2 Si Duo Racun

'Aku tahu ketika cinta itu terlahir dihati seseorang, ia akan berusaha tumbuh sekali pun ia tidak diinginkan. Dan ia akan tumbuh menjadi besar ketika sebuah tempat yang tepat tersedia baginya,'

Cuaca hari ini tidak begitu buruk tidak juga baik. Awan putih membentang sejauh mata memandang. Tahun ajaran baru sudah di depan mata, Jessica kini memasuki tahun terakhir di masa putih abu-abunya. Setelah setahun dipenuhi dilema, Jessica berdoa memohon agar tahun ajaran baru ini menjadi tahun terbaiknya di SMA.

Poin pentingnya adalah MOVE ON. Jessica harus men-sukseskan satu progam itu untuk bisa menikmati masa-masa terakhirnya di SMA. Jessica harus bisa melupakan Aldo yang telah bersama dengan Karin.

Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhanlah yang terlaksana. Tahun-tahun yang lalu Jessica selalu sekelas dengan Grace. Dengan gadis itu, Jessica biasa berbagi keluh kesah namun tahun ini Tuhan berkehendak lain dengan memisahkan mereka.

Bahkan lebih buruk dari itu, Jessica melihat dua nama yang tidak seharusnya berada didalam daftar yang sama dengannya.

Aldo Aldiansyah dan Karina Loa.

Dou racun itu tempatkan ditempat yang sama denganya.

"Gila, guru-guru nggak pada peka apa!" Grace menjerit saat melihat pada mading. "Kok mereka tega banget sih masukin macan sama buaya sekandang sama lo, Jess." Grace menatap prihatin pada daftar siswa di kelas Jessica.

Persetan dengan macan betina dan roti buaya itu. Jessica kehilangan harapannya untuk move on seketika itu juga.

Grace dan Jessica segera berpencar ke kelas masing-masing untuk mendapatkan tempat duduk lebih awal. Saat Jessica masuk kedalam kelas barunya, baru ada beberapa siswa didalam. Duo racun itu juga belum kelihatan. Jessica masih bisa dengan bebas memilih tempat duduk.

Jessica mengambil sebuah kursi ketiga di barisan pinggir dekat jendela. Untuk bertahan hidup di kandang ini, maksudnya kelas ini, Jessica setidaknya harus membuat dirinya nyaman dengan tempat duduknya. Dan kursi pilihanya itu adalah yang terbaik. Tidak telalu depan, tidak terlalu belakang, penuh cahaya dan tepat di sebelah jendela dengan pemandanganan yang menampilkan taman dan lapangan basket outdoor.

Kursi itu sempurna, setidaknya untuk beberapa menit yang lalu. Lagi-lagi Tuhan membuat keputusan yang berbeda dengan Jessica.

Sepuluh menit sebelum bel masuk berdenting, Jessica bisa merasakan hawa panas memasuki kelasnya. Matanya menangkap duo racun itu memasuki kelas beriringan. Mereka akhirnya datang juga.

Karin bahkan langsung melirik Jessica yang duduk dengan acuh tidak acuh. Dia menarik Aldo untuk berjalan kearah Jessica. Di tempat duduknya, meski Jessica tidak memperhatikan langsung dia masih bisa menangkap kedua sosok itu dengan ekor matanya, Duo racun itu mendekat padanya.

"Aku mau duduk disini ya, Do." Rupanya Karin menarik kursi tepat didepan Jessica. Gadis itu bahkan merengek agar Aldo duduk disebelahnya. Aldo tidak membantah, dia langsung menuruti keinginan Karin.

Sial, sial, sial. Dari semua kursi di kelas itu, kenapa Karin harus duduk didepan Jessica? Apa yang macan betina itu rencanakan?

"Oh, Jessica, lo ternyata masuk kelas ini juga." Karin berekspresi seolah dia terkejut saat melihat Jessica yang duduk dibelakangnya. Apa gadis itu buta, dia pasti sudah tahu saat melihat daftar siswa di mading, siapa yang dia coba bodohi?

Jessica tidak mengatakan apapun dan mengacuhkan Karin.

"Jomblo ngenes kok sombong banget sih, kalau orang aja ngomong itu di jawab dong." Lagi-lagi Karin membuka mulutnya.

Jessica mengangkat wajahnya dan mentap tajam pada gadis didepannya, "barusan lo ngomong sama gue? Sorry, gue kira tadi ada anjing menggonggong."

"Apa lo bilang?!" Sahutan Jessica atas sindiran Karin berbalik padanya. Karin tidak menduga Jessica akan bereaksi sekeras itu. Sejauh ini Jessica selalu tampak lembut, gadis itu tidak pernah berkata-kata kasar padanya, apalagi sampai bawa-bawa isi kebun binatang.

Tunggu sebentar kawan-kawan, perlu dicatat, Jessica tidak memanggil satwa dari kebun binatang keluar dari mulutnya. Dia mungkin memikirkannya, tapi tidak pernah menyebutkannya. Jessica hanya menyebutkan salah satu hewan peliharaan yang ada dirumahnya, jadi jangan dengarkan pikiran Karin.

Saat Karin hendak menyalak kembali seperti anjing sungguhan, bel masuk berdenting panjang seperti menandakan kalau Jessica berhasil memenangkan ronde ini dengan baik. Setidak-tidaknya, Jessica dapat menyumpal mulut Karin untuk sementara waktu.

***

Tidak ada acara upacara bendera pagi itu. Murid-murid kelas satu sibuk dengan berbagai program MPLS, sedangkan murid tingkat dua dan tiga langsung masuk ke kelas untuk pengenalan dengan wali kelas baru.

Seluruh siswa duduk dengan persaan tak menentu, menunggu wali kelas baru memasuki kelas mereka. Jessica, Karin dan yang lainnya juga merasakan hal yang sama. Saat itu, seorang pria paruh baya berkaca mata dengan potongan buzz cut atau potongan pendek seperti seorang militan memasuki ruang kelas mereka.

Seluruh kelas XII-IIS2 itu mendesah penuh kekecewaan. Suwito Kuncoro M.Pd. Name tag sang wali kelas itu tampak berkilauan membutakan mata murid-muridnya. Pak Suwito atau biasa dipanggil Pak Wito a.k.a Guru paling tidak peka sejagad raya. Pantas saja, Jessica bisa sekelas dengan duo racun itu, rupanya wali kelas barunya adalah praktisi ketidak-pekaan nomor satu di dunia. Jessica memaki dalam hatiya, hal-hal sepertinya akan berjalan buruk untuk tahun terkakhirnya di SMA.

Entah telah beberapa patah kata yang Pak Wito ucapkan, Jessica sama sekali tidak mendengarkannya. Dia sibuk memikirkan langkah-langkan untuk move on bebas hambatan dengan duo racun itu disekitarnya. Dia mungkin harus membiasakan diri, lalu setelah itu, Jessica mungkin tidak akan merasakan apapun lagi saat melihat si dou racun itu.

Suasana kelas mendadak diliputi keheningan, Jessica kembali pada kesadarannya dan menyadari suasana hening disekitarnya. Saat itulah, seorang pria jangkung yang tampak asing memasuki ruang kelas mereka.

Siapa itu? Jessica melirik penuh selidik. Apakah mereka kedatangan murid baru, sungguh? Ditahun terakhirnya?

Pria itu benar-benar menyejukan suasana. Wajah tampan dan tinggi badan diatas rata-rata, Jessica yakin pria itu akan segera terkenal. Pak Wito mengenalkan murid baru itu pada kelasnya, namun lagi-lagi Jessica gagal fokus dan malah tenggelam dalam pikirannya sendiri. Dia mengabaikan sama sekali keberadaan mahkluk asing baru di kelasnya itu.

Pikirnya, memangnya apa bedanya dengan ada atau tidak adanya murid baru? Tahun terakhirnya di SMA harus dia perjuangkan sendiri.

Jadi saat sang murid baru itu memilih bangku tepat di belakang Jessica, gadis itu sama sekali tidak memperdulikannya.

***

Oh Tuhan, bagaimana Jessica bisa move on dengan cara yang kejam seperti ini?

Jessica mendudukkan dirinya ditaman yang sepi saat semua orang berbondong-bondong menyerbu kantin. Jessica tidak merasa lapar, dia kenyang dengan kenyataan buruk yang diterimanya pagi ini.

"Ya, Tuhan, maaf hari ini aku banyak mengeluh." Jessica ingin menangis rasanya, tapi dia tidak ingin siapapun melihatnya menangis. Jessica tidak ingin menjadi gadis lemah dimata orang-orang.

"Kita disini aja ya, Al."

Suara manja itu membuat Jessica mengangkat kepala dan menatap lurus kedepan. Di depan sana ada… Hhhh, kenapa harus mereka lagi? Ya, mereka lagi. Dou racun, Aldo dan Karin. Mereka berdua duduk dibangku taman yang berada tepat didepan Jessica. Sialnya lagi, posisi duduk Aldo dan Karin yang menyerong. Entah sengaja atau tidak disengaja. Rasanya seperti menonton drama romansa picisan.

"Duh, kamu kepanasan ya? Sampai keringetan gini." Aldo mengeluarkan sebuah sapu tangan dan dengan lihai membersihkan peluh diwajah Karin. Tentu hanya modus belaka, Aldo malah asik memandangi wajah Karin dan terjadilah acara tatap menatap. "Nah, kalau kaya gini kan kamu keliatan cantik."

Apa mereka tidak bisa mencari tempat lain untuk mengumbar kemesraan itu? Entah apa maksudnya kali ini. Biasanya Karin yang terlebih dahulu memulai tingkah manjanya, sekarang Aldo yang memulai semua hal yang memuakkan itu. Apa ini semacam taktik baru untuk membuatnya patah hati?

Apa yang Aldo inginkan? Apa pria itu tidak tahu berapa kali lipat sakit yang harus diderita Jessica saat dia sendiri yang merajam hatinya.

Aldo menaruh kembali saputangannya, tangannya kini sibuk membelai rambut curly milik Karin. Sembari menyelipkan beberapa helai rambut Karin yang menghalangi wajah cantik gadis itu, Aldo mengikis jarak diantaranya dan Karin.

'Deg'

Apa-apaan itu? Apa yang akan mereka lakukan?

Tidak… Jessica segera mengalihkan pandangannya, menahan napasnya. Jessica menyerah, dia tak sanggup lagi *lambaikan tanganmu ke kamera :3* Apa pun yang akan Aldo dan Karin lakukan, Jessica tidak akan melihatnya, Jessica tidak akan mampu melihatnya.

Jessica menahan napasnya, ia segera berdiri, berlari sekencang dan sejauh mungkin tanpa berbalik sedikit pun. Jessica memegangi dadanya yang terasa semakin sesak, seakan stok oksigen dalam jantungnya telah habis dan tidak ada lagi darah yang mampu dipompa oleh jantungnya. Belum lagi, paru-parunya yang terasa mengempis

Jessica berhenti tepat didepan toilet. Ia mencoba menghapus air mata yang sudah membanjiri wajahnya, entah kapan air matanya mulai mengalir. Tidak ada yang boleh melihatnya seperti ini. Berkali-kali Jessica menghapus air mata itu dengan punggung tangannya, tapi air mata itu terus mengalir deras. Kenapa Jessica bisa selemah ini, begitu mudahnya ia terluka karena Aldo.

'Puk'

Seseorang menepuk punggung Jessica. Tepukan yang hangat tapi terasa sangat meyakinkan. Refleks Jessica berbalik dan tanpa ba-bi-bu lagi Jessica memeluk orang tersebut.

"Kenapa rasanya sakit? Hiks… Kenapa sampai sekarang gue masih sakit ngeliat mereka berdua. Kenapa gue bisa sebodoh ini, Grace? Kenapa gue nggak bisa ngilangin rasa itu. Apa yang harus gue lakuin sekarang?"

Orang itu tertegun mendengar penuturan Jessica. Perlahan membalas pelukan Jessica, mendekap Jessica lebih erat lagi. Tangannya pun mulai bergerak untuk mengelus punggung Jessica, menenangkan gadis itu.

avataravatar
Next chapter