webnovel

Rahasia Max 1

" Sebentar, ya, bu! Saya cekkan dulu!" kata perawat itu kembali menatap layar komputernya, beberapa saat kemudian.

" Maaf, bu! Ttapi memang benar tidak ada yang dirawat di kamar VVIP ini dengan nama tersebut!" jawab perawat itu.

" Coba dicek lagi, sus!" kata Netta lagi.

" Maaf, bu! Tapi sudah saya cek beberapa kali, tapi tidak ada pasien dengan nama itu yang sedang dirawat disini!" jawab perawat itu lagi.

" Tapi saya dapat info jika orang tersebut sedang dirawat di Rumah Sakit ini!" kata Netta sedikit meninggi.

" Mungkin di ruang lain, Bu!" jawab perawat lain.

" Tidak mungkin! Ini ruang VVIP kan?" tanya Netta.

" Iya, Bu! Tapi nama itu tidak ada disini! Saya bantu mencari di ruang lain!" kata perawat itu lalu dia memainkan jarinya diatas keyboard komputer.

" Tidak mungkin dia di ruang lain, suster! Karena saya tahu siapa dia!" kata Netta kesal.

Netta melangkah gontai menyusuri lorong Rumah Sakit, telinganya masih terngiang-ngiang perkataan perawat ruang VVIP tadi.

" Pasien Maximiliano Smith, sakit maag akut, Penyakit Dalam, lantai 2 Kelas II kamar 201/A!" kata perawat itu. Netta menyandarkan tubuhnya yang sedikit limbung di tembok Rumah Sakit.

" Anda tidak apa-apa, Nona?" tanya seorang dokter yang reflek memegang tubuh Netta agar tidak jatuh.

" Iya, saya tidak apa-apa!" kata Netta, dia menatap dokter itu dan membaca Tag Name di dadanya, I Gde Dewa Brata, Sp.PD.

" Apa anda dokter penyakit dalam?" tanya Netta.

" Iya! Benar!" kata Dewa.

" Apa anda mau Visite?" tanya Netta setelah melihat seorang perawat membawa map berdiri di belakangnya.

" Iya!" jawab Dewa.

" Di kelas apa?" tanya Netta,

" Kelas II! Kenapa?" tanya Dewa curiga.

" Tidak! Anak saya dirawat di Anggrek!" jawab netta.

" O, begitu! Saya permisi dulu!" kata Dewa.

" Silahkan!" kata Netta kemudian dokter itu pergi bersama dengan perawatnya. Netta secara diam-diam mengikuti Dewa yang kebetulan memeriksa di ruang Max. Netta duduk di bawah jendela kamar Max yang dibuka sedikit.

" Selamat Siang, Pak Max!" sapa Dewa.

" Siang, Dok! Ahhh!" rintih Max, bersamaan dengan itu Netta memejamkan matanya dan hatinya terasa teriris mendengar rintihan Max.

" Apa masih sakit?" tanya Dewa.

" Iya! Apa saya bisa sembuh?" tanya Max, sekali lagi hati Netta merasa diterjang puluhan pisau tajam.

" Saya tidak akan berbohong pada Pak Max! Penyakit Pak Max memang parah, tapi mudah-mudahan dengan minum obat dan makan makanan yang tepat, semua bisa terjadi!" tutur Dewa.

" Saya sudah pasrah, Dokter! Hidup saya sudah tidak berarti lagi!" ucap Max frustasi.

" Pak Max tidak boleh begitu, apa tidak ada istri yang menunggu? Atau pacar? Orang tua?" tanya Dewa.

" Tidak ada, Dok! Mungkin in...adalah karma!" kata Max pelan.

" Keluarga?" tanya Dewa lagi.

" Saya...sudah menge...cewakan mereka!" jawab Max. Netta yang mendengar semuanya, langsung berlari meninggalkan tempat tersebut dan turun dengan tangga menuju ke Taman RS. Netta menangis tertahan, apakah dia sangat menderita selama ini? Kenapa dia disitu? Kamar bagi penderita yang...miskin? Apa dia tidak punya uang? Apa Ken benar-benar membuatnya..Bangkr...Ahh! Apakah aku seorang yang kejam? Berbagi kamar dengan orang lain? Tidak! Ken! batin Netta. Lalu Netta menghapus airmatanya dan pergi ke kamar Malv.

" Mommy! Where you from?" tanya Malv yang duduk di brankar dengan Kenda.

" Sorry, boy! Mommy has something to do!" jawab Netta.

" Trima kasih, ya, sus!" kata Netta.

" Sama-sama, Bu! Permisi!" kata Perawat itu lalu berjalan menuju ke pintu kamar. Netta menghampiri putranya dan memeluknya dengan erat.

" I can't breath, mommy!" ucap Malv akibat pelukan erat Netta.

" Sorry, boy! I miss you so much!" ucap Netta dengan hati menangis mengingat Max.

Sementara itu di sebuah ruangan yang dingin, terdengar desahan dan erangan yang panjang.

" Ke...ennnn! Ahhhh!" desah Diana yang habis di jilat dan dicium oleh Ken.

" Yes, baby! Said my name loud!" ucap Ken yang telah sangat bergairah karena mulut Diana yang tidak berhenti meracakan namanya.

" Ho...neyyyy! Kennnn! You so...damn go...od!" racau Diana. Dibawah sana Ken merasa sangat bangga dengan pujian Diana. Dia terus memacu lidah dan jarinya hingga membuat tubuh Diana menggeliat tidak karuan.

" Shittt! You make me crazy, baby!" ucap Ken lalu melepas jadinya dan menghujamkan juniornya ke lobang milik Diana. Setelah dua kali melepaskan cairannya, Ken menghentikan apa yang dilakukan karena dia takut menyakiti dan membuat Diana kembali pendarahan seperti yang pertama.

" I love you so much, baby!" bisik Ken pada telinga Diana yang telah tertidur akibat tubuhnya merasa lelah.

" I never thought that I'd love a woman this much!" ucap Ken lagi. Dia begitu tergila-gila pada Diana dan tubuh wanita itu. Ken beranjak dari ranjang lalu membersihkan tubuhnya yang lengket, lalu keluar dengan memakai piyama mandi. Diraihnya ponselnya dan dilihatnya ada panggilan dari Jack beberapa kali.

" Yes, Jack?" K

" Bos! Kita sudah mengetahui dimana mereka melakukan transaksi!" J

" Tetap awasi tempat itu, perketat penjagaan di Rumah Sakit!" K

" Yes, Bos!" J

" Kita akan membereskan mereka minggu depan, saat Bos mereka tiba!" K

" Siap, Bos!" J

Ken menutup panggilannya dan menatap istrinya dengan penuh kasih sayang. Netta menyuapi kedua anak tersebut, tidak lama kemudian datanglah pengasuk mereka yang tadi disuruh Netta membeli beberapa keperluan.

" Kenda, mandi sama Mbak Susi!" kata Netta.

" Yes, Mommy Eta!" jawab Kenda. Susi membawa Kenda masuk ke kamar mandi dan memandikannya. Sementara Netta menyeka tubuh Malv dengan lembut.

" Where is daddy Ken?" tanya Malv.

" He's work, boy!" jawab Netta.

Ken dan Diana datang ke Rumah sakit pada malam hari, saat anak-anak sedang makan malam disuapi Netta dan Susi.

" Daddy! Mommy!" teriak Kenda melihat orang tuanya.

" How's my boy and little girl?" tanya Ken mendekati Kenda dan Malv.

" We good, daddy!" jawab Kenda.

" Kamu istirahat saja, Net! Biar aku yang menyuapi Malv!" kata Diana. Netta menganggguk dan pergi kekamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Beberapa saat kemudian Netta keluar dari kamar dan duduk di Taman depan kamar Malv.

" Something in your mind?" tanya Ken pada Netta.

" Kenapa lo nggak memberitahu gue?" tanya Netta.

" Tentang?" tanya Ken.

" Max!" jawab Netta.

" Apa kamu akan mendengarku? Aku pernah ingin menceritakan semua tentang Max, tapi kamu selalu menolak karena sudah tidak ingin mendengar apapun tentang dia!" kata Ken.

" Apa kamu lupa jika aku sering memberikanmu sebuah amplop coklat beberapa kali? Semua itu isinya tentang Max, tapi kamu hanya menumpuknya begitu saja dikabinet perpustakaan!" kata Ken lagi. Netta memejamkan matanya dan mengingat kejadian-demi kejadian pada saat itu.

" Akhirnya aku memutuskan untuk menghentikan semuanya! Aku berharap suatu hari kamu akan melihat sendiri keadaan dia, Ta!" kata Ken yang tahu bagaimana perasaan Netta saat ini.

" Kenapa kamu tiba-tiba bertanya tentang dia? Apakah belum cukup kamu mengusirnya dari perusahaannya sendiri?" tanya Ken.

Next chapter