1 Tentang Cinta

Ini Cerpen guys...

Happy Reading

***

Agatha, itu nama yang selalu disebutnya yang hanya aku dengar dari seorang laki laki bernama Andra. Andra Lexa Bumi, laki laki yang aku tunggu 7 tahun lamanya. Aku menunggunya tanpa kepastian, terakhir bertemu di depan halaman rumahku, yang aku usir dengan beribu penyesalan dan keraguan yang terkenang sampai saat ini.

Aku menyukai puisi, karena dengan puisi aku bisa berekspresi, dengan kata kata konotasi membuat sebuah teka teki, melahirkan sebuah curahan hati tanpa harus di perjelas dengan pasti. Puisi tetap puisi yang tanpa harus aku klarifikasi, dari sebuah kumpulan puisi ku yang berjudul "Lima detik dan rasa rindu," tanpa harus menyebutkan siapa "kamu" yang aku maksud itu.

Katakanlah aku wanita bodoh, mengharapkan laki laki yang belum pasti mengharapakan ku. Sebenarnya aku ragu, meragukan tentang cinta.

"Agatha... aku Andra Lexa Bumi siswa kelas XII Bahasa, yang mengagumimu sejak lama," ucapnya sembari mengulurkan tangan. Aku menatapnya tak percaya, laki laki ini yang selalu menyapa setiap pagi dengan ucapan perkenalan seperti itu.

Siapa yang bisa move on dari perilakunya seperti itu. Ia tak pernah dekat dengan wanita lain selain yang ku tahu Reas, adik perempuannya yang waktu itu masih kelas X. Aku ingat ucapan Reas setelah kejadian aku mengusir Andra, "abang emang pantes sama pilihan mama, kak Ilana lebih pantas dan bisa menghargai abang," ucapan Reas berhasil sampai hatiku ngilu, menghentikan gerak degup jantungku beberapa detik menyisakan kesakitan. Andra, satu hal yang ingin aku tanyakan. Tentang Cinta.

Siang itu, aku duduk di bawah pohon menyenderkan tubuhku. Sekelebat bayangan laki laki yang pertama kali menyakitiku, Ayah. Dia yang membuatku tak percaya tentang Cinta dan Andra laki laki yang berhasil menggoyahkan ketidakpercayaanku tentang cinta.

"Agatha, wanita penggenggam hati," ucap Andra tersenyum manis, masih ku ingat senyum lebarnya dengan matanya yang hampir tertutup karena tertutupi bulu mata lentik mengalahkan bulu mata ku. Ah... aku rindu wajah tampannya.

"Panggil aku Atha, seperti yang lain Ndra!"

"Tidak Agatha, supaya kamu ingat hanya aku yang memanggilmu dengan sebutan itu."

"Kenapa bisa disini?" tanyaku padanya.

"Mau mengambil hatiku,"

"Di.....?" tanyaku mengerutkan dahi.

"Agatha, kamu yang menggenggam hati ini."

"Mentang mentang kelas bahasa."

"Mentang mentang anak IPA, gak banyak ngomong! Padahal suaramu menjadi salah satu candu bagiku, karena keiritanmu bicara. Tujuh tahun lagi yang akan datang aku pastikan kamu berbicara tentang rindu."

"Sok tahu kamu!"

Siang itu, menjadi awal obrolan ku dengan seorang laki laki. Rasanya nyaman. Sampai puisi yang kubuat tanpa sadar entah kemana. Isinya tentang kebencian. Hanya satu bait yang kutulis karena Andra datang, dan mengalihkan perhatianku.

Fatamorgana tentang kebahagiaan cinta...

Hanya kedustaan didalamnya...

Sekarang atau nanti, tak akan ku percaya cinta...

Yang ku percaya cinta menyesakkan dada...

Menyesal atau tidak menulis sebait kebencian tentang cinta ? aku ragu sampai saat ini. Aku percaya cinta penuh kedustaan karena orangtua ku yang membuktikan. Sangat ku ingat ketika aku beradu argumen dengan Andra tentang cinta. Laki laki itu, menyisakan tanya yang harus ku minta kunci jawabannya.

"Agatha?" panggilan itu? Bangunkan aku ya tuhan jika sedang bermimpi, "em, maksud ku kak atha." Aku menatapnya heran, seperti pernah bertemu sebelumnya. Kini aku sedang di launching buku kumpulan puisi ku.

"Reas kak, adik bang Andra."

Yah dia Reas, adik Andra. Kenapa hanya bertemu Reas? Mana Andra? Ucapku dalam hati, tak berani berucap pada adiknya laki laki yang aku tunggu.

"Ateu Aas," suara anak kecil yang memanggil Reas. "Hey, kenalin itu tante Atha."

"Rega, tante," lucu sekali melihat bulu matanya mirip sekali dengan Andra. Aku tersenyum padanya, apa Rega putranya?

"Anaknya Kak Ilana," bagai ditusuk belati, putra Ilana? Itu sama dengan putra Andra. "Mirip sama Andra," ucapku dengan berat hati. Tujuh tahun menunggu Andra kembali. Harusnya aku tahu diri, dulu aku mengusirnya seolah olah tak membutuhkan Andra. Sekarang? Bagai pengemis, mungkin aku lebih hina dari pengemis, iyah... mengemis cinta laki laki yang sudah beristri.

Harusnya aku tahu diri saat acara perpisahan sekolah waktu itu. Andra dengan seorang wanita, yaitu Ilana. Yah sebenarnya bukan saat aku mengusir Andra terakhir pertemuan kita, tapi saat perpisahaan sekolah. Ketika Andra di temani seorang wanita yang ku yakin Ilana.

"Agatha, soal sebait puisi mu tentang kebencian. Itu cuman sebatas tulisan kan?" saat itu Andra menanyakan soal tulisanku dibawah pohon itu. "Serius kok, setiap yang aku tulis dipuisi ku itu walaupun cuman sebait, itu yang aku rasain," aku dan Andra mengobrol di halaman rumahku, saat Andra mengantarkan pulang.

"Apa kamu sekarang bakalan nulis sebait puisi tentang cinta?" aku menggeleng "apa maksudmu Ndra? Kamu tahu keluarga ku bagaimana, aku gak akan pernah percaya tentang cinta, semuanya dusta."

" Tapi aku mencintaimu, Agatha."

"Aku udah bilang kan sama kamu, kenapa kamu bisa yakin cinta kamu, aku?"

"Apa harus Cinta mempunyai alasan?"

"Apa harus membenci mempunyai sebuah alasan?"

"Tapi aku pengen tahu kenapa? Apa karena nama aku? Sifat aku?"

"Enggak, bukan karena itu. Aku gak percaya cinta!"

Andra mengangguk mengerti, "harusnya kamu belajar dari sebuah pohon," ucap Andra, waktu itu aku tak mengerti apa maksudnya, dan sekarang aku mengerti maksudnya. Andra jika kamu tahu, waktu itu debaran jantungku tak berhenti saat kamu mengungkapkan cinta, dan debaran itu masih sama sampai sekarang. Kamu sudah berkeluarga, apa aku akan menikah sepertimu? Rasanya tidak, karena aku masih mencintaimu.

Kini aku berdiri disebuah pohon, meresapi perkataan Andra. Harusnya aku bisa mensyukuri hidup yang diberi tuhan, seperti sebuah pohon, mensyukuri dan menikmati hidup ini. Pohon tak akan pernah menyesal dengan apa yang dijalani hidupnya ini. Sedangkan aku? Kini telah menyesali , takdir orang tua ku dengan ku pasti berbeda, dan seharusnya aku berdoa supaya tidak sama bukannya tidak percaya tentang cinta. Mungkin jika aku menerima Andra aku sudah mempunyai seorang anak dari Andra laki laki yang ku yakin dia setia. Aku menumpahkan air mataku, menyesali tujuh tahun yang berlalu. "Andra Lexa Bumi... aku rindu."

"Begitupun aku Agatha."

Suara itu? Suara laki laki yang aku rindu. Aku menoleh ke asal suara, samar aku melihat nya karena tertutupi air mata. "Andra?"

"Iya, Agatha?" dia tersenyum kepadaku, wajah tampannya masih tetap sama. Tapi sayang dia milik orang lain, Ilana. " Ucapan ku tujuh tahun lalu sudah terbukti, kamu mengucap rindu padaku."

"Rega, mirip kamu," aku mengalihkan pembicaraan tentang rindu. Dia tersenyum simpul, rasanya sakit. "Kamu ketemu Rega lagi sama Reas?" aku mengangguk. "Tapi aku gak ketemu Ilana," ucap ku menggantung rasanya berat untuk meneruskan, "istri kamu..."

"Kita ngobrolnya di café aja yuk," ajak Andra, dia seperti mengalihkan pembicaraanku tentang Ilana.

Kini kita sedang menikmati mochacinno late, yang tak kusangka kesukaan kami sama. Aku baru tahu itu, dan dia-Andra mengetahui aku menyukai mochacinno late sejak dulu. Menikmati Mocachinno late ditemani hujan turun yang terdengar seperti alunan lagu Sabrina-You're Beautiful dan terngiang sebuah lirik dari lagunya seperti mengingatkanku, I WILL NEVER BE WITH YOU seperti tergampar menyadarkan dan membangunkan ku dari mimpi. Dia laki laki yang sudah beristri. Tak sadar aku meneteskan air mataku, sebuah tangan menggenggamku memberi kehangatan terhadap hatiku yang tiba tiba saja membeku. Ini salah, aku segera melepaskan genggaman tangannya "Kamu udah beristri Ndra, dan aku menyesal."

"Kenapa?" tanyanya, "aku mau nanyain sesuatu sama kamu," ucapku tak menjawab pertanyaannya. Ia mengangguk, "tentang cinta, aku pengen kamu jelasin apa itu cinta?"

"Cinta itu kita, aku dan kamu."

"Apa maksud kamu? Jangan memberi harapan kalau untuk dipalsukan. Iya aku emang cinta kamu, tapi aku wanita dan gak mungkin menyakiti wanita lain aku tahu rasanya hati disakiti karena sebuah penghianatan. Kamu jangan membuat hati aku dipatahkan untuk yang kedua kalinya."

"Kedua kalinya? Bukannya kamu yang memutuskan membenci Cinta?"

"Bukan, bukan tentang itu. Tentang 5 detik perpisahan itu sampai membuatku Rindu dan sekarang dengan kenyataan seperti ini. Maaf Andra, aku lebih baik membenci cinta kembali dari pada harus memberikan luka untuk Ilana. Karena aku wanita."

"Aku cinta kamu."

"Aku akan belajar dari sebuah pohon, namun bukan tentang menikmati apa yang telah diberi tapi aku akan belajar darinya tentang kekokohan meskipun dia sendiri."

Andra menghela napas kasar.

"Aku cinta kamu Agatha dan Ilana dia sepupu aku. Rega ? dia keponakanku."

Aku menatapnya tak percaya, "tapi Reas ..." ucapan ku terpotong " Reas berbohong, dan Reas juga yang bicara keberadaan kamu. By The Way, puisi mu bagus."

Rasanya jantungku berdetak kembali, hatiku menghangat mendengar pernyataan Andra. "Puisi itu tentang kerinduan tujuh tahunku."

"Aku ingin menikahimu Agatha, wanita penggenggam hati, kamu kokoh seperti pohon bisa melewati kesendirian."

"Tapi aku rapuh saat melewati kerinduan."

"Agatha Lexa Bumi. Nama kamu aku ubah."

Aku mengangguk dan tersenyum, tak terasa hujan sudah reda sejak tadi perdebatan kecilku, sungguh malu dan bodoh aku tak mengetahui siapa saja keluarga Andra sampai salah paham. Pohon itu bagai saksi ucapan Andra tentang ucapannya yang menyatakan bahwa aku akan mengucap rindu setelah tujuh tahun lamanya dan aku harap kisah masadepanku dengan Andra seperti pohon, tetap kokoh sampai tua. Tetap setia sampai menutup mata.

***

Boleh kasih Vote, PS, Komentarnyaaa.

avataravatar