membuka lembaran baru
tidak harus melupakan lembaran lama
"Pagi mas Arga."
Suara lembut Doni hanya mampu membuat Arga menggeliat saja. Ia masih terlihat begitu nyaman berada di dalam selimut tebal yang hangat.
"Pagi ini aku ada meeting di kantor papa, jadi kamu aku tinggal sendirian di hotel, enggak apa-apa, kan?" Ujar Doni sambil mengaitkan kancing dibagian ujung lengan kemeja tangan panjangnya.
Meski matanya masih terpejam, tapi suara Doni dapat ia dengar dengan jelas. Pria itu sudah terbangun, hanya saja ia masih merasa sangat mengantuk. Hampir semalaman, pria itu begadang menemani Doni mengobrol, sambil menonton TV.
Setelah merasa dirinya sudah rapi dengan penampilannya, Doni berjalan ke arah ranjang, dimana masih ada Arga sedang meringkuk di sana.
"Kalau masih ngantuk tidur saja mas, aku udah bilang ke Madam kalau malam ini, aku masih butuh kamu." Ucap Doni setelah ia duduk di tepi ranjang--di samping Arga.
Arga menggeliat, meski bola matanya belum terbuka sempurna, namun senyum manis pemuda itu dapat terlihat jelas olehnya.
"Buat apa?" Heran Arga. Pasalnya, tadi malam Doni tidak melakukan apapun padanya. "Aku nggak bisa terima tawaran kamu tadi malam."
Doni tersenyum senyum. "Ini nggak ada hubungannya sama tawaran aku tadi malam. Aku juga enggak maksa kalau kamu enggak mau jadi simpanan aku, mas. Aku bisa ngerti, dan aku paham. Tapi untuk nanti malam anggep aja, aku butuh service lagi dari kamu." Setelah menyampaikan itu, cup Doni mendaratkan kecupannya di sudut bibir Arga. "Maaf aku udah telat, nanti sore aku baru balik lagi ke hotel. Kalau kamu bosen sendirian, kamu bisa jalan-jalan keluar."
Doni beranjak dari duduknya, berlalu meninggalkan Arga di tempat tidur. "Walaupun kamu nggak mau jadi simpanan, tapi bisakan aku deket sama kamu." Ucapnya ditengah perjalannya menuju ke arah pintu.
Arga hanya terdiam, menatap punggung pemuda itu. Keningnya berkerut, melihat penampilan Doni yang metropolis, seperti orang kantoran, membuat ia teringat akan seseorang yang masih bertahta di hatinya. Baju kemeja dan celana dasar yang ketat, sangat mirip dengan penampilan Eza saat pertama kali ia bertemu.
Ngomong-ngomong, ia juga baru sadar. Setelah ngobrol semalam dengan pemda itu, ia melihat banyak sekali kemiripan antara Doni dengan Eza. Terutama gaya bicaranya yang menenangkan, dan juga sifatnya terlihat sabar.
Arga memeluk guling sambil menghela napas, tiba-tiba rasa saja rindu itu kembali datang, dan selalu membuat dadanya terasa sesak.
***
Seperti biasa suasana starclup--diskotik dimana Arga bekerja, selalu ramai pengunjung.
Arga sedang duduk melamun di sofa, ruangan vip. Meski sedang tidak ada pertunjukkan, tapi setiap malam ia wajib datang ke tempat itu. Menyemburkan asap rokok ke udara, Arga tersenyum nyengir seraya mendesis. Tiba-tiba saja ia teringat pada sosok Doni yang telah memboking dirinya selama dua hari dua malam, namun tidak melakukan apapun.
Aneh memang, tapi itu yang terjadi. Doni sangat berbeda dengan tamu-tamu yang lainnya. Dua hari mengenal pemuda itu, Arga merasa sudah menemukan teman. Sealin enak diajak ngobrol, dari Doni--Arga seperti melihat sosok yang sudah bertahun-tahun ia rindukan.
"Arga...!"
Suara cempreng seseorang membuyarkan lamunan Arga. Pria itu menoleh ke arah sumber suara, lalu melihat sosok Madam yang sedang berjelan mendekat ke arahnya. Seperti biasa, mahluk jadi-jadian itu tidak pernah lupa dengan kipasnya.
Arga menghisap rokok yang terselip di jari-jarinya. Wajahnya terlihat malas melihat Madam yang sudah duduk merapat di sampingnya.
"Dia minta kamu dateng lagi?" Ucap Madam kemudian.
Arga mengeluarkan asap rokok dari mulutnya. "Siapa?"
"Itu cowok yang kemaren boking kamu dua malam?" Meski ruangan VIP dilengkapi AC yang dingin, lantas tidak membuat Madam berhenti mengipasi dirinya.
Menarik sebelah ujung bibirnya, Arga tersenyum miring. "Doni?"
Kening Madam berkerut, menatap selidik kepada gigolo kesayangannya. "Kamu tahu namanya? Tumben, biasanya kamu enggak pernah peduli nama pelanggan yang udah dibikin mendesah sama kamu."
"Aku dua hari dua malam sama dia, mustahil enggak tau namanya?" Jawab Arga seadanya. "Jam berapa dia mau ketemu?"
"Dua jam lagi kamu OTW."
Melirik arloji pada pergelangan, Arga mematikan rokok di dalam asbak. Tanpa permisi pria itu beranjak dari duduknya, lalu berjalan keluar ruangan.
"Eh pelacur mau kemana?" teriak Madam kesal.
"Aku nggak mau telat," sahut Arga.
"Masih dua jam lagi."
Madam mendengkus kesal lantaran Arga sama sekali tidak menghiraukan nya. Sorot matanya menatap curiga pada punggung Arga yang semakin menjauh.
"Awas kalau sampai kamu main pake perasaan." Gerutu Madam di dalam hati.
Tentu saja Madam tidak akan membiarkan semua pelirahaanya akan jatuh cinta. Apa lagi Arga. Pria setengah wanita itu tidak akan melepaskan gigolo kesayangannya begitu saja. Ia tidak bisa membayangkan kalau Arga sampai bermain rasa dengan salah satu pelanggannya.
Tbc