29 29. Hamil???

" Sudah..lah! Semua su...dah terjadi!" ucap papanya terbata-bata.

" Kenapa papa jadi seperti ini, ma?" tanya Netta.

" Papa kena stroke, sayang! Dan semua sudah habis! perusahaan Papa tinggal yang dipegang kakakmu! Butik mama juga semua habis!" kata Dina menangis.

" Sudah! Jang..ngan sedih lagi! Semua su...dah terja...di!" kata Alex.

" Netta akan kembalikan semua, Pa! Netta akan bilang pada Max untuk..."

" Jangan!" teriak Alex marah, wajahnya memerah dan dadanya turun naik karena amarah.

" Papa! Sabar, Pa! Jangan emosi! Netta ambilkan obat papa di laci kamar tidur sana!" ucap Dina menunjuk kamar tidur dibelakang Alex. Netta berlari menuju kamar tidur dan membuka laci, dilihatnya sebuah botol lalu diambilnya. Matanya tertuju pada sebuah foto di dalam laci, diraihnya foto tersebut dan betapa terkejutnya dia saat melihat siapa orang di dalam foto tersebut. Tiba-tiba kepalanya terasa pusing, dia hampir terjatuh jika saja tidak bersandar pada dinding kamar.

" Netta!" teriak Dina, Netta mengambil foto tersebut dan memasukkan ke balik bajunya. Dengan langkah yang dipaksakan, dia keluar menemui orang tuanya.

" Ini, Ma!" kata Netta memberikan obat itu pada Dina. Dina mengambil satu biji dan memasukkannya ke mulut Alex, lalu memberikan minumm pada suaminya itu. Alex menelan obat tersebut dan memejamkan matanya, perlahan nafasnya teratur dan normal kembali.

" Aku mau...isti...rahat!" kata Alex. Dina mendorong masuk ke dalam kamar kursi roda suaminya lalu mebantu membaringkan ke atas ranjang. Netta duduk di kursi depan yang dia rasa adalah kursi tamu. Dipandangnya foto yang dipegangnya itu, Netta meremas foto itu dengan gemetar.

" Kamu sudah melihatnya?" ucap Dina yang ternyata sudah berdiri di depannya.

" Apa ini..."

" Ya! Max yang melakukan semuanya! Termasuk kejadian kamu dipenjara!" kata Dina sambil menatap tajam mata putrinya. Dia menyadari jika putrinya telah jatuh cinta pada Max hingga buta akan siapa Max sebenarnya.

" Tapi kenapa dia melakukan itu?" tanya Netta.

" Apa penting?' tanya Dina.

" Tentu penting, Ma! Dia tidak akan melakukan sesuatu jika tidak ada alasannya! Bukankah kita semua juga begitu?" ucap Netta sambil berdiri, dia berjalan mondar-mandir di depan mamanya. Dia masih tidak mempercayai apa yang dilihatnya.

" Ini ada hubungannya dengan kakakmu!" jawab Dina.

" Apa maksud mama? Kenapa dengan Kak Kenzi?" tanya Netta. Kemudian Dina terpaksa menceritakan semua kejadian yang terjadi di Spanyol, tentang Kenzi dan Vina, tentang pemukulan terhadap kakaknya dan tentang balas dendam Max. Netta terhuyung mendengar semua itu, dengan cepat Dina berlari menahan tubuh Netta.

" Sayang! Kamu kenapa? Sayang?" ucap Dina sambil menepuk-nepuk pipi Netta.

" Wajah kamu pucat sekali, sayang!" kata Dina lagi. Dina membaringkan Netta di kursi lalu menuju ke pintu rumahnya. Dibukanya pintu rumah tersebut dan dia berjalan ke arah mobil Feri, Feri yang melihat membuka pintu dan mendekati Dina.

" Siapa kamu?" tanya Dina.

" Saya Feri, Tante!" jawab Feri.

" Apa kamu yang mengantar Netta?" tanya Dina.

" Iya, Tante!" jawab Feri lagi.

" Ikut saya!" kata Dina, lalu masuk lagi ke dalam rumahnya diikuti oleh Feri.

" Apa kamu tahu Rumah Sakit Media?' tanya Dina sambil jalan.

" Iya, Tante!" jawab Feri.

" Tolong bawa Netta kesana! Dia pingsan!" ucap Dina.

" Pingsan?" kata Feri membeo. Dilihatnya Netta terbaring di atas kursi.

" Apa dia belum makan?" tanya Dina.

" Dia makan banyak sekali malah! Hanya saja sebelum berangkat tadi pagi, dia sempat muntah-muntah, katanya perutnya mual!" kata Feri.

" Apa? Mun...tah?" tanya Dina kaget.

" Iya! Dan hampir saja jatuh karena pusing!" kata Feri lagi. Dina mundur dan jatuh terduduk di kursi, tidak! Kamu tidak boleh...! Tidak! batin Dina sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

" Ada apa, Tante?" tanya Feri heran melihat tingkah laku Dina.

" Apa kamu punya dokter pribadi?" tanya Dina.

" Ada! jawab Feri segera menelpon seseorang agar datang ke rumah Netta.

" Siapa kamu?" tanya Dina. Feri terkejut mendengar pertanyaan Dina.

" Jujur, saya adalah asisten dari Max! Tapi saya benar-benar tulus ingin menolong Nona Netta!" kata Feri tegas. Dina bisa melihat ketulusan dimata Feri.

" Maukah kamu menikah dengan Netta?" tanya Dina.

" Apa? Ta[pi Netta tidak mencintai saya!" jawab Feri.

" Apa kamu mencintai Netta?" tanya Dina cepat. Feri tercengang mendapat pertanyaan dadakan seperti itu.

" Permisi!" ada suara seorang pria.

" Jika iya, nikahi dia apapun keadaannya!" kata Dina.

" Maksud, Tante?" tanya Feri masih bingung.

" Dokter Nero!" kata Feri yang melihat Nero berdiri di depan pintu.

" Tolong periksa teman saya! Dia pingsan!" kata Feri. Nero berjalan mendekati Netta dan duduk di sebelah gadis itu. Diambilnya stetoskop dsari dalam tasnya dan memeriksa Netta.

" Sudah berapa lama dia pingsan?" tanya Nero.

" 15 menitan!" kata Dina.

" Kita perlu memeriksakan secara lengkap ke Rumah Sakit! Meskipun dia hanya mengalami stres saja!" kata Nero lalu menciumkan kapas pada Netta.

" Emmm!" ucap Netta yang perlahan terbangun akibat bau kapas tersebut.

" Ada apa ini? Anda siapa?" tanya Netta heran.

" Dia Dokter Nero, temanku! Tadi kamu pingsan!" kata Feri.

" Pingsan?" tanya Netta.

" Iya! Anda harus menjaga kesehatan anda mulai sekarang, terutama tidak boleh stres! Karena akan mempengaruhi kesehatan janin yang ada di perut anda!" kata Nero. Sontak membuat Feri dan Netta terkejut, sedangkan Dian hanya memejamkan matanya. Apa yang dia khawatirkan benar-benar terjadi, Netta benar-benar hamil. Dan dia sangat yakin jika itu pasti anak dari Max.

" Ha...mil?" tanya Netta lalu memegang perutnya. Aku hamil? Anak...Max! Max! Aku hamil anak kita! batin Netta bahagia.

" Ini ada vitamin untuk ibu dan janinnya! Saya permisi dulu!" ucap Nero.

" Iya, Dokter! Terma Kasih!" kata Netta datar.

" Periksalah ke Rumah Sakit!" kata Nero.

" Iya!" kata Netta. Feri masih terkejut dengan adanya berita kehamilan Netta, dia mengantarkan Nero keluar.

" Cantik! Lo pintar juga!" kata Nero.

" Sialan lo!" kata Feri.

" Ato lo masih mengharap istri orang?" sindir Nero.

" Pergi lo!" usir Feri.

" Jangan lupa bayar utang lo!" kata Nero lagi.

" Gak guna lo!" kata Feri.

" Gugurkan!" kata Dina.

" Apa? Mama nggak sungguh-sungguh'kan?" kata Netta kaget.

" Mama sungguh-sungguh! Gugurkan!" kata Dina serius.

" Nggak, ma!" jawab Netta.

" Kamu kira mama tidak tahu anak siapa itu?" kata Dina marah.

" Dia tidak bersalah, ma!" kata Netta menangis.

" Dia salah karena kesalahan orang tuanya!" kata Dina.

" Mama adalah seorang ibu! Kenapa mama tega ingin membunuh seorang bayi? Dia juga cucu mama!" teriak Netta.

" Apa kamu tidak melihat keadaan papamu? Siapa yang melakukan itu padanya? Keadaan kita sekarang? Siapa? Katakan, Netta! Siapa yang menjadikan kita seperti ini?" kata Dina dengan penuh emosi dan perlahan airmatanya jatuh berderai.

" Maafkan Netta. ma! Tapi Netta akan tetap mempertahankannya!" kata Netta tegas.

" Kamu benar-benar buta Netta! Dia itu suami orang! Dia tidak pernah mencintaimu! Dia hanya memanfaatkanmu untuk balas dendam!" teriak Dina.

" Tidak, ma! Max mencintai Netta! Dia bilang akan bercerai dengan Kak Vina!" kata Netta.

" Ya Tuhan! Kenapa malang sekali nasibku? Kenapa aku harus memiliki anak yang keras kepala dan buta?" ratap Dina.

" Saya akan menikahi Netta, Tante!" kata Feri.

avataravatar
Next chapter