan kedua matanya berkaca-kaca.

"Alvaro, kenapa tato itu tidak kamu hapus? hati Zenita pasti tersakiti melihat tato itu? Zenita pasti tahu kalau aku dan kamu ada sesuatu." ucap Luna menahan tangisnya agar tidak tumpah. Selama dua tahun dia pergi dari kehidupan Zenita dan Alvaro agar hubungannya dengan Alvaro tidak ada yang tahu.

"Kamu jangan cemas, Zenita tidak pernah tahu. Aku tidak pernah melakukan hal apapun dengan Zenita selain hanya ciuman sayang seperti pada adikku sendiri. Aku tidak pernah menunjukkan tubuhku pada Zenita, tubuhku ini masih milikmu seperti tiga tahun yang lalu saat aku melakukannya denganmu. Saat kamu dalam keadaan demam tinggi dan aku harus melakukannya agar kamu selamat." ucap Alvaro dengan suara pelan kembali memakai kaosnya.

Luna hanya terdiam, hatinya menangis. Bagaimana bisa Alvaro berhubungan dengan Zenita selama dua tahun tapi tanpa mencintai dan menyentuhnya.

"Alvaro, tolong hentikan pembicaraan ini. Kamu telah berhasil menyakitiku saat ini. Amarahmu sudah aku terima. Tolong hentikan pembicaraan ini, aku mohon." ucap Luna semakin tersiksa dengan perasaannya yang juga masih mencintai Alvaro walau dua tahun tidak pernah bertemu.

"Aku tidak akan berhenti bicara, karena saat ini kesempatan itu ada. Aku tidak akan melewatkan sedikitpun seperti dua tahun yang lalu saat kamu pergi tanpa penjelasan apapun selain memintaku untuk menjadi menjaga Zenita dan menjadi kekasih Zenita. Aku sudah memenuhi keinginanmu Luna, walau aku terluka dalam selama dua tahun. Aku bisa bertahan karena cinta Zenita yang begitu besar padaku. Kasih sayangnya dan cintanya mampu menenangkan hatiku di saat aku terluka saat mengingatmu dan merindukanmu." ucap Alvaro dengan suara pelan.

"Maafkan aku, tolong hentikan Al. Jangan menyiksaku lagi." ucap Luna sudah tidak bisa lagi menahan air matanya.

Dengan perasaan bersalah, Luna bangun dari duduknya dan berlari pergi ke kamarnya meninggalkan Alvaro yang duduk sendiri di ruang tengah.

Luna menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur dan menumpahkan semua rasa sedihnya dengan tangisan yang dalam.

"Alva, kamu tidak tahu. Kamu tidak tahu, aku melakukannya karena aku terlalu mencintai Zenita. Aku ingin Zenita bahagia denganmu, Zenita sangat mencintaimu Al. Aku pergi bukan karena aku ingin mengejar jabatan, aku pergi karena hatiku sangat rapuh dan terluka." ucap Luna dalam hati sambil menangis terisak-isak.

Setelah menangis beberapa menit lamanya, Luna bangun dari tidurnya dan berjalan ke meja kerjanya. Dengan sebuah kunci di tangannya Luna membuka laci rahasia hatinya.

Ada beberapa foto dan sebuah diary di dalamnya. Dengan perasaan sedih Luna melihat beberapa lembar foto dirinya saat bersama Alvaro.

"Alvaro, aku tidak pernah mengkhianatimu. Perasaanku masih utuh padamu, bahkan aku tidak pernah membuka hatiku untuk cinta yang lain." ucap Luna dengan air mata kesedihannya.

"Kamu bisa marah padaku, atau membenciku. Aku menerimanya dengan ikhlas. Aku memang telah menyakiti dan mengorbankan perasaanmu. Tapi aku juga mengalaminya Al, aku juga tersakiti dan mengorbankan perasaanku demi kebahagiaan Zenita satu-satunya saudaraku." ucap Luna sambil mengusap wajah Alvaro pada foto yang di pegangnya.

Sambil mengusap air matanya, Luna memejamkan matanya. Mengingat semua kenangan bahagia saat bersama Alvaro. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba kedua mata Luna terbuka saat mengingat sesuatu tentang Zenita. Satu Minggu sebelum dia akan pulang, Zenita mengatakan kalau akan memberi hadiah kejutan padanya tepat di hari pernikahan dan akan memberikan padanya. Dan hadiah itu sudah di siapkannya sebelumnya.

"Kejutan? hadiah kejutan? dan Zenita sudah menyiapkannya, apa hadiah itu ada di kamarnya?" tanya Luna dengan wajah pucat.

avataravatar
Next chapter